#2 - Tawaran Menggiurkan

29 3 5
                                    

Dua hari berikutnya, Roy menyambangi Eddy. Bukan di kedai es krim seperti biasa, melainkan di sebuah rumah makan padang yang baru dibuka beberapa waktu lalu. Lelaki itu memarkir motornya di halaman, membuka helm, dan berkaca sebentar di spion sebelum melangkah masuk. Seorang pramusaji perempuan yang berjaga di palung* menyapa. Roy tersenyum genit dan mengangkat tangan sebagai isyarat kalau ia akan memesan nanti.

Dengan perawakannya yang tinggi, tegap, serta gaya modis, mudah baginya membuat si pramusaji perempuan tersipu. Roy tertawa pelan lalu bergegas menuju meja di mana Eddy berada.

"Jale, lo makan sendirian aja?"

Pria berumur empat puluhan itu terperanjat karena bahunya ditepuk. Tadinya ia ingin marah lantaran waktu makannya terganggu, tapi setelah tahu siapa tersangkanya, ia pun tersenyum antusias. "Eh, Om Roy. Lu orang kok tahu gua di sini?"

"Sekretaris lo yang kasih info ke gue," sahut Roy seraya menarik kursi plastik di hadapan Eddy kemudian mendudukinya.

Eddy mengangguk. Ia hendak memanggil pramusaji untuk memesankan Roy makanan, tetapi langsung ditolak.

"Lo lanjut makan aja, Jale," ujar Roy sembari bersandar pada kursi.

Setelah mendapat izin oleh yang lebih tua—dari segi umur—Eddy kembali menyantap makan siangnya. "Om Roy, lu tahu nggak, ini restoran padang terenak yang pernah gua datengin." Tangannya yang putih gemuk tak pernah berhenti menyuap sampai isi piringnya tandas. "Ya, meski gua akui, lu punya masakan masih jauh lebih enak dari ini. Kalau suatu saat Om pensiun dan buka restoran padang, nanti gua yang biayain."

Roy terkekeh-kekeh sembari menopang dagu. "Gue nggak mungkin pensiun dari kerjaan ini, Jale. Cuma kerjaan ini yang bisa menghidupi orang dengan muka prokem* yang nggak punya identitas kayak gue."

"Aiya, siapa tahu Om punya cita-cita, kan? Apa gitu? Bilang aja, nanti gua bakal bantu usahain. Hitung-hitung sebagai balas budi dari gua dan baba."

Roy mengetuk-ngetuk meja, berusaha keras untuk tidak terbahak-bahak. Memangnya apa yang sudah dia lakukan? Tidak ada sebenarnya. Ia hanya berbisnis. Empat puluh lima tahun lalu, ia yang saat itu memakai identitas Rusli mencoba peruntungan dengan pergi ke Kota Mandor* untuk menjadi penambang emas. Tak lama, ia menemukan celah yang cukup menjanjikan. Jika dalam sehari ia bisa menyelundupkan nol koma sekian gram bijih emas, dalam setahun ia bisa menjadi tuan tanah. Maka dari itu, ia mengumpulkan beberapa lelaki tak takut mati dari Agam untuk pergi ke Kalimantan bersamanya.

Sayangnya, kedatangan Kaigun* yang memorak-porandakan tatanan hidup masyarakat kala itu tanpa disangka ikut berdampak pada pertambangan tempat Roy bekerja. Kepemilikan beralih. Tak ada lagi orang Belanda yang hilir-mudik, semua tergantikan oleh tentara Jepang yang akan tanpa segan menghajar para buruh dengan ujung senapan yang mereka bawa. Masa sulit dan mencekam itu mengharuskan Roy beradaptasi. Sampai akhirnya ia diterima menjadi anggota sameo konan hokokudan* berpangkat hanya dengan bermodalkan keahliannya menjilat dan beladiri yang mumpuni. Pikirnya, daripada harus menjadi bagian dari praktik romusha, lebih baik ia bekerja di bawah ketiak penjajah dan melupakan sindikat pencuri emas yang dibentuknya itu. Jalannya menjadi pembantu polisi di Mandor cukup mulus, meski beberapa kali ia harus berhadapan dengan maut karena dendam dari orang-orang yang dulu dibawanya ke Kalimantan.

Pertemuan pertamanya dengan ayahnya Eddy kemudian terjadi saat Jepang mencurigai adanya gerakan pemberontakan oleh para aristokrat anggota organisasi politik Nissinkai*. Tidak seperti Jawa di mana organisasi-organisasi politik mulai diperlonggar pendiriannya, di Kalimantan saat itu hanya Nissinkai yang mendapatkan restu Kaigun.

Ketika para anggota Nissinkai mulai diciduk satu per satu, ayahnya Eddy membuat perjanjian dengannya. Jika dirinya bisa menyelinapkan ayahnya Eddy ke Jawa, dirinya bisa mendapatkan sebagian lahan perkebunan karet miliknya di Sintang. Penawaran si tauke* begitu menggiurkan bagi Roy, tetapi terlalu berisiko. Jadi, Roy melobi bahwa dia hanya bisa mengantar sampai Pangkalan Bun melalui Sungai Kapuas, selebihnya harus berjuang sendiri jika ingin keluar dari Kalimantan. Tanpa diduga ayahnya Eddy menyetujui.

Mencuri Tanah KahyanganWhere stories live. Discover now