DECLANOUS 10

6.8K 968 889
                                    

DECLANOUS 10 —

Declan sudah menunggu di tempat mereka akan makan-makan. Cowok itu duduk santai, tapi serius memperhatikan ponselnya yang miring. Ada earphone di telinga, pasti Declan sedang main game online.

Entah tidak sadar atau memang tidak peduli ketika Reola dan Rave duduk di depannya. Mata Declan sungguhan hanya terfokus ke layar ponsel, dengan alis yang agak berkerut.

Wajah seriusnya saja tampan. Kalau tidak karna dicubit Rave, Reola pasti sudah tenggelam pada ketampanan Declan.

"Apa, sih?" tanya Reola jadi sewot.

"Hotspot, dong."

"Ya, elah gembel."

"Kurang ajar ya muncung lo." Rave langsung memperingati adiknya sambil mendelik, tapi dia tahu anak itu hanya bercanda. "Gak malu sama Declan?"

Sambil merengut Reola mengambil ponsel dan menghidupkan fitur hotspot agar Rave bisa internetan. Yang kemudian malah dipakai cowok itu untuk main game online bersama Declan. Jelas saja Reola semakin pasang wajah masam.

"Gak tau diri banget, anjir," gumamnya sambil mengunyah dimsum. "Dikasih hati minta jantung."

"Daripada cowok lo," Rave membalas, meski matanya fokus ke layar ponsel dan jarinya tap-tap begitu cepat. "Dikasih hati minta meki."

Tangan Reola spontan melayang memukul bahu Rave begitu kuat. Dia jelas diumpati kakaknya itu dan dilihat orang-orang dalam restoran. Declan malah mendengkus geli, seakan menyokong argumen Rave.

"Gak kaya gitu cowok gue," bela Reola kali ini kesal sungguhan. Walaupun Jofi itu terkadang agak tolol, tapi dia tahu pacarnya orang yang baik.

"Belum aja. Semua cowok kaya gitu. Ya, gak, bro?" Rave tertawa, dan lagi-lagi Declan mendengkus kecil tidak menunjukkan bantahan.

Kemudian hanya hening beberapa saat. Sesekali Rave dan Declan bicara soal game yang Reola juga tidak paham. Rave kelihatan fokus sekali seakan jika kalah dia bisa gila.

"Game mulu ah kerjaan lo. Cari cewek gih, Declan aja punya gebetan. Lama-lama gue curiga ya sama lo," celetuk Reola menyipit curiga pada kakaknya.

"Emang iya Declan punya gebetan? Kirain naksir gue," jawab Rave malah sengaja menggoda Reola.

"Dih, gak jelas."

Rave tertawa pelan, masih sambil memperhatikan layar ponsel dan bicara soal adu retri.

"Emang lo gak tau gebetan Declan siapa?" Reola juga justru membahas lebih lanjut. Terlanjur kepo berhubung kakaknya dan cowok itu dekat. Siapa tahu mereka punya sesi curhat atau saling beri tips.

"Temen lo kali," ceplos Rave begitu santai.

Reola diam, melirik Declan yang juga melihat Rave dari ujung mata. Tidak memberi reaksi apa-apa tapi kelihatan agak kesal seolah Rave tadi sebaiknya tutup mulut saja.

"Hmmm." Adalah satu-satunya respons Reola saat itu. Entah kenapa jadi tidak ingin bicara lagi.

"Kelar ini kalian balik duluan aja, ya. Gue ada turnamen bentar lagi," tutur Rave memecah hening setelah berhasil memenangkan satu match yang katanya pemanasan itu.

"Anterin gue balik dulu, lah!" Reola spontan protes.

"Lah, sama Declan aja kenapa, sih?"

Reola agak merengut, suasana hatinya sejak tadi berubah, dia kesal pada Declan tanpa alasan yang jelas. "Nanti temen gue salah paham," kata Reola kemudian. "Pas Declan nginep aja, gue udah disalahin, tuh."

Rave mau tak mau terkekeh, lantas menepuk-nepuk pelan kepala adiknya. "Nanti kalo disalahin lagi biar gue cabein mulutnya, ya? Sana balik sama Declan. Mendung, sayang. Keburu hujan."

Walaupun sering bertengkar, tapi Reola senang sekali kalau kakaknya sudah bersikap sangat perhatian dan penuh kasih sayang begitu. Tentu pula Rave meluluhkan hati Reola, dan dia akhirnya mengalah untuk pulang diantar Declan.

"Minta uang jajan, lah." Yah, tentunya juga dengan syarat.

Rave mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya untuk diberikan pada Reola hanya agar adik semata wayangnya tersenyum ceria.

Lantas Reola mengikuti Declan ke luar. Sebelum naik motor, Declan sudah menurunkan pijakan lebih dulu untuk Reola. Dia juga sempat bertanya Reola ingin mampir ke mana, karena cewek itu tidak mungkin minta uang jajan tanpa alasan.

"Street food," jawab Reola singkat. Mengadopsi  sikap Declan yang apatis itu.

Akhirnya mereka mampir untuk makan lagi, katanya Reola tidak kenyang tadi. Jelas saja, kerja cewek itu hanya mengomel dan komplain. Kemudian gerimis mulai berdatangan.

"Ajak makan, aja," celetuk Declan. Ternyata sejak tadi diam-diam memperhatikan gerak-gerik Reola.

Reola yang cerewet itu, kelihatan sedih sejak memperhatikan kakek berkemeja batik panjang dengan rompi kuning yang sedang mengatur kendaraan di area parkir.

"Sana, keburu makin deres." Declan mendorong Reola dengan kalimat saja. Cewek itu harus berani bertindak sendiri, 'kan?

Cukup lama Reola diam saja, dalam hati geregetan sendiri kenapa si kakek tidak berteduh padahal gerimis semakin lebat. Sampai akhirnya, sosok yang sejak tadi Reola perhatikan itu berteduh di depan mini market. Duduk sendirian di salah satu kursi panjang yang tersedia.

Declan melirik lewat ekor mata ketika Reola berdiri, memesankan makanan untuk si kakek seperti yang Declan bilang. Dia juga meminta penjual sate tempat mereka makan ini untuk meminjamkan payung atau jas hujan. Reola membayar langsung dengan uang yang Rave berikan padanya.

Reola kembali dan duduk di depan Declan, kemudian diam. Memilih fokus makan. Kelihatannya sudah tidak gelisah lagi.

Diam-diam Declan tersenyum samar sekali.

"Cowok lo gak marah?" singgung Declan tiba-tiba.

"Gak tuh." Reola menanggapi cuek bebek. "Dia kan tau lo sepupu gue."

"Kali aja." Declan diam sebentar sebelum melanjutkan, "Biasanya cowok ngerti isi pikiran cowok lain."

Tentu saja Reola langsung tertarik. "Emang apa isi pikiran lo?" tanyanya menantang. "Reola cantik, gitu?"

"Iya," ujar Declan begitu santainya. "Emang gak sadar kalo cantik?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 10, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DeclanousWhere stories live. Discover now