[02]🐻

47 8 0
                                    

Seorang gadis cantik bertubuh ramping, kulit bersih dan rambut yang terurai panjang, baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah bersama seorang guru paruh baya. Sekolah terlihat sepi, sebab seluruh siswa sudah memasuki kelas untuk mengikuti pelajaran.

Kecuali ada tiga orang siswa yang tengah berdiri di tengah lapangan sedang melirik pada Nahla yang tampaknya akan memasuki sebuah kelas.

Hari ini hari pertama Nahla masuk sekolah baru sesuai arahan orang tua Semesta. Tadi memang sudah diantar diantar Bunda Erna, namun sudah pulang duluan karena ada pekerjaan yang sangat mendesak. Jadilah Nahla sendirian datang ke ruang kepala sekolah.

Jangan tanya kenapa Semesta tidak ikut mengantarkannya. Tadi pagi dia memang sudah bersikeras akan menemani Nahla, tapi bunda Erna nggak mau anaknya itu terlambat lagi untuk datang ke sekolah. Anaknya itu emang nggak terlambat, tapi tetap dihukum di lapangan karena tidak memakai atribut lengkap saat upacara berlangsung. Sedangkan dua orang temannya lagi ketahuan datang terlambat. Jadilah ketiganya dijemur di tengah-tengah teriknya matahari.

“Buset! Cakep amat,” celetuk cowok bertubuh tinggi, badan tegap. Namanya Jordan. Melihat Nahla bagaikan melihat bidadari, kedua bola matanya nggak lepas dari setiap gerak-gerik Nahla.

“Anak baru ya?” tanya Nathan, cowok tampan yang suka pesona pada setiap gadis.

“Hooh.”

“Calon pacar gue.” Semesta tersenyum melihat Nahla kini memakai seragam yang sama dengannya.

“Halu lo. Mana mau cewek secantik dia pacaran sama buaya kandang,” ucap Jordan tidak segan-segan menempeleng kepala Semesta.

Semesta mendelik sebal. “Kalau gue bisa dapetin dia, berarti lo yang halu.”

Sedangkan dilain tempat, Nahla baru saja masuk ke kelas 11 IPA A. Kelas unggulan di SMA Zirvanest. Dia berhasil masuk di kelas itu karena melihat semua nilai-nilai Nahla yang sangat memuaskan di sekolah sebelumnya, membuat guru tidak ragu untuk menempatinya di kelas unggulan tersebut.

Bersama seorang guru yang akan mengajar di kelas itu, Nahla berdiri di depan kelas itu membuat para siswanya berdecak kagum akan paras cantik yang dimiliki Nahla, kulitnya bersih dan seputih susu. Tidak seperti mereka banyak pori-porinya.

“Hallo, kenalin nama gue Nahla Ratu Azarel. Kalian bisa panggil gue Nahla, pindahan dari SMA Bina Bakti. Terimakasih.” Nahla tersenyum sopan pada teman-teman barunya. Ada rasa sedikit deg-degan dihati Nahla, seumur hidupnya baru kali ini menjadi anak baru di sekolah. Rasanya sungguh aneh untuk beradaptasi kembali.

“Hai Nahla!”

“Hallo cantik!”

“Cantik banget, jadi pacar gue yuk.”

“Wuuu! Dasar kecebong!”

Berkat respon baik dari teman-teman sekelasnya, membuat rasa canggung yang Nahla rasakan jadi berkurang. Dia pikir, teman-teman barunya akan menyenangkan.

“Jika kalian punya pertanyaan seputar Nahla, nanti bisa kalian tanyakan secara langsung ya. Selamat datang Nahla,  semoga betah disini ya. Kamu bisa duduk di samping Ivanna.” Ucap bu Diah dengan ramah.

“Baik, terimakasih, Bu.”

Sebelum Nahla benar-benar duduk ditempatnya, Gadis bernama Ivanna sudah lebih dulu inisiatif mengangkat tangan agar memudahkan Nahla menemukannya.

“Hai, gue Ivanna.” Gadis berbando merah dikepalanya tersenyum manis pada Nahla.

“Salam kenal.”

“Gue Clarine. Kita wajib temenan sih.” Clarine, gadis berbulu mata lentik itu membalikkan badannya ke belakang menghadap tepat pada Nahla.

“Pasti.” Nahla tersenyum canggung.




ʕ´•ᴥ•'ʔ




“ALA!”

Teriakan tidak asing itu membuat pergerakan Nahla dan kedua teman barunya langsung terhenti di tengah-tengah koridor kelas 11 yang terbilang cukup sepi. Sebab, para siswa sudah berbondong-bondong datang ke kantin setelah jam istirahat berlangsung.

Nahla membalikkan badan, begitupun dengan Ivanna dan Clarine. Mereka menemukan Semesta dan tiga orang temannya sedang asyik duduk di salah satu anak tangga, kemudian keempat cowok itu datang menghampiri Nahla dan teman-temannya.

“OMG, Semesta!” pekik Ivanna tertahan. Melihat Semesta dengan mata berbinar-binar membuat Nahla mengerutkan keningnya.

“Lo kenal?”

“Siapa sih nggak yang kenal Semesta di sekolah ini.” Ivanna tersenyum sambil menatap pada Semesta secara terang-terangan.

Meskipun memang brandalan sekolah, Semesta dan teman-temannya cukup dikenal di sekolah ini. Mereka memiliki wajah tampan, perhatian, friendly dan punya jiwa-jiwa humoris yang membuat semua siswa kagum melihat mereka. Terkecuali dengan satu orang, namanya Alistair. Manusia berhati dingin tidak tersentuh yang berhasil Semesta taklukkan sebagai teman satu gengnya.

Ivanna hendak melanjutkan cerita untuk mengenalkan Semesta pada Nahla. Namun, kedatangan Semesta yang semakin dekat membuatnya mengurungkan niat.

“Mau kemana?” tanya Semesta sambil berkacak pinggang di hadapan Nahla.

“Kantin.”

“Makan bareng gue ayo.” Semesta tiba-tiba merangkul bahu Nahla, namun langsung ditepis oleh gadis itu.

“Ih, nggak mau. Gue mau sama temen-temen baru gue.”

Interaksi antara keduanya, membuat yang lain kebingungan.

“Kalian saling kenal?” tanya Clarine menaikkan sebelah alisnya.

“Kenalin, calon pacarnya Ala.” Semesta dengan pedenya mengulurkan sebelah tangannya pada Clarine.

“Ata!”

“Iya Ala.”

“Ata? Ala? Duh so sweet banget sih kalian. Pacaran aja lah sana,” kata Jordan terkikik geli.

“Oh jadi ini cewek yang waktu itu, Ta?” tanya Nathan.

Semesta tersenyum lebar. “Cantik kan, calon mantu bunda gue.”

Mendengar ocehan Semesta, hanya membuat Nahla menghembuskan nafas pasrah. Pasti mereka bakal dikira pacaran lagi.

“Eh btw kenalin gue Jordan.”

“Gue Nathan. Nah yang kayak kulkas ini namanya Alistair.”

“Hmm, Nahla.”

Kedua cowok itu hendak berjabat tangan dengan Nahla, namun Semesta segera menepisnya. “Heh, nggak usah pegang-pegangan tangan. Tangan lo banyak kuman.”

“Belum punya aja udah posesif. Pacarin lah,” goda Nathan.

“Nahla ini sahabat gue dari kecil, tetangga gue juga. Wajar kalau gue jagain dia dari semua jenis laki-laki. Termasuk kalian.”

“Cieee, Ata cemburu,” lagi-lagi Jordan dan Nathan kompak meledek.

“Jelas dong.” Tanpa ragu Semesta menjawab sejujurnya. Kadang, karena kejujurannya membuat Jordan dan Nathan sebal, Semesta terlalu nggak asyik untuk diajak bercanda.

“Nggak jelas lo. Gue pergi.”

“La, nanti pulang bareng gue!”




ʕ´•ᴥ•'ʔ




Tujuan Clarine hanya akan membeli sirup di minimarket. Dia dan Ivanna akan berencana membuat pesta kecil-kecilan untuk merayakan kehadiran Nahla sebagai teman baru mereka. Sudah menemukan yang dia cari, tiba-tiba sebuah scincare yang terletak diujung minimarket membuat Clarine tergiur untuk membeli. Selagi ada uang, dia memborong beberapa scincare tersebut untuk dirinya. Kebetulan stok di rumah juga sudah menipis.

Usai semua yang dia dapatkan beres, Clarine segera membawa barang belanjaannya ke kasir. Lumayan sekeranjang kebawa pulang. Soalnya bukan dua benda itu saja yang dia beli, ada snack lain pula yang dia ambil untuk cemilan malam hari guna menemaninya belajar.

“Totalnya jadi 335 ribu ya, Kak,” ucap seorang wanita penjaga kasir dengan ramah setelah ia menghitung belanjaan Clarine dan segera memasukkannya ke dalam kantong plastik.

“Oh iya sebentar, Mbak.” Clarine mengode agar sang pegawai kasir menunggu sejenak. Clarine kembali lagi ke belakang minimarket untuk membeli minuman kaleng favoritnya. Dia mulai merasa haus karena mengelilingi minimarket tersebut.

Wajah Clarine berbinar, dia menemukan minuman kaleng favoritnya di dalam sana. Baru saja membuka pintu kulkas, tiba-tiba tangan kekar seseorang menyerobot minuman kaleng favorit Clarine membuat cewek itu langsung melongo. Dia berbalik dengan wajah marah, bersiap akan adu mulut dengan orang itu.

“WOI!” Seorang cowok yang merasa dirinya terpanggil langsung membalikkan badan lagi menghadap Clarine.

Wajah emosi Clarine tergantikan sejenak dengan ekspresi kagetnya. “Alistair?” tunjuknya. Cowok berahang tegas itu lantas menaikkan sebelah alisnya.

“Kok lo ada disini?” Clarine terlihat salah tingkah, cowok cool-nya smazir tiba-tiba berdiri di hadapannya.

Hanya Clarine dan Tuhan yang tahu, jika dia sempat menyukai Alistair. Hanya saja cowok itu susah untuk didekati membuat Clarine perlahan mundur. Sekarang, yang Clarine rasakan untuk Alistair berbeda dengan yang dulu. Ada beberapa alasan yang membuat Clarine harus menjauhi Alistair.

Lain halnya dengan Clarine, cowok itu tampak biasa saja tanpa kaget sedikitpun melihat kehadiran Clarine.

“K-kok lo tiba-tiba muncul?” Eh maksud gue..”

Alistair menggaruk kuping, mukanya tampak terlihat malas meladeni Clarine. “Lo ngomong apa sih?”

“Kembaliin itu minuman, gue duluan yang liat.”

Alistair melirik minuman kaleng yang diambilnya. Dia lantas tertawa smirk. “Emang nenek lo yang produksi?”

Mendengar jawaban menyebalkan dari Alistair, membuat Clarine menggertakkan meliriknya tajam. Memang nggak heran lagi sama sikapnya Alistair, sekalinya ngomong, mulutnya nggak bisa direm.

“Gue nggak mau tahu, balikin minuman itu karena gue mau ambil duluan.”

“Lo kalah cepet,” balas Alistair lantas berjalan menjauh dari Clarine. Dia segera membayar, dan keluar dari minimarket.

Clarine tampak mengeluh sedih. “Itu minuman favorit gue,” gumamnya seraya merengek kecil.

“Awas lo kalau sampai ketemu lagi!”

“Maaf Kak. Kakaknya kenapa ya marah-marah?” tanya seorang pegawai wanita lain menghampiri Clarine. Sejak tadi wanita itu melihat Clarine beradu mulut dengan pelanggan lain di depan kulkas.

Clarine melirik sebentar kemudian menghela napas sabar. “Mbak, itu Olatte masih ada nggak?”

“Waduh, maaf Kak. Kami belum menyetok lagi. Paling datangnya minggu depan,” jawab sang pegawai.

“Yaah.” Clarine berdecak kecil. Sayang sekali kebahagiaannya hancur semudah itu hari ini. “Yaudah deh, makasih ya, Mbak.”

Setelah wanita itu mengangguk sopan pada pelanggannya, Clarine segera membayar belanjaannya. Dia akhirnya mengalah dan mencari minuman dingin merek lain di kulkas daripada dia tidak minum sama sekali.

Clarine hendak berjalan menuju motornya yang diparkir di depan minimarket. Namun, seseorang tiba-tiba memasukkan sesuatu ke dalam kantong belanjaannya.

“WOI!” Clarine tentu terkejut. Dia segera mengecek isi kantong belanjaannya takut ada orang lain yang berusaha mengambil belanjaannya atau memasukkan benda aneh. Namun, prediksi Clarine salah besar saat keningnya berkerut jelas. Dia menemukan minuman kaleng berwarna hijau berada diantara belanjaannya.

Clarins lantas mendongak. Orang yang tadi melakukan itu sudah berjalan agak jauh darinya. Melihat dari jaket yang dipakainya, Clarine pikir dia adalah Alistair yang ditemuinya tadi.

Karena penasaran, Clarine mengejarnya sebelum Alistair menjauh. Dia berhasil menghadang jalan Alistair sehingga cowok itu mau tak mau berhenti mendadak. Cukup terkejut, tetapi dia mampu menyembunyikan ekspresinya.

“Maksud lo apa narok kaleng ini di kantong gue?” tanya Clarine berkacak pinggang, menaikkan dagu.

Alistair malah membuang pandangan dari tatapan mengintimidasi Clarine.

“Kalau ada yang nanya tuh dijawab! Malah bengong,” sentak Clarine.

Mendengar hal itu, Alistair lantas melirik sinis. “Emang lo nggak takut sama gue?”

Tiba-tiba Clarine meledekkan tawa membuat wajah Alistair kebingungan. “Takut? Kenapa gue harus takut sama lo? Emang lo setan?” Kedua bola mata Clarine berputar 90 derajat.

“Ck, lupain. Pertanyaan gue, kenapa lo taro kaleng ini di kantong gue? Sisaan lo kan?” tanya Clarine jadi menuduh.

“Enak aja. Baru tuh.” Merasa tak percaya, Clarine kemudian memeriksa. Ternyata benar, minuman itu masih disegel. Dia jadi malu sendiri karena telah menuduh.

“K-kenapa lo tiba-tiba ngasih ke gue?”

“Karena gue nggak suka ngerusak mood cewek,” jawab Alistair kemudian melangkah menjauhi Clarine lagi.

Clarine terdiam sejenak, tak lama kemudian dia kembali mengejar Alistair dan menghalangi jalannya. Alistair jadi berdecak tak suka.

“BTW, makasih lho,” kata Clarine malu-malu dengan wajah canggung. Hal itu membuat Alistair mengulum bibir. Ekspresi yang ditampilkan Clarine cukup lucu.

Tak ada lagi rasanya yang mau diucapkan Clarine, Alistair kemudian melintas lagi. Namun, sekali lagi Clarine mengikutinya.

“Ish, tunggu dulu kenapa sih? Pengen buru-buru amat.”

“Apalagi sih?” Alistair mulai malas meladeni cewek bawel ini.

“Ngomong-ngomong, gue pengen nanya satu hal, boleh nggak?” izin Alistair.

Gibran sejenak berpikir untuk mengiyakan ucapan gadis itu. “Hmm?”

“Ngomong-ngomong lo pernah pacaran sama Dara, ya?”

Pertanyaan itu membuat wajah Alistair tiba-tiba tidak senang. Ekspresinya mulai horor kalau Clarine lihat-lihat, soalnya dia merinding. Tatapannya mulai menajam sehingga Clarine menunduk, tak berani menatap matanya.

Namun, beberapa detik kemudian cewek itu mencoba memberanikan diri menatap mata Alistair jika dia ingin tahu jawabannya.

“Ssh, horor banget sih tiba-tiba. Padahal pertanyaan gue sederhana lho, mudah dicerna, mudah dipahami, mudah dija—“

“Enggak.” Gibran menjawab lantang.

Clarine terdiam untuk beberapa detik. Kemudian mengangguk-angguk mengerti saja.

“Iya juga sih, lagian—loh?” Clarine celingak-celinguk di tempat, padahal baru beberapa detik saja melepaskan pandangan dari Alistair, cowok itu sudah pergi saja dari hadapannya.

“Tuh orang beneran setan kali ya.”









SEMESTAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang