[03]🐻

40 9 1
                                    

“Mie Terooosss!”

Semesta  baru saja datang ke kantin langsung merecoki Nahla yang sedang menikmati mie gorengnya sebagai menu makan siang ini di sekolah. Baru beberapa suap yang masuk ke dalam mulutnya, Semesta sudah merebut piring miliknya.

“Ih, Ata! Balikin!” Wajah kesal Nahla perlihatkan.

“Nggak sakit tuh lambung isinya mie terus.” Tanpa rasa bersalah, Semesta memakan mie sisa milik Nahla. Namun, cewek itu pasrah dengan wajah dongkol. Sedangkan 2 teman Nahla, tersenyum geli melihat interaksi keduanya.

“Kemarin lo kemana?” tanyanya.

“Rumah Clarine.” Meskipun memang lagi kesal dibaluti wajah juteknya, Nahla tetap memberi tahu Semesta keberadaannya kemarin. Janji mereka sejak kecil, tidak akan merahasiakan apapun satu sama lain, dan tetap saling menghubungi demi keselamatan dan tidak membuat keluarga cemas di rumah.

“Kok nggak bilang? Gue telfon nggak diangkat.”

“Handphonenya gue matiin semalam.”

“Ta!” Tiba-tiba Jordan datang merecoki makan siang Semesta. Namun, ia terlihat buru-buru. Kelihatan dari nafasnya terengah-engah. “Gue cariin dari tadi juga.”

“Apaan sih?”

“Ada info penting.”

“Apa?”

Jordan langsung membisikkan sesuatu ke telinga Semesta. Hingga membuat Nahla yang melihatnya kebingungan sekaligus penasaran dengan obrolan privasi keduanya.

“Kapan?” ekspresi Semesta terlihat terkejut, namun dia berusaha mengendalikan dirinya.

“Hari Sabtu.”

“Oke, deal!” balasnya, tanpa berpikir panjang.

“Sip.”

“Apa yang deal?” Sela Nahla melirik Semesta dengan tatapan seolah mengintimidasi.

Semesta melirik pada Nahla sejenak kemudian terkekeh pelan. “Kepo aja lo.”

“Sejak kapan lo main rahasiaan sama gue?”

“Ciee!” Tiba-tiba Clarine menggoda keduanya. Membuat Nahla melihatnya dengan tatapan bingung. “Emang dasarnya hubungan kalian tuh nggak sekedar sahabat kecil doang ini mah.”

“Dibilangin gue calon pacarnya.”

“Ata, ish!”

“Minimal official. Bukan calon pacar,” sela Jordan ikut-ikutan.”

“Sayangnya Nahla nggak mau.” Dengan santainya Semesta menjawab. Dulu, Semesta pernah ngajakin Nahla buat pacaran, sayangnya cewek itu malah menganggap Semesta bercanda, dan tidak mau mendengar ungkapan perasaan itu lagi dari mulut Ata.

“Jiakh! Udah ketolak duluan ternyata.”

“Dahlah, cabut kuy.” Selesai menghabiskan mie milik Nahla, Semesta segera beranjak dari bangku dan merangkul Jordan untuk keluar dari kantin bersamanya.

“Ata!” Nahla berseru masih setia dengan wajah kesalnya.

“Nanti pesen yang lain aja, biar gue nanti yang bayar.” Semesta berpikir jika Nahla marah karena dia telah menghabiskan makan siangnya.

“Bukan itu!”

Semesta terdiam sejenak, larut dalam pikirannya sendiri. Seakan mengerti dengan tatapan Nahla, cowok itu segera memasang tampang manisnya.

“Gue cuma main, Ala,” jelas Semesta dengan lembut. Tersenyum sejenak pada Nahla, cowok itu lantas segera pergi dari kantin bersama Jordan.

Kepergian Semesta dan Jordan tak lepas dari pandangan Nahla. Gadis itu menghela nafas berat. Dia curiga jika ada sesuatu yang sedang ditutupi Semesta.

“Nggak yakin gue,” gumamnya.

“La, lo bilang kalian sahabatan dari kecil kan?” tanya Ivanna disela-sela makan siangnya. Nahla mengangguk atas pertanyaan temannya.

“Berarti lo tahu semua dong rahasia Semesta?”

“Tau.”

“Termasuk tentang balapan dan tawuran?”

“Hah?”




ʕ´•ᴥ•'ʔ




“La, hari ini Mama mendadak harus ke Bandung. Kamu jagain rumah ya. Jangan kemana-mana, soalnya berita maling berkeliaran lagi di TV.” Namanya Rana, ibu dari anak tunggal bernama Nahla. Wanita berusia sekitar 30-an itu tampak sudah rapi dengan pakaian dinasnya sore itu.

“Terus Mama nyuruh aku sendiri gitu? Nanti kalau aku kenapa-napa gimana?” Nahla yang lagi asyik nonton TV jadi khawatir. Udah tahu ada sekarang banyak maling, sang ibu malah menyuruhnya untuk tetap tinggal di rumah.

“Makanya Mama suruh kamu di rumah buat jagain rumah biar nggak kemalingan.  Nanti jangan lupa kunci semua pintu dan jendela rapat-rapat. Bagian belakang sama samping udah Mama tutup, nanti yang depan jangan lupa dikunci ya.”

“Kalau takut, kamu bisa bawa temen kamu kesini, atau minta temenin Ata. Pokoknya kamu tetep di rumah.”

Diam-diam Nahla menghela nafas berat, kemudian bersikap pasrah. “Iya, Ma.”

“Maaf ya, sayang. Nanti kalau butuh sesuatu beli aja, ya,” lanjut Rana sembari mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah di atas meja.

“Mama pergi ya, kemungkinan besok sore baru balik. Kamu jaga diri, kalau ada apa-apa langsung telfon Ata.”

“Hmm.”

Wanita satu anak itu lantas segera pergi dari rumah, meninggalkan anak gadisnya sendirian di rumah tanpa rasa khawatir. Sejak kecil Nahla sudah terbiasa ditinggalkan kedua orang tuanya. Kadang sering dititipkan ke tetangga hingga akrab dengan bunda Erna. Semua karena tuntutan pekerjaan, kasih sayang orang tua pun jarang Nahla rasakan dari orang tua kandungnya sendiri.

Meskipun Mamanya sering pulang ke rumah, tetap saja Nahla tidak pernah dekat dengan sang ibu. Setelah kembali ke rumah, ibunya kembali melanjutkan pekerjaan kantornya, lalu segera tidur. Besok paginya kembali lagi ke kantor. Begitu seterusnya. Sedangkan ayahnya kini berada di luar negeri. Sudah hampir 2 bulan nggak pulang ke rumah, katanya ada sebuah proyek yang tidak bisa dia tinggalkan. Ayahnya jarang sekali menelfon, tapi kalau uang jajan tetap lancar.

Masalahnya, yang Nahla butuhkan sejak dulu itu bukan uang. Tapi perhatian, kasih sayang, dan kumpulnya keluarga kecil mereka di rumah ini. Hanya saja kedua orang tuanya lebih mementingkan pekerjaan.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Nahla masih setia duduk di ruang tengah menikmati acara televisi. Namun, sayangnya dia sudah merasa takut sendirian di rumah. Biasanya kalau nggak ada orang di rumah, Nahla pasti udah di nginap di rumah Semesta.

Merasa sudah tidak tahan lagi sendirian, ia berniat untuk menelfon teman-temannya. “Hallo? Cla, nginep rumah gue yuk, gue sendirian nih di rumah.”

“Ih mau banget gue, La. Tapi maaf, gue lagi nemenin nenek di rumah sakit.”

“Yah, oke deh gapapa.”

“Next time ya, La. Sorry.”

“Its oke, Cla. Cepet sembuh buat nenek lo.”

“Thanks, La.”

Setelah sambungan telfon bersama Clarine terputus, Nahla lanjut menelfon Ivanna, namun beberapa kali Nahla mencoba menghubunginya, cewek itu tidak menjawab telfonnya. Yang bisa Nahla lakukan hanyalah pasrah. Sekuat tenaga dia mencoba memberanikan diri dan fokus pada acara televisi.

Sayangnya, keberanian Nahla hanya bertahan selama 10 menit. Ketika dia melihat sebuah bayangan tidak jelas sedang bergerak-gerak di luar dekat jendela, tekat Nahla untuk sendirian di rumah runtuh sudah.

“Ih, itu apaan ya?”

“Jangan-jangan maling lagi.” Pikirnya.

“Huwaa, Mama! Aku takut!”

Setelah kepikiran sebuah nama, Nahla kembali mengambil ponselnya dan berniat menelfon Semesta. Untungnya hanya beberapa detik, cowok itu langsung mengangkat telfon.

“Ta? Lo dimana?”

“Gue lagi nongkrong di luar. Kenapa, La?”

“Ta, cepetan ke rumah. Gue takut sendirian.”

“Nyokap lo nggak di rumah?”

“Mama mendadak harus ke ke luar kota.”

“Terus kenapa nggak ke rumah gue, La?”

“Gue nggak dibolehin kemana-mana sama Mama.” Nahla sempat menjelaskan alasan kenapa dia harus tetap tinggal di rumah dan melihat sebuah bayangan di luar di dekat jendela.

“Cepetan lo kesini, ya. Gue takut.”

“Oke, oke. Gue kesana sekarang.”

Cukup lama Nahla menunggu kehadiran Semesta, akhirnya cowok itu tiba di rumah mewah milik Nahla.

“Assalamu’alaikum! Permisi!” Itu suara heboh milik Jordan. Iya, Semesta membawa kedua temannya kesini agar suasana di rumah Nahla tidak terlalu menegangkan.

“Diem geblek, ganggu tetangga aja lo,” sinis Nathan sambil menoyor kepala Jordan dengan pelan.

“Hehe, maap.”

“La? Ala! Ini gue Ata!” Semesta mencoba menekan bel dan bersuara di depan pintu. Niatnya tadi mau langsung masuk aja, tapi pintunya udah dikunci Nahla dari dalam.

Tak lama kemudian, Nahla datang membukakan pintu. Melihat kehadiran Semesta gadis itu langsung bernafas lega.

“Lama banget sih lo, gue takut tau!” Karena gemas, Nahla refleks memukul lengan Semesta. Tidak tahu saja cowok itu jika hampir setengah jam Nahla gemetaran di rumah.

“Udah tau penakut masih aja sendirian di rumah,” ucap Semesta sembari masuk ke dalam rumah lalu berjalan menuju ruang tengah.

“Hallo, Ala.” Jordan dan Nathan kompak menyapa dengan ramah.

“Gue sengaja bawa mereka kesini biar nggak terlalu sepi.”

“Gapapa kok, silahkan duduk.”

“Widih, rumahnya cantik banget,” kata Nathan ketika dirinya dan Jordan melihat-lihat sekitaran rumah Nahla nan tampak mewah, besar, dan bersih.

“Shalawatin, Bro. Siapa tau rumah masa depan kita begini,” tutur Jordan.

“Amin.”

“Emang tadi ada maling disini?” tanya Semesta sudah duduk santai sambil mencomot makanan ringan milik Nahla. Sedangkan Jordan dan Nathan memilih melanjutkan bermain game online yang sempat tertunda barusan.

“Ya nggak tau, tadi gue liat ada yang gerak-gerak disana.” Nahla menunjuk jendela yang tertutup gorden itu.

“Ih, Ata! Mau kemana?” Nahla menarik lengan semesta ketika cowok itu berdiri hendak mengecek ada apa diluar jendela.

“Ya ngecek lah.”

“Nanti kalau diem-diem lo di serang gimana?”

Semesta tertawa gemas. “Ngawur lo. Bentar doang kok.”

Meski ragu, Nahla akhirnya melepaskan tangannya dari lengan Semesta. Kemudian, tanpa rasa ragu Semesta menyingkap gorden itu sambil tetap berwaspada.

“Ini yang lo bilang maling?” Semesta menghembuskan nafas malas. Sedangkan Nahla sedikit mengintip ke jendela, lalu terkejut saat yang dilihatnya bukanlah seorang maling.

“Cuma kucing doang.” Iya, kucing. Kucing hitam lagi main-main sama kantong kresek. Untung saja bikan maling, Nahla dapat bernafas lega karenanya.

“Jutek, jutek gini Ala penakut juga ternyata.” Disela-sela sibuk dengan gamenya, Nathan terkekeh melihat reaksi ketakutan Nahla.

“Apa?” Nahla kembali memasang wajah jutek seraya berkacak pinggang menatap Nathan.

“Becanda, La.”

“Tidur gih, udah jam 10. Besok masih sekolah loh,” kata Semesta kembali duduk di atas sofa.

“Gue nggak bisa tidur.” Nahla mengambil duduk di samping Semesta.

“Dipaksain aja, La.”

Nahla diam sejenak. Antara mau tidur atau enggak. Soalnya dia malas sendirian di kamarnya. Tapi besok dia nggak boleh telat datang ke sekolah.

“Lo nggak kemana-mana kan?”

“Enggak, gue bakal tetap disini.” Nahla mengangguk-angguk atas jawaban Semesta.

“Tidur gih.”

“Bener ya?”

“Emang gue pernah ingkar janji sama lo?” benar juga sih, Semesta nggak pernah ingkar janji sama Nahla. Bahkan tanpa diminta pun, Semesta akan tetap menjaga Nahla dimanapun cewek itu berada.

“Kalian berdua juga nginep disini kan?”

“Iya, La. Aman,” sahut Jordan.

“Itu disana ada kamar tamu, kalau mau, pake aja.”

“Enakan tidur depan TV, La.”

“Terserah deh. Kalau mau makan ambil aja di dapur.”

“Baik bener si, Ala. Jadi pacar gue aja yuk.” Kata Jordan lagi.

“Langkahin dulu mayat gue sini!”

Semesta maju, pengen bikin perhitungan sama temennya, tentu saja nggak terima sama ucapan Jordan meski hanya bercanda. Melihat itu, Nahla hanya bisa geleng-geleng kepala. Biarkan saja mereka bergelut malam ini.

“Gue ke atas dulu.”









SEMESTAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang