05. 🌷 Stt... Black Glasses🌷

1 1 0
                                    

05. Stt... Black Glasses

Adel melanjutkan kewajibannya untuk bekerja. Ilvan hanya ia antarkan sampai rumah Mira tanpa ia mampir. Kinara berada di rumah Ria, gadis kecil itu selalu senang jika bermain dengan food bloger TitiNyam itu.

Sebenarnya Adel selalu berusaha untuk melarang Kinara bermain terlalu sering di rumah Ria. Alasannya cukup masuk akal, ia tak mau terus-menerus dicomblangkan Ria kepada Rengga.

Nama Jarrel masih ada dalam genggamannya meskipun sudah sedikit luntur. Adel sebenarnya memiliki rasa bersalah kepada Reza, dimana ia berkata tak sepatutnya saat pertemua di bandara tadi. Selama delapan tahun ini juga pikirannya berkelana, apakah tindakannya terlalu keras saat Reza berada di pengadilan saat itu.

"TOLONG! DOKTER ADEL SINI! PASIEN SUDAH KESULITAN BERNAFAS!" Teriak seorang suster yang mendorong bankar rumah sakit bersama beberapa perawat lainnya.

Secepatnya Adel berlari, "Korban kenapa?" Tanyanya sambil bergerak naik keatas bankar guna memompa dada pasien perempuan tua tersebut.

"Diduga rencana pembunuhan, Dok," ucap salah satu perawat.

"Siapkan ruang operasi! Sementara masukan pasien ke ruang tindakan," ucap Adel seraya terus memompa dada pasien.

"SECEPATNYA RUANG OPERASI!" Adel berucap keras setelah melihat luka lainnya di perut pasien yang kini sudah menempel banyak di celananya.

"Tutup dulu luka pasien, saya ganti baju sebentar," setelah berkata, Adel berlari kencang untuk mengganti bajunya.

Baju setelan hijau sudah terpasang dengan dua perawat yang membantunya memasangkan baju tambahan. Pasien sudah terbaring diatas bankar ruangan operasi, pasien yang kini belum dikunjungi keluarganya selain seorang gadis yang ikut menjadi korban yang diduga perampokan sebuah kossan kecil.

"Mohon bantuannya, Dokter Jangga," Adel menatap pasti seorang lelaki di depannya yang kini mengangguk tegas, Dheovanes Janggala seorang Dokter Bedah Otropedi dan Traumatologi.

"Dokter Adel," panggil Jangga.

"Ya?" Adel melirik sebentar dengan tangan yang sibuk membersihkan luka di perut pasien.

"Pasien sudah tidak ada."

Secepatnya Adel menatap Jangga dan segera beralih kepada pasien. Ia memegang pergelangan tangan pasien yang kini nadinya sudah berhenti.

Adel menghembuskan nafas beratnya, "Pukul berapa, Dokter?"

"Tepat pada lukul 14:45 pasien atas nama Ririn Watina sudah berpulang."

Lantas ucapan dari Jangga membuat adel menatap perawat di sampingnya, "Sekarang pukul dua lebih empat puluh tujuh menit, Dok."

"Dokter Jangga, kita bersihkan keadaan pasien terlebih dulu," ucap Adel membuat Jangga mengangguk sampai mereka memulai membersihkan beberapa bagian tubuh yang dipenuhi darah saja.

Sangat singkat, tanpa sempat melakukan operasi, pasien yang baru datang dua belas menit lalu.

"Bagaimana ini, Dok. Tidak ada keluarga pasien untuk dikabari," ucap Adel kepada Jangga saat mereka berada di ruang jenazah.

"Pasien akan menjadi tanganan Dokter Wilis, Dok," beritahu Jangga terhadap berita yang ia ketahui.

Adel mengerutkan alisnya, "Kenapa sampai pada Dokter forensik?" Tanyanya.

"Ini sudah diduga pembunuhan, Dok. Bersamaan dengan pasien yang sekarang masih di UGD dan pasien itu diserahkan pada anda."

"Apa?!" Adel reflek bertanya keras dengan alis yang mengerut.

Dibawah Jumantara Kota LembangWhere stories live. Discover now