MERAH 31

17 7 0
                                    

31. Penasaran

"Gue ingat. Gue ingat tiap kata yang lo ucapin pas itu."

"Lo bilang, 'Ada gue. Jadi, stop ngerasa sendirian karena gue akan selalu ada di sisi lo, Avo'."

Netra biru Avo beradu dengan netra abu kehijauan milik Rouge. "Apa gue boleh percaya itu?"

"Rouge," panggil Avo karena gadis itu sudah lama membisu. "Nggak boleh, ya?"

"Boleh, kok." Setelah menunjukan senyum kecilnya, Rouge memutuskan kontak mata. "Kalo lo ada masalah, gue pasti ada di sisi lo. Membantu sebisa gue. Begitupula dengan teman-teman yang lain."

"Bagaimanapun juga gue ketua kelas MIPA 1," sambungnya.

"Oke, makasih." Meski sudah menduga, sebenarnya bukan seperti itu jawaban yang ingin ia dengar.

Melihat beberapa helai rambut Rouge yang tak terikat, Avo jadi teringat aksi Banyu pagi tadi-suatu hal yang sering dilakukan cowok ramah itu.

Tanpa sadar tangan Avo bergerak maju, ada keinginan untuk menyampirkannya ke belakang telinga. Namun, sedetik kemudian terkepal erat karena Rouge tiba-tiba berdiri.

"Gue duluan. Jangan lupa pasang alarm biar tidurnya nggak kebablasan."

"Ya." Rouge pergi.

Kantuk Avo hilang seketika. Tergantikan dengan perasaan kesal dan bingung. Mengapa dirinya menyinggung kejadian di rumah sakit kala itu? Bahkan sampai meminta kepastian dari perkataan Rouge. Padahal sebelumnya Avo sangat mantap untuk pura-pura tidak mengingat hal tersebut.

TUK!

Avo mengantukkan dahinya ke meja berulang kali. Kemudian menghela napas, matanya menangkap kertas yang terlipat kecil di dekat kaki kursi. Lalu tanpa pikir panjang ia tendang kertas tersebut ke kolong meja.

Kursi berderit ketika Avo bangkit membuat beberapa orang menengok ke arahnya. Sudah pasti terganggu.

"Maaf," sesalnya, kemudian bergegas menuju kelas.

•••••

Anak-anak MIPA 1 berkumpul di depan kelas. Duduk lesehan menunggu kelompok terakhir-terdiri dari empat orang-selesai ulangan lisan PPKn yang dadakan. Pak Tri berhasil membuat mereka ketar-ketir.

Rouge menumpukkan kepalanya di pundak Banyu yang memerhatikan Lateef, Zoya, Iqlima, dan Avo bermain Ludo King di ponsel. Ia sibuk menonton video pembelajaran.

"Yeeezzz!!" Avo menahan sorakan girangnya saat memperoleh angka dadu 4. Alhasil bidaknya yang berwarna kuning mendarat sempurna di segitiga rumah.

"Fuck," umpat Zoya lirih. Pasalnya belum ada satupun bidak miliknya yang keluar.

Avo kembali mengocok dadu. Ia berharap mendapat angka 5 supaya bisa mengembalikan bidak Lateef. "Yeezzzz hahaha mampus lo!!"

"Sial."

Kini giliran Iqlima. Baru saja tanganya terulur, pintu kelas terbuka. Menampilkan Biya yang menyuruh mereka masuk.

Lima belas menit lagi istirahat. Mereka tak sabar menyantap makanan lezat. Hitung-hitung memperbaiki mood yang memburuk karena pria yang saat ini sedang membereskan barang-barangnya.

"Baiklah, Bapak akhiri pertemuan hari ini," ujar Pak Tri. "Ingat, ke kantinnya ntar pas bel udah bunyi."

"Siap, ya, Pak."

Sebuah tangan terangkat di barisan depan. "Ada apa, Rouge?"

"Siap, ya, Pak, izin bertanya." Jeda tiga detik. "Apa benar PAS dimajukan?"

MERAH: Ambisi, Dendam & Masa LaluWhere stories live. Discover now