Bagian 41

47 6 0
                                    

•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

Kiran menangis tanpa suara. Wanita itu menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Ia terus menggeleng dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Tubuhnya terasa sangat pegal dan sakit, apalagi di bagian favorit Rendy. Sangat perih.

Anaya menyimpan ponselnya. Ia memanfaatkan waktu untuk mengancam dan membuat Kiran hidup tidak tenang sambil menunggu Rendy yang membersihkan diri di kamar mandi sejak sepuluh menit yang lalu

“Aku punya video kamu tadi. Jadi pengen aku upload di social media terus tag akun sekolah kamu,” ujar Anaya yang sudah berdiri satu meter di sebelah kanan Kiran.

Wanita itu sedikt membungkuk. Mensejajarkan wajahnya dengan wajah Kiran yang sudah basah oleh air mata. “Desahan dan permainan kamu oke juga. Pasti itu yang bikin Tama lupa kalau punya istri yang selalu nunggu di rumah,” bisiknya yang semakin membuat Kiran kalut.

‘Oh, iya.” Anaya mengeluarkan ponselnya kembali. Jemari lentiknya menari indah di layar ponsel. Mencari sesuatu untuk ditunjukkan pada Kiran.

“Akhirnya ketemu. Lihat, deh!” Anaya menyodorkan ponselnya yang tengah memutar rekaman di mana Tama dan dirinya tengah melakukan video call. Bukan video call biasa, karena dalam video tersebut Tama dan Kiran yang sama-sama telanjang.

Napas Kiran tercekat. Matanya sempurna membulat. Ia tidak menyangka jika Tama merekam layar Ketika mereka tengah melakukannya lewat panggilan video. Dalam hati, Kiran terus mengumpat entah untuk siapa. Sekarang ia merasa dirinya benar-benar akan hancur. Ia takut jika Anaya benar-benar melakukan apa yang diucapkannya tadi.

“Pantes tiap malem suami aku selalu lama di kamar mandi. Ternyata lagi main sama kamu.”

Babe!” Panggilan Rendy dari arah kamar mandi menghentika Anaya yang hendak menunjukkan video yang lain.

“Iya, kenapa?!” balas Anaya setengah berteriak.

“Kamu nggak mau lakuin di kamar mandi sama aku sebentar?!” Suara balasan dari dalam kamar mandi membuat Anaya berdecak.

“Belum puas kamu main sampai setengah jam tadi?! Enggak usah aneh-aneh! Cepet keluar terus pulang, aku nggak betah di rumah pelacur ini!”

Sesaat mereka melupakan keberadaan Kiran yang sudah mengenaskan. Wanita itu merasakan pusing yang luar biasa. Ia berusaha mati-matian menahan kesadarannya karena takut Anaya akan melakukan hal gila lainnya saat ia tak sadarkan diri.

Namun, takdir berkata lain. Berusaha bertahan dari rasa pusing yang luar biasa, akhirnya Kiran jatuh pingsan setelah lima menit berlalu.

***

Hujan yang semakin deras tak menyurutkan semangat Tama untuk segera menemui wanitanya. Di kursi belakang terdapat beberapa kantong plastik yang berisi camilan, susu, coklat, permen dan kesukaan Kiran yang lain.

Lima menit setelah menerobos jalanan yang lengang karena hujan deras, mobil Tama sudah terparpir rapi di garasi. Ia langsung turun dengan kedua tangan yang penuh kantong plastik.

“Tumben Kiran enggak kunci pintu. Berarti udah di rumah dia,” Tama bermonolog.

Langkahnya menuju tangga, namun hatinya menolak. Ia mendadak resah. Pandangannya menyapu sekeliling yang terasa ganjil karena lampu tidak menyala. Padahal Kiran sangat tidak menyukai gelap. Entah itu siang atau malam, jika keadaan gelap Kiran tidak suka dan akan langsung menyalakan lampu.

“Sayang!” Tama berteriak memanggil. Ia meletakkan beberapa kantong plastik di atas meja ruang tamu. Kakinya berayun menuju kamar tamu yang pintunya terbuka lebar dengan lampu yang menyala.

ANCABAKA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang