Titik Terendah.

981 157 23
                                    

Kelambu di sebuah ruang menari-nari. Silau mentari menembus celah jendela. Jarum jam telah menunjukkan pukul tujuh. Pria super disiplin kehilangan kebiasaan bangun pagi.

Tubuhnya meregang. Mengingat kejadian apa yang terlewat semalam. Ketika menoleh ke samping, keberadaan istrinya... nihil.

Hn ya, Sakura masih di rumah sakit.

Bibirnya mendesah. Lengan berisi massa nan padat terasa kaku. Sedikit membiru tapi masih bisa digerakkan.

Ada bekas tusukan jarum?

Bebauan sedap samar-samar merasuk dalam organ penciuman. Menggoda saraf olfaktori agar tuan tubuh terjaga. Hormon ghrelin terpacu, memberi sinyal bahwa perut sedang kosong. Metabolisme tubuhnya berlangsung cepat sejak sehari lalu, menguras habis energi nyaris tak bersisa.

Sontak tumitnya menjejak tanah. Memasang posisi 'siap' sesuai aba-aba start jongkok. Kakinya berlari menuju dapur.

Ya, kejadian pilu tersebut pasti cuma khayalan. Buktinya sekarang sang istri sedang sibuk di dapur. Menyediakan makanan penuh gizi, membayar ketidaktersediaan makan siang dan malam.

Sasuke menyibak noren pembatas. Aroma semerbak masakan memenuhsesaki area. Belum mencicipinya saja membangkitkan gairah menjalani hari.

"Ohayou, Sasuke" sapa wanita berambut hitam dari perapian rumah tangga.

Senyum yang terpatri di wajah simetrisnya berubah. Ujung bibir mengendur, mendatar mengikuti garis pada umumnya. Di hadapannya bukanlah wanita yang ia tunggu.

"Bagaimana keadaanmu? Tadi malam kau dehidrasi parah sampai harus diinfus. Apa masih bengkak?" wanita bernama Mikoto mengelus pipi putranya. Merambat turun menyentuh punggung tangan si anak bungsu.

Jadi itu.. sungguhan?

Hatinya terguncang. Kenyataan pahit tak terbantahkan. Ia mengutuk siapapun yang membuat perumpamaan 'tidur bisa melupakan masalah'. Bagi beberapa orang mungkin berlaku. Tapi tidak untuknya.

"Mumpung sudah bangun, mari kita sarapan" ajak Mikoto dengan iringan senyum di wajah.

Sasuke tak menyambut makan pagi hari ini. Persendiannya nyeri. Tak berminat melakukan apapun. Termasuk sekedar menyuapkan nasi dalam mulut. Seleranya hilang.

"Misonya enak? Ibu membuat miso tomat kesukaanmu"

Bulir air tanpa sengaja membasahi kelopak. Di setiap kedip, kelenjar lakrimal mengeluarkan sekret. Pandangannya mengabur terkalahkan genangan air.

Aku menambahkan kaldu daging loh!

Sekarang ingatannya melayang entah ke mana. Sosok yang sehari-hari menemani di meja makan sedang absen. Sasuke jadi tidak fokus dengan hidangan di meja.

Aku memodifikasi resepnya. Apakah enak?

Layaknya hujan, intensitas rintik gerimis bertambah. Tau-tau pipinya basah. Rupanya bendungan di kelopak tak mampu menahan banjir air mata.

Eh? Kenapa ini?

Sasuke tertunduk melihat meja makan basah oleh titik-titik air. Tangan yang menjadi tatakan mangkuk nasi beralih fungsi. Seperti anak kecil, dia mengusap tangis secara tak beraturan.

"Setelah makan, kita coba merayu Kizashi-san lagi ya" dukung Mikoto membaca isi hati, "ayahmu tinggal di rumah sakit, berusaha meminta izin pada Kizashi-san untuk bertemu Sakura"

Sasuke membisu. Nampak tak antusias. Mikoto pun memancing pembicaraan lain. Menambah topik demi membangkitkan semangat Sasuke.

"Oh ya, kata ayahmu, Sakura sudah mendingan loh! Dia sudah bisa duduk meskipun butuh sandaran sedikit"

𝕆𝕏𝕐𝕋𝕆ℂ𝕀ℕWhere stories live. Discover now