¹⁴Kapan selesainya?

48 3 0
                                    

Happy Reading Y'all

"Aku terlalu sering menjadi pendengar
sampai -sampai suaraku tidak pernah didengar"

Sudut Pandang © storywd

°°°

Dengan penampilan yang sudah rapih dari atas sampai bawah. Menenteng tas yang hanya berisi handphone dan sejumlah uang. Meeya melangkahkan kakinya kedalam kedai Sudut Pandang.

Ia memang sering berkunjung  tapi kali ini rasanya berbeda. Entah apa yang akan terjadi setelahnya. Mungkin peperangan dingin antar saudara tak sedarah atau akan membuahkan penyelesaian atas pertikaian sebelumnya?

Suara pintu masuk yang tidak begitu terdengar, orang-orang yang tak terlalu mempedulikan sekitar hanya mereka dan pandangannya saja. Meeya langsung memesan minuman dan makanan.

Nampak menarik tatanan baru dari menu yang terpampang disana.

"Seperti biasa," cukup dengan Kalimat itu, Meeya bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Ah sudah dibilangkan kalau Meeya adalah pelanggan tetap disini.

"Kak," satu kata yang cukup bermakna.

"Kita harus bicara dek, kakak gak mau hubungan kita renggang," ungkapnya dengan wajah yang sedikit murung. Meskipun begitu tidak melunturkan parasnya yang rupawan.

Alma hanya mengangguk, ia tak menuruti permintaan Meeya detik itu juga sebab masih memiliki tanggung jawab atas pekerjaannya.



"Jam pulang sebentar lagi."

Alma melirik Ghaftan sekilas. Ia nampak tak peduli dengan sekitar.

"Nah kan nabrak," Secara tak sadar kaki gadis itu kepentok pintu. Alma meringis sakit tapi tidak ia suarakan. Biasalah hanya berlagak tidak terjadi apa-apa padahal aslinya kenapa-kenapa.

"Ada sesuatu yang menggangu pikiran kamu?,"

'Dengan pertanyaan itu I think he always try to saved my life,' Ah mungkin Alma memang harus banyak-banyak bersyukur bahwa masih ada orang yang menanyakan bagaimana keadaannya.

"Aman, makasih," Alma mengatakannya dengan tulus, entah akan dianggap sebagai lelucon atau keanehan semata.

"Tiba-tiba bilang makasih? padahal tadi konteksnya pertanyaan," Ghaftan tidak ambil pusing tapi ia memang pusing dengan Alma.

"Udah-udah, mending kita cari tahu aja siapa pak Tian, saya yakin kamu pasti curiga," benar sekali tebakan Alma.

Pak Tian telah menyebarkan desas-desus kasus yang terjadi beberapa tahun lalu sekaligus melibatkan ayahnya Ghaftan di sana. Mereka tidak akan sembarangan menuduh tapi perlahan bukti mulai mengarah kesana.

Menit selanjutnya menandakan kalau jam kerja Alma sudah berakhir. Dengan langkah yang santai membawanya ke tempat yang sudah di booking oleh Meeya.

"Akhirnya, makasih udah mau ketemu lagi, maaf ya. Andai aja kakak jujur sama kamu mungkin gak akan kayak gini. Kakak juga gak mau kehilangan orang tua dan menjadi orang asing buat kamu tapi ini kenyataan."

"Gak ada yang bisa mengubah kenyataan bahkan saat kamu bilang semuanya bohong," Meeya jarang menunjukkan ekspresi seperti ini di depan sang adik.

Intinya Meeya selalu jutek bahkan seakan-akan tak peduli dengan orang-orang terdekatnya. Sedangkan wajahnya yang ramah, sikapnya yang ceria selalu ia perlihatkan di depan orang lain. Entah motif apa yang ada dibenaknya saat ia besikap seperti itu. No one knows.

Sudut Pandang [Sedang Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang