3. Sekilas Tentang Karang

165 18 0
                                    

Haloo ... halo ....
Akhirnya, setelah sekian lama, Sunshine Hurricane update juga 🤧 Maaf banget untuk yang udah nunggu cerita ini update. Eh, tapi, emang ada yang nungguin 🤧🤐 Untuk ke depannya, aku juga belum tahu bisa update secara rutin atau enggak, karena kesibukan di dunia nyata dan dunia fiksi di akun pertama. Emang si pemburu event ini, ya 😾, tapi tenang aja, cerita ini akan tetap selesai, meskipun gak tahu kapan.

Cukup edisi curhatnya, yuk, langsung dibaca aja. Kisah lanjutan Mars dan Karang.
Happy reading 🌈✨


***

Mars menghirup dalam-dalam udara yang perlahan masuk ke paru-parunya. Udara di kampung tempat tinggal Kinar sangat segar dan bersih. Belum lagi dengan pepohonan yang tumbuh di sekitar. Semakin membuat siapa saja yang berkunjung ke sana betah berlama-lama.

"Gak nyangka aku bisa dibuang di tempat asri dan sejuk begini. Adem banget. Gak kaya di kota. Di mana-mana ada polusi. Penduduknya juga ramah-ramah." Monolog Mars sambil sesekali menggerakkan lengannya. Sakit memang, tetapi ia tidak akan pernah sembuh jika terlalu memanjakan rasa sakitnya itu.

"Hei, anak muda. Bisa bantu Bapak membawa ubi-ubi ini ke kereta kuda?" Seorang pria yang dipenuhi peluh berucap sedikit berteriak.

Mars menoleh lalu menunjuk dirinya sendiri. "Saya, Pak," katanya.

"Iya, kamu. Saya baru saja memanen ubi, tetapi encok saya mulai kambuh. Bisa tolong saya membawa karung-karung ini ke kereta kuda. Tidak jauh, bukan? Bapak yakin kamu bisa melakukannya. Kamu terlihat sehat dan kuat," tukas pria itu memberikan penjelasan.

Mars melihat ke arah kereta kuda yang letaknya tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia lalu mengangguk dan turun ke ladang ubi tersebut. Meskipun keadaannya belum pulih, tetapi otot-otot tubuhnya sudah diminta untuk digerakkan. Mengangkat beberapa karung ubi bukanlah hal yang sulit untuknya.

Tidak butuh waktu lama, Mars sudah mengangkut delapan karung ubi dan diletakkan di kereta kuda. Tersisa setengah karung ubi yang belum diangkut. Karung tersebut diletakkan di pundak. Ucapan sang bapak pemilik lahan ubi itu seketika menghentikan langkahnya.

"Benarkah, Pak?" Mars bertanya tidak percaya.

"Iya. Bapak memberikan setengah karung ubi itu untukmu sebagai ucapan terima kasih. Bapak tidak bisa memberikan imbalan berupa uang, karena Bapak belum menjual ubi-ubi itu," tukas sang bapak memperjelas.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya justru berterima kasih karena Bapak memberikan saya ubi-ubi ini. Terima kasih, Pak. Saya permisi jika begitu."

Mars berlalu meninggalkan pemilik lahan yang terlihat sedang mengipasi diri dengan topinya yang mulai lepek karena keringat.

"Gak nyangka aku akan dapat ubi sebanyak ini," gumam Mars di sela-sela langkahnya.

Pria itu bersenandung ria sambil mengangguk sebuah karung di pundaknya. Seketika, langkahnya terhenti kala melihat bayangan seseorang. "Karang?" gumamnya lalu mempercepat langkah. Mars berlari menyusul pemuda yang berjalan menjauhinya.

"Karang!" Panggil Mars lalu menarik lengan pemuda itu yang sontak membuatnya berbalik.

"Salah orang, Mas. Saya bukan Karang." Pemuda itu berucap kesal lalu pergi meninggalkan Mars yang bergeming di tempatnya.

"Jelas-jelas aku melihat Karang. Apa aku hanya berhalusinasi?" tanya Mars pada diri sendiri. Ia lalu berbalik meninggalkan tempatnya dan kembali ke kediaman Kinar.

Sunshine HurricaneOnde histórias criam vida. Descubra agora