27

448 59 0
                                    

Pulpen diketuk-ketuk menyentuh permukaan meja, menciptakan irama acak. Gadis berambut hitam itu dengan cekatan menulis beberapa angka dan kalimat setelah menciptakan nada yang menganggu orang disebelahnya. Tangannya terhenti, kepalanya dimiringkan ke kiri, dahinya berkerut kemudian dia menatap mata hijau indah dengan mata coklat mudanya yang berbinar.

"Tidak." Penolakan tegas bahkan sebelum sang gadis menyuarakan perkataannya.

"Aku tak akan membantumu, jadi kerjakan sendiri." Penolakan itu dijawab dengan dengusan kasar.

Angin berhembus kencang, menyibak gorden tipis tapi tidak dengan kertas-kertas yang berserakan diatas meja, yang akhirnya terbang terbawa angin.

"AHKKK!" gadis itu menjerit frustasi.

"Tidak bisakah kau membantuku?" Tanyanya sebal.

Reynard selaku pemilik mata hijau itu tidak menjawab atau bergerak, dia bahkan tidak berniat membantu sang gadis yang tengah menggerutu sambil  memungut kertas di lantai.

"Itu pekerjaan mu, bukan aku."

Aira-sang gadis- memanyunkan bibirnya, Reynard tersenyum jahat dan dengan santai mengambil earphone miliknya. Lebih baik dia mendengar musik dari pada mendengar ocehan kecil Aira.

Angin datang lagi, mengacaukan kertas yang sudah dikumpulkan Aira. Reynard menutup mata menikmati hembusan angin yang datang.

Once... more.. you open the door🎶

Alunan music mengalir, pemuda itu menyenandungkan hal yang sama. Merasakan seseorang mendekatinya dan duduk di depannya, Reynard tidak perlu membuka mata untuk tahu siapa orang itu. Hanya ada mereka berdua di perpustakaan ini.

"Hey.." suara itu bukan dari seorang gadis.

Reynard membuka matanya, melihat orang di depannya. Itu seorang pemuda dengan wajah tampan, garis wajahnya tak terlalu maskulin tampak lembut jika di lihat sekilas . Reynard mengerutkan dahinya, melepaskan sebelah earphone.

Alisnya naik bertanya-tanya, pemuda didepannya tersenyum.

"Rey!" Suara Aira bergema, Reynard menoleh kearah sumber suara menemukan gadis itu keluar dari rak-rak buku. Mata coklatnya terangkat melihat pemuda yang duduk didepan si pirang.

Menunjuk menggunakan dagu, dan menatap mata Reynard. Dalam artian 'siapa itu?' . Reynard menggeleng tak tahu.

"Ternyata kau memiliki teman selain Kayana dan Leano," ucap pemuda itu.

"Kau siapa?" Aira bertanya lebih dulu,mewakili Reynard.

Masih dengan senyuman miliknya, dia berkata hangat serta sopan. "Fajar."

???

Melihat tatapan bingung dia orang itu, Fajar terkekeh. "Itu namaku, kau pernah berada di kelas yang sama denganmu."

Katanya menatap mata hijau Reynard. Reynard bertanya secara internal 'kelas yang mana?'

"Karate."

Pemuda pirang itu mencoba menggali informasi tentang pemuda di depannya. Dia hanya sampai dua mingguan di kelas itu dan berhenti, memutuskan hanya fokus untuk kelas bisnis dan Memanah saja. Juga sudah hampir tiga bulan berlalu, dia menjadi sedikit lupa.

Reynard tersenyum sebagai bentuk kesopanan.

"Reynard dan dia temanku Aira."

Ucap Reynard memperkenalkan diri, menarik pinggang Aira agar lebih dekat dalam jangkauannya.

Aira disisi lain tersenyum hangat, menjulurkan tangannya berkata dengan tenang, "Aira seperti yang kau dengar, aku baru tahu Rey mengambil karate."

Fajar menyambut tangan Aira dengan hangat. "Tentu, dia hanya berada selama dua Minggu disana." Katanya dengan tertawa kecil.

"Ah! Aku ingat dia ikut sebentar, setelah itu berhenti."

Aira berpikir bagaimana mereka bisa bebas berhenti begitu saja?

Dua orang itu mengobrol tentang banyak hal, entah itu kelas yang mereka ambil, makanan di kantin hari ini, idol populer di masa saat ini, atau tentang film misteri terbaru.

"Aku tak menyangka bahwa itu adalah musuhnya!" Fajar berkata semangat.

"Ya! Dia memerankan peran dua orang dengan sangat baik! Aku tak sabar kelanjutannya." Aira tersenyum jarang ada yang membahas tentang film dengan genre yang sama.

Tidak banyak yang memiliki selera yang sama dengannya, walaupun film kali ini melonjak sangat tajam. Dilihat dari segi plot dan grafik yang memuaskan dan memanjakan mata.

"Lain kali, bagaimana jika kita menonton bersama?" Aira mengangguk setuju.

"Aku tak sabar menantikannya," Aira membalas.

Fajar mengeluarkan handphone miliknya, menggaruk belakang kepalanya dengan malu-malu dan canggung.

"Eemm...bisa minta nomornya?"

Aira tersenyum dan mengangguk ceria.

"Tentu! Kita bisa saling bahas di Room chat!"

Kedua orang itu bertukar nomor dan saling menyimpan kontak, Reynard yang diabaikan selama tiga jam sudah menjadi pajangan yang telah berdebu di dekat jendela. Punggung Fajar menjauh meninggalkan perpustakaan.

Aira yang masih tersenyum puas tersadar, dia melihat pemuda pirang yang tengah menulis sesuatu di buku miliknya. Mata hijau itu menatap tepat ke arah Aira.

"Sudah selesai?" Tanyanya tanpa intonasi.

Gadis itu mengangguk cepat.

"Ayo kita pulang."

Membereskan buku-buku yang bertebaran di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas. Aira dengan patuh mengikuti.

.
.
.
Perjalanan terasa sunyi, udara malam berhembus. Menaiki motor Scoopy putih, menikmati kesunyian di perjalanan.

Motor terhenti di sebuah minimarket kecil. Reynard melepas helm miliknya, Aira menatap dengan mata bertanya.

"Mau makan dulu?" Tanya Reynard.

Aira mengangguk, "boleh...di sekitar sini katanya ada jembatan dan pemandangan dari dan bagus, gimana makan disana aja?"

"Oke," ucapnya setuju.

Berbekal cup mie instan dan beberapa cemilan, mereka berjalan kaki. Motor di titipkan di parkiran minimarket, jembatan tersebut hanya berjarak beberapa meter ke depan.

Dua orang itu duduk di bangku jalan, lampu temaram dari lampu jalan menghiasi. Tak terlalu gelap dan tak terlalu terang, remang-remang suasana yang cocok untuk melakukan kejahatan.

Dua orang itu tak khawatir akan hal itu, hanya menikmati cup mie instan panas disertai pemandangan sungai yang memantulkan langit malam dan cahaya perkotaan.

"Setelah makan kita akan kembali,"

Aira tersenyum berkata selembut mungkin, "tentu."

Reynard menghela nafas ringan, merasa hangat diantara dinginnya malam. Ia melihat gadis di sebelahnya, jari-jari tangannya menempel pada kehangatan yang di timbulkan oleh cup mie instan. Sedikit berwarna kemerahan, sebab suhu yang semakin mendingin.

"Selesaikan makananmu dengan cepat." Ujar Reynard menyembunyikan rasa khawatirnya.

Aira tersenyum, menangkap Sirat khawatir.

"Ya."

Bersambung...

Sedikit demi sedikit...











Stuck in Novel Where stories live. Discover now