5. Tanpa pilihan

186 43 21
                                    

"Jarang-jarang kita ngumpul, kalian berdua tolong dong jangan malah pada bengong!" seru Hikam melempar kulit kacang ke pangkuan Azhar dan Telaga bergantian.

Sejak minggu lalu, Azhar adalah orang yang paling rusuh di grup chat untuk melangsungkan pertemuan. Setiap kali Ringgo bertanya tujuan apa yang membuat mereka harus berkumpul, Azhar hanya menjawab kalau ada beberapa hal yang ingin ia sampaikan. Tapi hingga malam ini, Azhar belum juga angkat suara.

Ringgo jelas selalu ingin menghabiskan waktu berdua dengan istrinya yang hanya bisa ia temui saat sarapan dan pulang kerja hingga pagi kembali menghampiri. Belakangan perusahaannya sedang mengalami sedikit kekacauan karena salah satu pemegang saham melakukan kecurangan, jadi Ringgo harus kerja lebih ekstra dan ia pun terpaksa sering lembur di kantor.

Meninggalkan istri yang sedang hamil muda di rumah seorang diri.

"Kalau masih pada bengong, gue mending pulang dah." Ringgo mengemas dompet dan ponselnya, ia sudah akan meninggalkan ruangan saat suara Azhar akhirnya mengudara.

"Menurut lo semua...gue harus ngapain sekarang?" Pertanyaan yang terlontar membuat setiap pikiran di ruangan tersebut menjadi bingung. Maka Azhar pun akhirnya melanjutkan, "Gue nikah bulan depan."

Ringgo dan Hikam serentak memekik tertahan, mereka sama-sama terkejut sekaligus senang mendengar kabar tersebut. Karena keduanya tahu sekeras apa perjuangan Azhar untuk mengajak kekasihnya melangsungkan pernikahan.

"Serius lo?! Bagus dong!" seru Hikam senang.

"Widih! Selamat ya, bro! Semoga lancar sampai hari H! Selamat-selamat, akhirnya penantian lo membuahkan hasil," tambah Ringgo turut bersemangat.

Telaga pun tidak menyembunyikan senyuman bahagia untuk salah satu teman dekatnya yang akhirnya berhasil meraih impian. Yaitu menikah dengan kekasih yang benar-benar ia cintai sejak awal.

"Selamat, Zhar, perjuangan lo nggak sia-sia." Telaga memukul pelan bahu Azhar untuk menunjukkan perasaan senangnya. "Jadi, di gedung mana nih? Gedung paling megah se-kota inilah ya udah pasti, apalagi pas tau kalau akhirnya cewek lo bersedia dijadiin istri. Turut senang gue, Zhar, nggak nyangka lo semua akhirnya punya seseorang untuk menjalani kehidupan ini," kata Telaga panjang lebar.

Ringgo adalah orang pertama yang menyadari kalau berita yang baru saja disampaikan Azhar tidak persis sama seperti apa yang ia pikirkan. Ada yang aneh, kabar pernikahan yang Azhar berikan, seolah tidak menciptakan kebahagiaan untuk Azhar sendiri. Padahal mereka semua di sini tahu betul betapa serius Azhar dengan Aizha. Sebentar, apa ada yang Ringgo lewatkan?

"Zhar?" panggil Hikam membuat Ringgo terlambat satu detik. "Lo...terlihat nggak senang. Kenapa Zhar? Ada masalah apa gimana?"

Telaga yang baru meneguk minuman pesanannya dibuat bingung sendiri. Tatapannya kembali pada Azhar yang terlihat ingin menangis sedih, alih-alih bahagia. "Zhar? What's wrong? You can share with us."

Azhar menarik nafas untuk mengisi ulang kapasitas paru-paru dewasanya. Ini sakit, tarikan nafas kali ini terasa cukup sakit dan membuatnya kesulitan.

Ekspresi Ringgo yang awalnya berbinar seketika berubah saat menyadari mata Azhar memerah perlahan.

"I'll marry someone who's not Aizha," aku Azhar mengusap wajahnya dengan kasar. "Who's not Aizha, bukan, sama sekali bukan Aizha," racau Azhar tampak semakin kacau. Pelan namun pasti Azhar mulai menjambak rambutnya sekuat tenaga.

Membuat Hikam spontan mendekat dan berusaha menahan jemari Azhar yang terus memberi hukuman pada rambut-rambutnya. "Udah, udah, jangan menyakiti diri lu kayak gini," kata Hikam tenang, namun tangannya bertenaga untuk menahan Azhar. "Better lu cerita ke kita soal apa yang sebenarnya terjadi," pinta Hikam serius.

Not Endless Love Where stories live. Discover now