1. Terbangun di Tempat Asing

369 31 0
                                    

Langit-langit bewarna putih menjadi pemandangan kala seorang pria bertelanjang dada itu membuka mata. Ia berulang kali berkedip guna menelisik di mana kiranya ia berada sekarang. Hening. Tidak ada siapa pun di ruangan itu, tetapi ia yakin sebelumnya tidak hanya dirinya saja yang berada di sana.

Pria itu berusaha bangkit dari ranjang. Seketika, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh yang sontak membuatnya mengerang keras. Tidak ada pilihan yang bisa dilakukannya saat ini selain menunggu dan beristirahat di ranjang yang sedikit berbunyi itu.

"Ah, kamu sudah bangun?" Seorang wanita tiba-tiba saja memasuki ruangan lalu mendekat menuju ranjang.

Pria itu menatap bingung dengan kedatangan sang wanita.

"Tenang. Aku bukanlah orang jahat," kata wanita itu sembari meletakkan sebuah nampan di atas nakas.

"B-bisa bantu aku bangun? Sulit untukku menggerakkan tubuh," kata pemuda itu sedikit ragu.

Wanita itu mengangguk pelan lalu membantu pria itu bangkit dari posisi tidurannya dengan hati-hati.

"Makasih."

"Sama-sama." Sang wanita mengambil nampan lalu menyodorkannya pada pria itu. "Makanlah. Akan kuceritakan nanti, bagaimana kamu bisa ada di sini. Ah, iya, namaku Kinar. Beritahukan juga siapa namamu agar memudahkan kita berkomunikasi."

Pria itu mengambil nampan berisi makanan dari tangan wanita berambut sebahu itu lalu berkata, "Namaku Mars."

"Baiklah, Mars. Kamu makan saja terlebih dahulu. Aku harus keluar sebentar. Janji, gak akan lama. Ingat pula bahwa aku bukan orang jahat."

Kinar tidak membiarkan Mars menanggapi ucapannya. Ia pergi dengan cepat meninggalkan pria yang memiliki banyak pertanyaan di pikiran itu.

"Kenapa aku bisa bisa ada di sini?" Mars bertanya bingung pada diri sendiri sambil memperhatikan sekeliling. Ia berada di sebuah ruangan kecil yang tertata rapi dan bersih.

"Apakah benar dia orang baik? Apa mungkin dalam makanan ini ada racunnya?" Keraguan menghinggapi Mars. Ia lalu mengecek dengan teliti makanan yang ada di tangannya. "Tapi aku lapar."

Merasa tidak memiliki pilihan lain, Mars memutuskan memakan makanan yang diberikan Kinar. Sejujurnya ia khawatir, tetapi cacing yang ada dalam perutnya tidak bisa diajak kompromi. Cacing-cacing dalam perutnya sudah berunjuk rasa meminta si pemilik tubuh memberikan asupan makanan untuk mereka.

Tidak butuh waktu lama bagi Mars menghabiskan makanan itu. Kini, cacing-cacing dalam perutnya tidak lagi menuntut haknya.

"Sampai saat ini, gak ada reaksi apa-apa setelah memakan makanan itu. Sepertinya Kinar tidak memiliki niat buruk padaku." Mars bermonolog.

Pikirannya kemudian berkelana jauh. Lebih tepatnya, ia tengah menggali ingatannya sendiri. Saat itu, ia tengah merayakan kemenangan sebagai seorang atlet tinju kelas Welter. Dapat dikatakan bahwa dirinya merupakan pendatang baru yang cukup disegani lawan-lawannya.

Sayangnya, tidak hanya disegani dan disanjung, ada sebagian dari mereka yang menaruh rasa tidak suka pada Mars. Sepulang dari tempat perayaan, Mars dihadang oleh beberapa orang. Dalam kondisi setengah mabuk, Mars berusaha melawan orang-orang itu, tetapi hal tersebut tidak memberikan pengaruh apa-apa. Akhirnya, Mars dihajar habis oleh orang-orang itu.

"Setelahnya aku gak tahu apa yang terjadi dan tahu-tahu terbangun di sini," gumam Mars mengakhiri pengulangan memori di otaknya.

Tidak ingin berlama-lama dalam kebingungan, Mars beranjak dari ranjang dan menggerakkan kakinya perlahan meninggalkan kamar. Tepat di depan pintu, ia bertemu dengan Kinar. Dengan khawatir wanita itu membantu Mars kembali ke ranjang.

"Kamu istirahat saja. Kenapa malah keluar kamar? Keadanmu belum pulih," omelnya.

"Aku ingin mencari tahu kenapa aku bisa berada di sini. Seingatku, terakhir kali ada beberapa orang yang menyerang. Selebihnya gak tahu apa yang terjadi."

Kinar mengembuskan napas berat. "Aku juga gak tahu apa yang udah terjadi padamu, tapi aku menemukanmu hanyut di sungai saat mengambil air. Keadaanmu lumayan parah, karena sungai itu banyak bebatuan. Lihat saja tubuhmu yang dipenuhi luka karena tergores bebatuan tajam."

Penjelasan Kinar sontak membuat Mars memperhatikan kondisi tubuhnya sendiri. Selain tidak mengenakan pakaian, terdapat luka-luka gores di lengan, leher, serta perutnya.

"Masalahnya kenapa aku gak pakai baju? Kamu gak melakukan apa-apa, kan, padaku?" Mars seketika bertanya dengan tatapan serius dan sedikit mengintimidasi.

"Begitukah caramu menatap orang yang sudah menyelamatkanmu? Juga, aku gak melakukan apa-apa padamu. Bajumu itu sobek dan compang-camping, dan gak bisa digunakan lagi. Sedangkan celana, ya, lihat sendiri masih dalam keadaan baik."

"Maaf jika aku mengucapkan kata-kata yang mungkin menyakiti hati. Aku sangat berterima kasih padamu karena telah menyelamatkanku. Gak tahu apa yang akan terjadi jika kamu gak menemukanku saat itu. Mungkin aku sudah mati."

"Santai saja. Sebagai sesama manusia, sudah sepantasnya kita saling tolong menolong," balas Kinar. "Sebaiknya kamu istirahat saja. Tubuhmu masih belum pulih."

Mars mengangguk. "Tapi sebelum itu, bisakah aku mendapatkan pakaian? Udaranya mulai dingin," keluhnya.

"Ada, pakaian, tapi punyaku. Kamu mau?"

"Gak, makasih." Tanpa perlu berpikir, Mars menolak tawaran baik Kinar.

"Oke, akan kuambilkan." Tampaknya, Kinar tidak menerima penolakan. Dengan cepat ia meninggalkan kamar dan mengambil pakaian yang memang sudah disiapkan olehnya untuk Mars.

"Pakailah," ucap Kinar sambil menyerahkan sepasang pakaian olahraga bewarna cokelat tua.

"Benar ini pakaianmu? Terlihat seperti pakaian laki-laki."

"Kamu, tuh, cerewet banget, ya. Ini pakaian olahraga. Gak ada bedanya, kan, dengan pakaian laki-laki? Jangan banyak tanya dan cepat tidur. Untuk seorang yang ditolong, kamu terlalu cerewet."

"Oke," sahut Mars singkat tanpa membalas omelan Kinar.

Setelah Kinar meninggalkan kamar, Mars langsung mengenakan pakaian yang diberikan oleh wanita itu. Setelahnya, ia kembali berbaring dan menutup kelopak mata, sebab malam sudah semakin larut. Tepatnya Mars tidak tahu sekarang sudah jam berapa dan tanggal berapa.

Mars terlelap dengan nyenyak. Ia bahkan tidak sadar saat pintu kamar yang ditempatinya terbuka perlahan. Derit pintu itu memecah keheningan, tetapi tidak juga membangunkan pria yang terbaring di ranjang.

"Pelan-pelan atau kamu akan membangunkannya," bisik Kinar pada seseorang yang ada di sebelahnya.

Lawan bicara Kinar mengangguk lalu memasuki kamar dengan perlahan dan hati-hati. Ia menoleh pada wanita itu yang dibalas acungan jempol olehnya.

Jantung pria berkulit putih itu berdegup kencang. Tangannya yang terkepal berusaha menenangkan irama detak jantungnya yang semakin menggelora. Namun, tidak memberikan efek apa pun.

"Ayo cepat," bisik Kinar dari ambang pintu.

Pria itu melangkah mendekat menuju ranjang dengan pelan dan sangat hati-hati. Tidak butuh waktu lama mencapai ranjang yang dihuni oleh Mars itu. Sesaat, pria itu bergeming di tempatnya sambil memperhatikan kondisi Mars.

"Hmm." Erangan lembut yang keluar dari mulut Mars seketika memompa jantung pria di sebelah ranjang itu dengan kencangnya. Dengan mengejutkan, Mars membuka kelopak mata. Pria itu hanya bisa membatu di tempatnya. 

Bersambung...

Sunshine HurricaneWhere stories live. Discover now