─ 08 ʿ

165 67 22
                                    

Tungkai Seonghwa melangkah menuju rooftop asrama. Ia baru saja menerima panggilan suara dari Hongjoong yang menyuruhnya untuk pergi ke sana.

bruk!

Seseorang menabrak bahunya dengan keras. Seonghwa melihat pemuda yang ada di depannya dengan alis menukik.

Ia berdecak kesal, "kau ini kenapa, San?"

Bukannya menjawab, San yang baru saja menabrak Seonghwa malah menarik tangannya secara kasar dan membawa Seonghwa pergi dari sana.

"Ikut aku."





-





"Ada apa membawaku kemari?" tanya Seonghwa.

Kini mereka berdua berada di kamar San. Seonghwa tidak mengerti kenapa temannya itu membawanya kemari secara paksa dan tidak memberitahu alasannya.

San menghela nafas. "Tadi aku masuk ke dalam kamar Mingi."

Seonghwa menaikkan sebelah alisnya. "Apa yang kau lakukan ke dalam kamar seorang pembunuh?" tanyanya jengkel.

San menatap tajam Seonghwa, sungguh ia tidak suka dengan pertanyaan Seonghwa yang mengatakan Mingi seorang pembunuh.

"Dia bukan pembunuh. Dengarkan aku dulu!" tukas San.

San merogoh sakunya dan mengeluarkan kertas yang ia robek dari buku Mingi. San menyodorkan kertas tersebut pada Seonghwa.

Seonghwa menerimanya dengan tatapan bingung, lantas ia membuka kertas yang dilipat itu dan membaca isinya.

"Aku menemukan itu di buku Mingi. Akhir-akhir ini Mingi selalu datang padaku dan hilang begitu saja, dia selalu mengatakan kata-kata yang aneh. Awalnya aku percaya jika Mingi yang membunuh Wooyoung, tapi setelah membaca itu—aku menjadi ragu." Kata San.

Sedangkan, Seonghwa sedang membaca kertas itu dengan ekspresi konsentrasi di wajahnya yang tegas. Lalu tatapannya beralih pada San.

"Kesimpulannya?" tanya Seonghwa.

"Mungkin saja Mingi sudah mati tanpa sepengetahuan kita." Balas San.

"Kau yakin jika Mingi sudah mati?" tanya Seonghwa sekali lagi, menurutnya itu tidak masuk akal.

San mengangguk, "saat pemakaman Wooyoung, aku berjalan di sekitar sana dan aku menemukan kuburan dengan batu nisan yang bertuliskan nama Mingi. Dan tepat setelah itu aku memimpikan Min—"

"Sebuah nama terkadang pasaran dan kau yakin jika Mingi sudah mati karena melihat kuburan itu? Pemikiran macam apa itu, San?" sela Seonghwa.

"Dengarkan aku dulu dan jangan menyela ucapanku!" seru San.

"Mingi memberitahuku sesuatu tapi aku tidak paham dan kertas itu sedikit membantu menjawab pertanyaan yang ada dalam pikiranku. Dan aku berpikir jika.." San menggantungkan ucapannya sejenak.

"Jiwa kita sudah terikat dan kita semua adalah tumbal selanjutnya, seperti yang tertulis di sana. Tujuh tumbal dan sudah ada dua—atau tiga teman kita yang sudah mati." Kata San dengan suara yang lirih.

Seonghwa tertegun mendengar penuturan temannya itu, lalu setelahnya ia tertawa.

"San, kau percaya pada tulisan itu? Bagaimana jika Mingi masih hidup dan itu hanya rekayasa agar Mingi bisa selamat dari pengejaran polisi. Iblis dan pemuja iblis yang menginginkan hidup yang abadi itu tidak ada San! Lagi pula kau melihat sendiri rekaman cctv itu, ada Mingi di dalam sana!"

San menelan ludah, terdiam. Otaknya berpikir keras untuk menjawab perkataan Seonghwa.

"Bisa saja itu hantu yang menyamar menjadi Mingi?" tanya San ragu.

highway to hellWhere stories live. Discover now