04.🌷 Soekarno-Hatta dan Pertemuan 🌷

1 1 0
                                    

04. Soekarno-Hatta dan Pertemuan

Bandara di ibu kota kini sudah penuh dengan orang yang berhamburan keluar setelah pesawat mendarat dengan selamat di Indonesia.

"E-e-e-eh!" Segara menahan tubuh Ilvan yang limbung sedikit ke kiri. "Napa lu?" Tanyanya.

"Puyeng gue, Bang," Ilvan mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Yee, jetlag lu. Duduk dulu," Segara membawa Ilvan duduk di kursi tunggu Bandara. "Siapa yang jemput lu?" Tanya Segara.

"Hah? Lu anterin lah, Bang. Lu manager gue," Ilvan berucap sedikit heran.

"Libur kerja gue masih sisa seminggu. Gue mau liburan,"Segara berucap enggan membuat Ilvan mengerutkan dahinya. "Ceilah Bang, bareng aja kenapa sih. Lu juga ke Bandung," ucapnya.

"Gue mau di Jakarta dulu, lu cepet telpon keluarga lu, gue tunggu sampe mereka jemput." Segara menyandarkan punggungnya ke kursi dan memejamkan matanya.

Ilvan yang kesal lantas hendak menonjok Segara dengan tangannya. "Jangan main-main, gue resigns juga jadi manager lu." Ucap Segara.

"Iye-iye."

"Mamih! Jemput Ilvan!" Teriakan itu lantas membuat orang-orang di dalam Bandara melihat ke arah Ilvan.

Plak!

"Gak pake teriak bisa gak sih?!" Peringan Segara dengan bisikan.

"Maaf Pak, Bu," Segara menundukan kepalanya beberapa kali meminta maaf.

"Mamih lagi nemenin Papih ketemu klien, sayang. Adel lagi otw kesana kok, mungkin sebentar lagi sampe," suara Mira terdengar dari sebrang.

"Yahh, sama bocil itu dong," Ilvan menjawab lesu.

"Kamu itu, Kinara udah kelas satu SMP loh, udah besar. Lagian Kinara sekarang juga sekolah."

"Iyadeh, Ilvan mah apa atuh da. Ilvan tutup ya, pokoknya Ilvan pulang mau rendang."

Ilvan mematikan telponnya sepihak, alisnya mengerut sebal. Setelah Kinara datang, selalu saja gadis itu yang jadi emasnya keluarga. Untung saja sekarang Kinara sudah berbeda rumah dengan Ilvan, jika tidak pasti gadis itu menjadi bahan jahilan Ilvan lewat si Wanto, iguana tersayangnya.

"Apa kata nyokap?" Tanya Segara.

"Kakak gue yang jemput... Hah, kalo dia yang jemput, pasri dia langsung nyerocos." Ilvan melemaskan punggungnya.

"Gue ke toilet dulu, Bang." Ilvan berlalu pergi meninggalkan Segara sendirian.

Segara yang ditinggalpun lantas membuka ponselnya setelah mendengar deringan memanggil.

"Gimana?" Segara langsung bertanya pada intinya.

"Banyak berita jika Ayah anda menjadi salah satu pelaku begal di jalan hutan yang membatasi Cimahi dan Lembang. Tetapi saya belum menemukan lokasi tepat dimana Ayah anda berada."

"Cari sampai ketemu, saya tunggu kabarnya."

Segara Nadir, putra dari seorang pedagang kacang tanah kukus. Seorang anak lelaki penyakitan yang dibesarkan di panti asuhan dengan biaya dari pria yang kini sudah menua dengan tongkat di tangannya.

Segara Nadir, putra dari Pak Wahyu. Pria yang ditahan di sel yang sama dengan orang yang berada di depannya. "Dompetmu, saya menemukannya jatuh saat kamu memebantu temanmu," dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, lelaki itu memberikan dompet hitam milik Segara.

"Ah, ya. Terimakasih," Segara mengambil dompetnya dengan segera, dan melihat lelaki itu pergi dengan tangan yang membawa tas kerja.

"Manusia tanpa sosialisasi," bisik Segara kecil.

Dibawah Jumantara Kota LembangWhere stories live. Discover now