6. Tentang Rasa

151 18 5
                                    

Ada yang pernah mengatakan bahwa dunia itu begitu sempit. Kini, Mars mengetahui apa maksud sebenarnya dari ungkapan singkat tersebut. Ia percaya bahwa dunia itu begitu sempit, padahal nyatanya, dunia itu begitu luas. Sangat luas, sampai ujungnya saja tidak diketahui berada di mana. Ah, sebenarnya, ujung dunia itu ada di mana?

Baiklah, lupakan sejenak mengenai ujung dunia. Mars tidak ingin membebani pikirannya mengenai pertanyaan itu. Satu yang pasti, dunianya sesempit itu. Siapa sangka jika nasib buruk yang dialaminya seminggu lalu ternyata memberikan hal-hal baik dalam hidupnya?

Contohnya saja ia dapat bertemu kembali dengan Karang. Seorang teman lama yang sudah tidak lagi berhubungan. Ditambah lagi satu fakta baru yang terungkap. Membuat Mars bingung harus tertawa atau menangis saking terharunya. Terkadang dunia memang sebercanda itu.

"Ini kalian nge-prank aku, kan?" Mars bertanya disertai tawa hambar.

"Siapa yang nge-prank, Mars? Benar adanya bahwa aku dan Karang adalah kakak adik."

Penuturan Kinar seketika membuat otot kaki Mars lemas. "Jadi selama ini aku gak berhalusinasi? Aku melihatmu di rumah ini, Karang. Ternyata itu benar?" Mars bertanya tidak percaya. Selama ini, ia berpikir bahwa rasa rindunya pada Karang begitu berlebihan sampai memunculkan bayangan semu lelaki itu.

Karang merapatkan kedua tangan sebagai bentuk permintaan maaf.

"Kenapa kau melakukan itu, Karang? Kinar, kau juga. Kalian sengaja melakukan ini padaku?" tanya Mars menuntut penjelasan.

"Kamu jangan marah dulu, Mars. Semua ini kulakukan atas dasar permintaan adikku, Karang. Dia melakukannya bukan tanpa alasan," ucap Kinar menenangkan emosi Mars yang mungkin mulai tersulut. Ia kini beralih pada Karang. "Kamu bicaralah dengan Mars secara jujur. Gak ada lagi yang harus kamu tutup-tutupi," ucapnya sembari menepuk pundak sang adik.

"Aku harus ke pasar sekarang. Kalian bicara saja dengan nyaman di sini." Kinar kembali berucap sebelum meninggalkan kedua orang itu. Sedikit berisiko meninggalkan Karang seorang diri dengan Mars, tetapi ia yakin Mars tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa adiknya.

Mars menatap lama Karang yang mematung di tempatnya dengan kepala tertunduk. Entah mengapa ia tidak sanggup beradu tatap dengan Mars.

"Karang, tatap mataku."

Karang menggeleng di tempatnya.

"Hei, aku gak akan marah, asal kau menceritakan semuanya dengan jujur." Mars menarik dagu Karang yang membuat keduanya saling beradu tatap satu sama lain.

Dapat dikatakan, Mars merupakan tipe seorang pemenang dan Karang tidak akan pernah bisa menang darinya. Contoh kecilnya seperti saat ini. Di mana Karang tidak mampu lagi menyembunyikan kebohongan. Ia berkata jujur pada Mars. Bahwa dirinyalah yang menemukan Mars hanyut di sungai lalu merawatnya. Ia meminta Kinar berpura-pura menjadi penyelamat hidup Mars.

Karang tidak pernah ingin menjadi seorang pengecut. Akan tetapi, ia tidak bisa muncul di hadapan Mars dalam keadaan tidak sempurna seperti itu. Karang hanya ingin menjaga dan merawat Mars. Tidak lebih. Sayangnya, melakukan tidak semudah yang dibayangkan. Ikatan pertemanan keduanya sudah begitu erat. Sulit untuk tidak peduli. Sampai akhirnya Karang ketahuan oleh Mars saat menguntit. Habis sudah. Karang tidak bisa mengelak lagi dari Mars.

"Karena kekurangan itu kau menghilang tanpa kabar? Bahkan, gak ikut pesta kelulusan? Padahal ada sesuatu yang ingin kusampaikan. Kenapa kau begitu merasa rendah diri, hah? Kau itu hebat, Karang. Entah itu dulu, sekarang ataupun nanti. Kau adalah alasanku berada di titik ini."

Entah bagian mana dari kalimat Mars yang membuat hati Karang melunak. Namun, yang pasti, butiran bening itu meluncur dari sudut matanya begitu saja. Jatuh dengan mudahnya.

"Cengeng amat. Gitu aja nangis," ejek Mars tiba-tiba.

[Ya, gak tahu. Air matanya tiba-tiba jatuh. Salahku gitu?]

Air mata Karang yang telah jatuh tampaknya terbuang sia-sia. Rasanya, ingin sekali mengembalikan air mata itu ke tempatnya semula agar stoknya tidak berkurang.

"Makasih, ya, udah menjagaku selama ini. Baik dulu ataupun sekarang, kau selalu ada di sampingku. Jika diperbolehkan, aku pun ingin melakukan hal yang sama. Karang, aku ingin menjagamu selalu."

[Kau suka sekali mengatakan hal-hal yang gak masuk akal. Menjaga bagaimana? Aku baik-baik saja. Kau melantur atau apa, hah?]

Tulisan di ponsel Karang seketika membuat Mars mengembuskan napas panjang. "Kau itu pintar, tapi untuk urusan beginian sangat payah."

Mars sukses mendapatkan pukulan keras di lengannya dari Karang. Tentunya Karang merasa tidak senang dengan apa yang baru saja diucapkan Mars.

"Lah, marah?" tanya Mars sembari mengelus-elus lengannya. "Maksudku itu, aku menyukaimu, Karang. Hari ini, aku begitu lega saat melihatmu. Keadaanmu yang sekarang juga membuatku ingin terus menjagamu. Kau gak perlu menjawab sekarang. Pikirkanlah pelan-pelan."

Sejenak, Karang membatu di tempatnya. Ia lalu mengetikkan sesuatu di ponselnya. [Aku gak bisa menerimamu.]

"Kau menjawab tanpa berpikir? Yang benar saja, Karang? Aku gak sedang bercanda!" Mars memekik sedikit keras. Tidak menyangka jika Karang akan menjawab pernyataan rasanya secepat itu.

[Mungkin kau salah mengartikan rasa sukamu terhadapku. Lagipula, kita udah lama gak bertemu. Kau telah bertemu dengan orang-orang baru yang tentunya rasa itu tumbuh jauh lebih besar daripada rasamu terhadapku. Aku juga baik-baik saja. Kau gak perlu menjagaku, karena aku bisa menjaga diri sendiri. Ada ibu dan kak Kinar yang menemaniku. Itu saja sudah cukup.]

"Kuakui rasa itu ada untuk orang lain, tapi rasanya gak sama jika menyangkut tentangmu. Rasa itu masih terus ada, tanpa pernah mati sama sekali. Sampai hari ini, rasa yang kupikir telah hilang kini kembali lagi. Menurutmu, apakah rasa sukaku hanya sebatas teman saja? Memang benar keluarga adalah yang paling utama, tapi kau gak bisa selamanya bersama mereka. Kau butuh seseorang yang menemani setiap langkahmu."

[Menurutmu, seseorang yang dimaksud itu adalah dirimu sendiri? Kau egois, Mars. Merasa dirimu yang paling pantas untuk orang lain. Apakah kau merasa tidak senang saat aku menolakmu? Kau gak pernah, kan, mendapatkan penolakan?]

"Ya. Dalam sejarah hidupku, aku gak pernah ditolak, tapi bukan berarti aku menyerah dengan mudah. Kau berhak menolak dan aku pun berhak memperjuangkan perasaanku. Aku yakin dengan perasaanku sendiri dan benar, aku merasa menjadi seseorang yang paling pantas untuk menemani dan menjagamu."

[Kita memang berteman, tapi bukan berarti kau bebas ikut campur dalam segala urusan hidupku.]

"Siapa yang kau sebut teman? Mulai sekarang, gak ada lagi yang namanya teman. Hubungan kita akan berubah menjadi dua orang yang saling menyayangi. Bukan sebagai teman, melainkan sebagai pasangan."

[Kau gila, Mars! Kau pikir ini benar?]

"Dan kau pikir benar jika aku menepis rasaku begitu saja? Sudah sejak lama kulakukan, tapi sayangnya gak bisa. Di mata orang lain mungkin salah, tapi di mataku, tindakan ini sudah tepat. Kita diajarkan untuk menjadi seorang pejuang, dan aku akan menjadi salah satu di antara banyaknya pejuang itu."

Bersambung...

Mars ini akan jadi pejuang cinta, ya 😅😋

***

Ah, iya, aku mau kasi info sedikit, nih. Karena Karang punya masalah dengan pita suaranya, jadi dia gak bisa bicara.

Dialog yang miring berarti Karang berucap dalam hati dan dialog dalam tanda kurung [] seperti itu berarti Karang menuliskan pesan atau dialognya di sebuah kertas, catatan ponsel ataupun di telapak tangan Mars mengunakan jarinya. Persis kaya PuenTalay, sih 🤭

Sunshine HurricaneWhere stories live. Discover now