11. Masih Sama

75 7 2
                                    

Ada yang nunggu cerita ini update gak? Aku baru sadar kalau udah satu bulan lebih sejak bab 10 di-upload 🤧 Ini karena akunya yang dibilang sibuk enggak, dibilang enggak pun enggak juga 😅😩

Baiklah, selamat membaca kelanjutan kisah Mars dan Karang 🤗❤️

***

Karang menyibak gorden jendela lalu seketika berdecak kesal. Mars masih berdiri di depan pintu rumahnya sejak tadi. Entah apa yang membuat lelaki itu betah berada di sana dalam waktu lama, tetapi yang pasti, Karang tidak menyukai keberadaan Mars.

"Mars masih di depan?" Kinar bertanya pada sang adik yang hendak kembali ke kamarnya.

Karang menjawab dengan anggukan singkat.

"Suruh masuk aja, kasihan dia loh," kata Kinar lagi.

"Biarin aja, Kak. Kalau capek, pasti dia akan pulang." Karang membalas seadanya menggunakan bahasa isyarat.

Kinar mengembuskan napas panjang sambil menatap punggung Karang yang memasuki kamar. Ia meraih gagang pintu lalu membukanya. "Kamu belum pulang, Mars?" tanya Kinar tanpa basa-basi pada sang empu.

"Belum," jawab Mars singkat.

"Kamu sebaiknya pulang aja, karena Karang gak mau menemuimu."

"Aku akan tetap di sini sampai Karang mau bertemu dan bicara denganku."

Jawaban dari Mars membuat Kinar memijit pelipisnya. "Kalian berdua sama-sama keras kepala," keluhnya.

"Karang yang membuatku sekeras kepala ini. Aku gak mau kehilangan dia untuk yang kedua kalinya."

"Tapi Karang jauh lebih keras darimu, Mars. Dia tetap akan seperti itu."

"Aku yakin bisa meluluhkannya, karena sebenarnya Karang gak pernah membenciku. Aku gak tahu kenapa dia memilih berbohong seperti itu."

"Ada alasan yang membuatnya melakukan itu. Yah, kalau kau ingin berada di sini dan menunggunya, maka gak masalah. Kau bisa melakukannya, tapi jangan sampai kelewatan. Aku gak ingin kau sakit."

Mars mengangguk mengerti sebelum Kinar kembali melangkah memasuki rumah.

"Aku akan tetap di sini, Karang," gumamnya pada diri sendiri.

Mars berpegang teguh dengan keyakinannya sendiri. Ia tetap berdiri di depan pintu rumah Karang dalam waktu lama. Satu jam, dua jam, tiga jam, bahkan lebih. Mars masih berada di sana.

"Karang, bawakan makanan untuk Mars, ya. Dia belum makan sejak tadi." Sang ibu berucap lembut sembari menyerahkan nampan berisi makanan dan minuman.

"Ibu saja yang berikan," kata Karang melalui bahasa isyarat.

"Udah Ibu berikan, tapi dia gak mau makan kalau bukan kamu yang memberikannya langsung. Kinar juga sudah membujuknya, tapi Mars tetap bersikeras. Dia ingin kamu yang membawakan makanan untuknya. Lakukan, ya, Nak. Kasihan Mars. Dia bisa sakit kalau tidak makan," tukas ibu memberikan penjelasan dan berharap anaknya dapat meluluhkan hati meski hanya sejenak pada Mars.

Karang menatap nampan yang diletakkan ibunya di atas nakas. Ditatapnya selama beberapa detik sebelum mengembuskan napas panjang dan mengambil nampan tersebut.

Mars menatap sumringah Karang yang berdiri di depannya. "Akhirnya kau keluar juga, Karang," katanya.

Karang diam lalu meletakkan nampan berisi makanan tersebut di atas meja. Ia lalu menarik tangan Mars dan mendudukkannya di sebuah kursi yang sejak awal sudah berada di sana. Tetapi, Mars tidak memiliki keinginan untuk duduk.

Sunshine HurricaneWhere stories live. Discover now