5. Teman Lama

171 19 2
                                    

Hai, semua 👋 Akhirnya cerita ini update juga, ya 🤭 Maaf banget, atas keterlambatannya dan makasih buat semuanya yang telah menunggu dan mendukung cerita ini.

Ah, iya, tetap dukung JimmySea juga, ya 💃❤️

***

"Akhirnya, setelah sekian lama, kita bisa bertemu lagi. Selama ini kau ke mana aja?" Mars tidak dapat menyembunyikan ekspresi senangnya. Ia bahkan sampai memeluk teman lamanya.

Namun, pertanyaan Mars tidak ditanggapi. Pria itu hanya mematung di tempatnya dalam diam.

"Karang, ini aku, Mars. Kau masih ingat denganku, kan?" Mars melepaskan pelukannya seraya menunjuk diri sendiri. Mereka sudah lama sekali tidak bertatap muka seperti ini.

Pria bernama Karang itu menggeleng pelan lalu beranjak dari tempatnya.

"Kau mau pergi lagi dariku? Tidakkah kau tahu bahwa aku sangat kehilanganmu? Kau pergi tiba-tiba tanpa berpamitan. Setelah sekian lama, sikapmu jadi memburuk, ya."

Penuturan Mars seketika membuat Karang mematung di tempatnya. Hanya sesaat saja, sebelum ia kembali melanjutkan langkah meninggalkan Mars.

Kesal, Mars berjalan cepat menyusul Karang dan memberinya pukulan sedikit keras. Pria berkulit putih itu tersungkur akibat pukulan Mars yang datang secara tiba-tiba.

Mars menarik kerah hoodie Karang. "Kau menguntitku sejak tadi, tapi di saat ketahuan, kau malah pergi begitu aja? Kau pikir kau punya hak, hah? Ada banyak sekali pertanyaan yang harus kau jawab. Sampai kau menyelesaikan semua jawabanmu, aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kalau perlu, akan kubawa kau pulang bersamaku. Aku tidak akan melepaskanmu!" Mars berucap panjang lebar dengan tatapan mata tajam. Ia tidak ingin kehilangan Karang sekali lagi.

Karang mengembuskan napas panjang sebelum mengangguk setuju. Ia tahu betul tabiat Mars. Jika ia memberikan perlawanan pada Mars, maka dirinya lah yang akan kalah.

Puas dengan jawaban Karang, Mars melepaskan cengkramannya. Keduanya mencari warung makan sebagai tempat yang tepat untuk mengobrol.

"Maafkan aku, ya. Karena emosi, aku sampai memukulmu." Mars berucap penuh sesal sembari membubuhkan salep luka di pipi Karang.

"Sejak tadi, kau diam saja. Sebegitu tidak inginnya kau berbicara denganku?" Mars kembali bertanya, sebab sejak tadi, ia belum juga mendengar suara Karang.

Karang mengambil tangan Mars dan menuliskan sesuatu di telapak tangan pria itu menggunakan jari telunjuknya.

"Kau bukan lagi Karang yang dulu? Maksudnya apa?" Karang bertanya dengan kening berkerut.

[Aku mengalami kecelakaan yang membuat pita suaraku rusak.]

"Kenapa kau baru memberitahukannya padaku sekarang? Kau pasti melalui hari-hari sulit seorang diri. Maafkan aku karena gak berada di sisimu." Mars berucap dengan sorot mata sedih. Selama ini, ia telah kehilangan kontak dengan Karang yang membuatnya tidak tahu menahu lagi mengenai keadaan sang kawan.

[Kenapa kau minta maaf?]

Mars mendekap Karang erat. "Maaf karena telah berpikir buruk tentangmu."

Karang memukul punggung Mars berulang kali dengan tujuan meminta sang empu melepas pelukannya, sebab, warung itu sudah mulai ramai.

[Selesai makan, kau pulang, ya. Para penggemar pasti telah menunggu kembalinya petinju kebanggan mereka.] kali ini, Karang menuliskan pesan pada catatan di ponselnya, karena akan sangat merepotkan menuliskan pesan panjang di telapak tangan Mars.

"Aku gak akan balik. Aku mau tinggal di sini bersamamu. Kau udah janji mau menjelaskan semuanya," ucap Mars bersikeras. Sekarang ia tahu apa alasan yang membuatnya berat meninggalkan kampung itu.

[Apa lagi yang harus aku jelaskan? Aku sudah memberitahukan keadaanku padamu. Tempatmu bukan di sini, Mars. Kau sebaiknya pulang saja.]

"Sudah kukatakan aku tidak mau. Tidakkah kau ingin tahu mengapa aku bisa sampai ke sini? Ah, ataukah kau udah tahu sejak awal?"

[Ya, aku tahu. Itu sebabnya kau harus pulang. Kau harus menyelesaikan masalahmu secepat mungkin]

"Aku ingin melakukannya, tapi aku juga gak mau kehilanganmu lagi," sahut Mars seadanya. "Tapi jika kau memaksa, maka aku akan pergi, tapi setelah semua investigasi selesai. Selama pelakunya belum diketahui, aku akan menetap di sini." Mars membuat keputusan sepihak.

[Kau ....]

Pesan yang tertulis di ponsel itu menciptakan senyuman miring di bibir Mars. Ia lalu mengambil ponsel Karang dan dengan lincahnya jari jemari itu berselancar di atas benda pipih tersebut.

Karang menatap bingung tindakan Mars. Akan tetapi, ia mengetahui sedikit banyak apa tindakan yang dilakukan sang kawan.

"Gala, aku mau minta tolong padamu. Cari tahu siapa yang udah menghajar dan membuangku ke sungai."

"Ayolah, tolong temanmu. Selama kurang lebih seminggu ini, aku sengaja membiarkan dia menikmati hidupnya sebelum merasakan hidup yang paling menyakitkan."

Setidaknya itulah ucapan Mars yang didengar oleh Karang. Lelaki itu begitu bersikeras sehingga meminta bantuan temannya melalui telepon dengan tujuan menyelidiki siapa yang telah melukainya.

"Makasih banyak, Galaksi. Temanku yang paling baik, tidak sombong, hatinya seluas samudera," ucap Mars sebelum menutup sambungan teleponnya disertai tawa.

"Udah kuminta bantuan pada temanku yang seorang polisi. Dia akan menyelidiki kasus ini. Begitu pelakunya diketahui, aku akan pulang," kata Mars sembari menyerahkan kembali ponsel pada sang pemilik.

[Kau bertindak seenaknya. Menggunakan ponselku tanpa izin terlebih dahulu!]

Wajah kesal Karang memecah tawa Mars. "Kau marah, tapi aku gak merasa takut sama sekali. Kau masih  terlihat lucu."

Penuturan Mars seketika membungkam Karang. Ia malu terhadap dirinya sendiri dan tentunya orang-orang yang memenuhi warung. Semoga saja tidak ada yang mendengar ucapan Mars.

Pesanan makanan Mars dan Karang tiba. Mereka menikmati makanan dalam diam. Namun, ada satu hal yang tidak bisa membuat Mars diam sepenuhnya. Matanya terus melirik ke arah Karang. Tentunya Karang merasa tidak nyaman dengan tindakan Mars, tetapi ia mencoba untuk menghiraukannya.

"Kenyang, deh, aku," ucap Mars di sela-sela langkahnya meninggalkan warung.

[Kamu menetap di sini, mau tinggal di mana?]

"Ya, di rumahmu. Gala itu orangnya cekatan dan telaten. Pasti gak butuh waktu lama baginya untuk menyelidiki kasus ini. Akan sayang bagiku untuk menyewa sebuah kamar."

[Kau membuat keputusan sendiri, tanpa bertanya terlebih dahulu padaku.]

"Aku yakin kau pasti mengizinkanku menginap di rumahmu selama beberapa hari."

[Siapa bilang? Sebaiknya kau menyewa rumah untukmu sendiri. Harga sewanya gak terlalu mahal, kok.]

Mars menempatkan jari telunjuknya di dagu. "Bagaimana jika aku membayar selama menginap di rumahmu? Ayolah, Karang. Kau tentunya juga rindu denganku, kan? Ada banyak hal yang ingin kutanyakan dan kuceritakan padamu."

[Kenapa, sih, sejak dulu kau selalu memaksa? Kau juga begitu saat pertama kali mengajakku berteman. Lebih tepatnya kau gak mengajak dan langsung menganggapku sebagai teman padahal kita gak dekat sama sekali.]

Tawa Mars kembali pecah. "Mau gimana lagi? Namanya juga Mars. Karena kau membahas itu, aku jadi kangen dengan masa-masa sekolah. Rasanya ingin kembali ke masa lalu."

[Bodoh! Waktu gak akan bisa diputar lagi.]

"Iya, iya, aku tahu. Setidaknya kita bisa mengenang masa lalu. Kapan-kapan, kita ke sekolah, yuk. Lihat-lihat bagaimana keadaan sekolah sekarang ini. Pasti lebih maju dibandingkan dulu."

Karang menghentikan sejenak langkahnya. [Aku gak ikut, ya. Kau saja yang ke sana] Tulisnya dengan senyuman getir. 

Bersambung...

Sunshine HurricaneDove le storie prendono vita. Scoprilo ora