Bagian 30

52 6 1
                                    

•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

Kiran melihat kejadian dimana Haikal tersungkur disusul oleh Genta. Dengan kasar, ia melepaskan cekalan Tama di pergelangan tangannya dan berlari menghampiri Genta yang sudah menangis kencang akibat wajahnya yang membentur aspal.

Motor yang tadi melaju ke arahnya sudah mengerem mendadak, hingga bokongnya terangkat dari jok sebentar. Pengemudi itu langsung mengelus dadanya kaget dan tak sengaja mengeluarkan umpatan kepada Genta yang masih terlungkup dan menangis.

"Bocah goblok!" Setelah mengatakan itu, si pengemudi kembali tancap gas dengan menghindari kepala Genta.

Kiran sampai setelah Haikal tersadar dan berdiri. Tanpa membersihkan bajunya yang kotor, pemuda itu lebih dulu membalik tubuh Genta dan membantunya untuk duduk.

Betapa terkejutnya dia saat melihat kondisi wajah Genta yang sudah tertutup sedikit darah di area sekitar mata dan pipi. Kening dan juga hidung bocah itu terluka, mengeluarkan cairan kental berwarna merah pekat dengan bau amis.

"MAMAAAAA.... HUAAAAA!" Genta meraung. Ia ingin menekan luka di wajahnya untuk mengurangi rasa sakit dan perih, namun urung saat melihat darahnya yang tertinggal di aspal. Ia sangat takut.

Tanpa berpikir panjang, Kiran yang baru sampai di samping Genta langsung merobek ujung dress yang dikenakan untuk membersihkan noda darah di area wajah Genta, bukan di lukanya. Rena yang juga baru berdiri di samping Haikal melongo melihat kenekatan Kiran. Padahal dress yang dikenakan cukup pendek. Dan sekarang makin pendek karena bagian kanan dress tersebut sudah hilang hingga memperlihatkan paha mulusnya.

"HUUAAAAA..., ANTEEE!" Genta berhambur dalam pelukan Kiran. Ia tidak membiarkan Kiran membersihkan noda darahnya juga tidak membiarkan Kiran meninggalkannya lagi dengan Haikal. Karena Genta berpikir jika Haikal sengaja melukainya.

Orang-orang yang berlalu-lalang hanya berhenti sebentar untuk sekedar melihat kondisi Genta, lalu setelahnya mereka berlalu. Tidak perduli karena itu bukan urusan dan tanggungjawab mereka.

Tanpa banyak bicara, Tama yang sudah tiba pun langsung mengangkat tubuh Genta ke dalam gendongannya. Ia mengelus punggung sempit bocah itu yang tertutup jaket. Dibisikkannya sesuatu dengan lembut, yang mampu sedikit meredakan tangisnya.

Saat Tama hendak membawa Genta pergi untuk dibawa ke klinik, pandangannya terlalihkan pada Kiran yang baru saja berdiri dengan kondisi dress yang bagian bawahnya tak berbentuk rapi. Dengan pelan, Tama menyerahkan Genta pada gendongan Rena. Membawa bocah itu untuk segera ke klinik terdekat bersama Haikal. Sedangkan dirinya akan menyusul dengan Kiran.

Setelah kepergian Rena dan Haikal, pria bertubuh jangkung itu langsung melepaskan jaketnya untuk menutupi bagian paha kanan Kiran yang terekspos bebas. Dililitkannya lengan jaket pada pinggang ramping gadis itu tidak terlalu kencang, karena ia takut menyakiti Kiran dan calon anak mereka.

"Kamu pulang aja, ya?" Tama memberi saran. Kiran menggeleng kuat.

"Aku mau nemenin Genta, kasihan dia pasti kesakitan."

Tama mengelus surai Kiran yang sudah melebihi bahu. "Nanti di rumah 'kan ketemu lagi. Mas Tama tau Kiran pasti capek."

Kiran tetap kekeuh pada keinginannya. Ia menarik lengan Tama supaya menyusul langkah Rena dan Haikal yang sudah jauh di depan sana. "Aku takut Genta kenapa-napa," katanya.

Hembusan napas berat terdengar. Tama menyerah. Tidak lagi meminta apalagi memaksa Kiran untuk pulang. Karena pada akhirnya wanita itu tetap pada pendiriannya. Sangat keras kepala!

ANCABAKA [TERBIT]Where stories live. Discover now