8. Pertemuan Pertama

117 13 0
                                    

Hehehe, update 🤭
Selamat membaca 🤗

***

Kedua kelopak mata itu belum juga menutup meski malam sudah semakin larut. Pikiran sang empunya masih berkelana. Mencoba memahami segala tindakan yang dilakukan Mars. Tidak lain adalah teman Karang sendiri.

Karang berdecak sebal sembari mengacak rambut frustrasi. "Aku gak bisa tidur, tapi Mars tidur dengan nyenyak," ucapnya dalam hati seraya memperhatikan Mars yang tidur di sebelahnya.

"Gak adil, Mars. Kau membuatku pusing dan kepikiran dengan sikapmu hari ini. Aku tahu kau perhatian, tapi ini sudah berlebihan."

Karang berbalik. Mars begitu perhatian padanya hari ini. Hal tersebut membuatnya tidak tenang sama sekali. Pikirannya masih disibukkan dengan segala sikap Mars yang diketahui pasti apa alasannya.

Embusan napas kasar memenuhi ruangan sepi dan tenang itu. Ingatan Karang berputar ke masa putih abu-abu dulu. Lebih tepatnya pada enam tahun yang lalu.

***

Seorang remaja laki-laki dengan rambut yang terlihat acak-acakan memperkenalkan diri di depan kelas.  Ini merupakan hari pertamanya berada di SMA Raksa Abadi. Menjadikannya sebagai siswa baru di sekolah dan kelas itu.

Namanya Mars. Siswa baru itu tidak sulit beradaptasi di SMA Raksa Abadi. Sifatnya yang mudah bergaul dengan orang lain membuatnya memiliki banyak teman. Namun, sayang, ia juga dikenal sebagai biang onar. Senang mengusili orang lain, bolos dan berkelahi. Ya, seperti itulah seorang Mars.

"Bro, gue bosen, nih. Gimana kalau kita gangguin cewek-cewek?" usul seorang remaja berambut ikal sembari merangkul teman di sampingnya.

"Enggak, deh. Terakhir kali gue ganggu mereka, gue disiram kuah bakso. Gila, malu banget gue," balas remaja berambut coklat gelap itu. Sedangkan teman-temannya yang lain hanya memilih tertawa.

"Gimana kalau dia aja?"

Mars memperhatikan seseorang yang dimaksud oleh temannya. "Kenapa dia?" tanyanya dengan kerutan tipis yang tercipta di kening.

"Lo lihat aja, Mars. Dia itu cupu. Gak pernah, tuh, gue lihat dia main dengan yang lain. Dia bahkan kalah jauh dari lo yang notabenya siswa baru. Gimana kalau dia kita jadikan babu kita aja?" usulnya.

Mars berdecih. "Boleh juga usul lo. Kebetulan gue juga butuh seorang pesuruh," balasnya lalu melangkah mendekati seseorang yang tengah duduk tenang di kursinya.

Gebrakan di meja itu sukses membuat sang empu melihat ke arah Mars. Namun, beberapa detik setelahnya ia kembali memfokuskan diri pada sebuah buku yang ada di tangannya.

"Gue Mars."

Uluran tangan Mars dibalas. "Karang," ucapnya singkat sebelum kembali memfokuskan diri pada bukunya.

"Gue lihat-lihat, lo selalu di kelas. Lo gak bosan apa? Atau lo gak punya teman?" Mars bertanya berani pada seseorang baru dikenalnya sebatas nama itu.

"Bukan urusanmu," balas Karang dingin.

"Ya elah, Bro. Gak seru amat lo, jadi orang. Kita ini makhluk sosial. Gak mungkin hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain. Gimana kalau kita berteman?"

"Aku gak mau berteman dengan orang sepertimu."

Jawaban Karang sontak membuat Mars tercengang. Tidak disangka jika Karang yang terlihat lugu dan pendiam itu akan berucap demikian.

"Kenapa dengan gue? Semua orang senang berteman dengan gue."

"Itu menurutmu. Gak semua orang yang berada di sekitarmu tulus berteman denganmu. Kau itu pembuat onar dan senang berkelahi. Apakah menurutmu mereka yang kau usik akan senang dengan semua itu? Kau bahkan dibenci dan aku salah satu di antara mereka. Aku gak mungkin berteman dengan orang sepertimu," tukas Karang panjang lebar lalu beranjak dari tempat duduknya.

"Lain kali, jangan ganggu aku!" ucapnya lagi sebelum berlalu pergi.

Mars tercengang di tempat. Sedikit pun ia tidak pernah berpikir jika Karang akan berucap demikian. "Gila. Dia lebih berani dari apa yang gue kira," komentarnya.

Begitulah pertemuan pertama Mars dan Karang yang dapat dikatakan tidak begitu baik. Akan tetapi, sejak saat itu, Mars merasa tertantang untuk mendekati Karang. Tujuannya ialah mendapatkan hati Karang, tetapi bukan dalam konteks romantis.

Mars berniat menaklukkan Karang. Menjadikan lelaki itu sebagai seorang pesuruh pribadinya. Akan tetapi, Karang tidak selemah yang terlihat. Mars pun belum melakukan apa-apa, selain mendekati dan membuat cowok itu kesal.

"Jangan sok jadi pahlawan lo!" Mars berucap kesal sembari mendorong Karang hingga membuat cowok itu tersungkur. "Merasa hebat karena gue gak pernah melukai lo, hah?"

Karang bungkam tanpa kata. Mars sangat marah sekarang. Alasannya ialah karena cowok itu mendekati seorang gadis, tetapi tidak mendapatkan respon yang diharapkan oleh Mars. Sebagai seseorang yang tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik, Mars menyakiti gadis itu dan Karang berusaha menolongnya.

"Lo bilang lo bukan teman gue, tapi kenapa lo peduli dengan apa yang gue lakukan? Atau jangan-jangan lo suka sama cewek itu?" Mars bertanya dengan tatapan nyalang.

"Karena kau menyakitinya," jawab Karang singkat.

"Kalau lo sebegitu gak pengennya gue menyakiti cewek itu, maka lo yang harus menggantikannya. Mulai sekarang lo jadi babu gue. Apa pun yang gue katakan, lo harus menuruti!" ucap Mars penuh penekanan.

"Kau itu sampah, bahkan lebih buruk dari sampah."

Ucapan Karang membuat Mars naik pitam. Ia lalu mencekik leher cowok itu, tanpa mempedulikan Karang yang kesulitan menghirup oksigen.

"Gue bisa melakukan hal-hal yang lebih parah dari ini. Kalau lo mau selamat, lakukan apa yang gue katakan," katanya lagi lalu melepaskan cengkraman tangannya di leher Karang.

Karang memegangi leher sambil terbatuk. Kepergian Mars ditatapnya lama sebelum punggung cowok itu menghilang di balik pohon besar. "Sepertinya Mars sangat marah dan gak main-main dengan ucapannya."

***

Erangan lembut menarik atensi Karang yang asyik bernostalgia. Ia membalik tubuh menghadap Mars yang terlelap dengan sangat nyenyak dan tenang.

"Kau memperlakukanku sangat buruk saat pertama kita bertemu, tapi sekarang kau begitu baik. Aku merasa kau dan Mars, si anak baru itu bukanlah orang yang sama," komentar Karang dalam benaknya.

"Aku membencimu saat itu, Mars, tapi sekarang aku gak bisa sedikit pun membencimu. Aku hanya belum mengenalmu saat itu dan di saat aku telah mengenalmu lebih jauh, kau membuatku kagum. Gak pernah kusangka akan bertemu denganmu lagi di saat keadaanku seperti ini. Lebih gak kusangka lagi adalah, kau mengatakan suka padaku. Kau gila, Mars. Kau masih saja menjadi seseorang yang memaksakan kehendakmu sendiri."

Sejenak, Karang menutup kelopak mata. Namun, di saat kelopak itu terbuka, netranya beradu dengan manik sekelam malam milik Mars. "Kau belum tidur, Karang? Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Karang menggeleng lalu berbalik. "Ya, kau mengganggu pikiranku, Mars," jawabnya dalam hati.

"Hei, kau bisa memberitahukan apa pun kegelisahanmu padaku. Aku selalu di sini untukmu, Karang," kata Mars yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Karang. "Selamat malam, Karang. Tidur yang nyenyak, ya," sambung Mars lagi dengan seulas senyum tipis menghiasi bibirnya.

Bersambung...

Ah, iya, jadi pas masa sekolah dulu, Karang masih bisa bicara, ya.

Untuk tulisan miring, Karang bicara dalam hati karena memang dia udah gak bisa bicara. Kecuali menggunakan alat bantu, misal menulis di kertas atau di catatan hp. Tandanya [] (kurung siku) itu, ya 🤗❤️

Sampai jumpa di bab selanjutnya 😉

Sunshine HurricaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang