Terciduk

288 30 3
                                    

*******

Sudah bisa ditebak jawaban apa yang kuberikan pada mas Eru atas permintaannya malam itu.

Apalagi kalau bukan setuju dan menerimanya menjadi temanku kembali.

Toh cuma teman, sama Farid aja aku berteman akrab.

Selepas malam itu, aku dan mas Eru selalu bertegur sapa apabila berpapasan di sekitar apartemen.

Kecuali di kantor, aku berpesan padanya supaya bersikap tak saling mengenal, aku tidak mau ada gosip yang tidak-tidak mengingat dia mempunyai posisi yang cukup penting di kantor, terlepas dari reputasinya sebagai laki-laki yang dipuja oleh para perempuan disini.

Ketika kami akan berangkat ke kantor, dia akan mengajak aku untuk pergi bersama menggunakan mobilnya, lalu aku akan minta diturunkan beberapa puluh meter sebelum kami mencapai kantor.

Awalnya ia menolak, namun aku memaksanya.

Dia bahkan sudah tidak ragu menghampiri unitku pada minggu pagi untuk joging bersama, seperti hari ini.

Peluh sudah membanjiri pelipisku ketika ia meminta kami untuk istirahat di atas rerumputan taman kota yang ramai oleh para warga yang juga sedang berolahraga.

Ia mengangsurkan satu botol air mineral padaku selepas itu ia langsung menenggak air mineral miliknya.

"Bri liat handuk aku gak?" Oh iya, entah sejak kapan ia juga mengganti panggilan nya menjadi 'aku' seperti terakhir kali kami berkomunikasi sewaktu di Bali dulu.

"Bukannya tadi mas Eru pegang?"

"Gatau, lupa"

"Adanya punya aku, tapi bekas lap keringat aku" jawabku yang memperlihatkan handuk kecil putih ku padanya.

"Gapapa" ia meraih handuk kecil milik ku lalu mengusap keringat yang mengucur di dahi serta lehernya.

Hal yang awalnya membuat aku terperangah seakan berbagi barang masing-masing merupakan sesuatu yang wajar.

Beberapa minggu pagi ini memang kami rutin olahraga bersama, karena selain dirinya, aku memang tidak memiliki teman di sekitar apartemenku.

Aku juga jarang pulang ke rumah karena mama sudah memiliki kesibukan untuk membuka toko barunya.

Jadi, daripada olahraga sendiri kan lebih baik bareng sama mas Eru.

Dia juga tau aku memiliki hubungan dengan Gilang, sempat ingin berbicara dengan Gilang ketika lelaki itu menelponku, namun pastinya aku tak mengijinkan, bisa ngamuk pacarku itu kalau tau ada Mas Eru di sekitarku.

"Laper gak?" Tanya mas Eru sambil mengelap rambutnya yang basah sampai berantakan.

Tanganku tak bisa menahan untuk merapikannya, jadi aku mengusap bagian yang berantakan itu dengan jemariku.

"Lumayan, mau sarapan dimana?"

"Tempat biasa aja yuk"

"Okeee lets go!!"

Kami beranjak untuk menghampiri gerobak bubur yang sering mangkal di sekitar taman kota.

Bubur ayam Pak Samsul memang sangat juara di lidahku, kami sering sarapan disini bahkan sebelum pergi ke kantor.

Pak Samsul sudah mengenal aku dan mas Eru yang menjadi langganannya.

Jadi tak perlu menyebutkan pesanan kami karena dia bahkan tau aku yang tidak menyukai daun bawang, kacang goreng dan seberapa takaran sambal yang harus ditambahkan serta mas Eru yang selalu meminta tambahan 3 tusuk sate telur puyuh dan tanpa daun bawang sama sepertiku.

Keep It SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang