DECLANOUS 9

5K 867 1.5K
                                    

DECLANOUS 9 —

Selesai latihan dance sore ini Reola dipanggil ke pojok ruangan oleh Mavy. Sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan, tapi Reola rasa dia tidak membuat masalah selama dua jam belakang.

"Kalo bisa ikut, ya." Mavy menyerahkan brosur pada Reola, diam-diam sekali seakan itu sebuah rahasia negara.

Sebuah lomba dance individu rupanya, Reola ingin saja ikut, tapi mendekati ujian begini dia jadi ragu. Dia juga takut tidak sanggup, takut mengecewakan apa bila gagal bahkan di langkah pertama.

"Kalo misal ada yang lain yang mau ikut gimana?" tanya Reola akhirnya. Merasa tidak yakin jika dia harus mengiyakan.

Mavy diam sebentar sambil melihat Reola. "Lo nggak sanggup?" Dia justru balik bertanya.

"Duh, takut nggak maksimal, mau ujian juga, 'kan?"

"Kelar ujian lombanya, Reola." Mavy mungkin mengerti kenapa Reola menatapnya seperti saat ini, seakan dia memaksa cewek itu. "Soalnya lo yang gue liat paling berpotensi bisa maju."

Reola diam. Bukannya banyak yang lain? Jodie misalnya? Cewek itu super semangat saat melakukan hobinya ini.

"Gue pikir-pikir dulu ya, Mavy." Reola meringis sungkan, Mavy kelihatannya berharap banyak sementara Reola begitu meragukan dirinya sendiri.

Mavy mengangguk setuju. "Tiga hari, ya. Lo bisa kabarin gue lagi nanti. Silahkan kalo mau balik."

"Oke. Makasih buat hari ini." Reola membungkuk sedikit sebelum pergi mengambil tasnya untuk segera pulang.

Reola rencananya ingin menghubungi Jofi, menanyakan apakah acara cowok itu sudah selesai. Berhubung dia sudah menyuruh Rave dan Declan pulang duluan. Namun, ternyata ponsel Reola kehabisan daya. Dia lupa tidak me-recharge ponsel tadi, karena Jodie membutuhkan colokan juga.

"Sebentar, Reola." Suara Mavy terdengar menyusul diiringi suara langkah yang buru-buru. Reola berhenti dan memandanginya. "Balik sama siapa?" tanya Mavy pada cewek itu.

"Belum tau," jawab Reola setelah diam sebentar. "Boleh pinjem handphone nggak? Mau nelfon abang gue."

"Ayo, gue anterin aja."

Tidak ingin ditolak sepertinya, Mavy langsung berjalan mendahului Reola, yang membuat Reola mau tak mau mengikuti. Yah, daripada tidak dapat tumpangan dan tidak bisa pulang. Lagi pula Reola punya pacar yang tidak bisa diandalkan.

Sebenarnya canggung satu motor dengan orang yang belum lama dikenal begini, tapi Reola tidak punya banyak pilihan. Meski ternyata setelah ke luar gerbang, Reola melihat motor Jofi di depan, cowok itu baru saja selesai bicara dengan Jodie yang sekarang sudah masuk taksi.

"Sama gue, aja." Jofi berhenti di samping motor Mavy yang sudah lebih dulu berhenti karena Reola menyuruhnya.

Segera Reola turun, membiarkan Mavy pergi setelah memberi cowok itu terima kasih. Sepertinya ada hubungan tidak baik di antara Jofi dan Maverick, entah karena tidak kenal atau memang seperti orang bermusuhan begitu.

Jofi orang yang ramah kepada siapa pun, apa lagi karena cowok itu seorang ketua. Ah, mungkin Reola tidak perlu memikirkan hal-hal seperti ini, selagi tidak mempengaruhi hubungan mereka saja.

"Kenapa nggak ngabarin aja, sayang?" tanya Jofi akhirnya kala mereka berhenti di lampu merah.

"Handphone-nya mati," ujar Reola. "Gue pikir acara lo belum kelar juga, sih. Atau mungkin lagi nganter Lou."

Hening sebentar.

"Maaf, ya," ucap Jofi kemudian. "Gue belum bisa jadi pacar yang selalu ada."

Melipat bibir, Reola menghela napas panjang. Ya, mau bagaimana lagi. "Gak pa-pa, gue paham lo sibuk sama urusan angkatan. Jangan lupa aja kalo punya pacar, hehe."

DeclanousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang