- (14) -

44 8 6
                                    

Kana benar-benar merasa mual, bahkan wajahnya terlihat pucat pasi. Keringat dingin membasahi wajahnya, tangannya menggenggam erat tangan Narendra. Tepat berada pada pintu keluar wahana Rumah Hantu tersebut, Kana terisak pelan.

"Nggak perlu nangis. Hantunya nggak gigit,  emang ada bagian tubuh lo yang hilang?"

Kana mengangguk polos, "Jantung gue ketinggalan didalem."

Tawa Naren pecah mendengar perkataan polos Kana. "Kok malah ketawa, hiks.."

Naren menghentikan tawanya kemudian sedikit merunduk, menatap wajah Kana yang masih terisak. Tangannya terulur memegang kedua pipi milik Kana. Mengusap air mata yang keluar dari netra indah milik perempuan di depannya.

"Nggak perlu nangis, maaf bukan maksud gue buat nakutin lo."

"Naren nakal! Kana takut."

Naren mengikis jarak antar keduanya, merengkuh Kana dalam dekap hangatnya.

"Gue minta maaf. Mau beli es krim?" Tawar Naren.

Kana mengangguk kembali, Naren tersenyum tipis, kemudian mengusap pucuk kepala Kana pelan.

"Ayo kita beli es krim."

.

.

.

Di sinilah mereka berada, Naren dan Kana sepakat menaiki bianglala, melihat kesibukan kota di malam hari dari ketinggian.

Naren terpaku menatap Kana yang duduk didepannya, tangan kanan gadis itu memegang satu cone es krim vanila, tanpa sadar bibirnya mengulas senyuman tipis saat melihat Kana tersenyum sembari melihat lalu lalang kendaraan dibawah sana.

"Na! Fotoin gue ya!"

Naren mengangguk tipis, "Bawa sini ponselmu."

Naren mengerutkan dahinya saat Kana menggeleng, "Pakai ponselmu, nanti kirim ke gue ya?"

Naren pasrah, mengangguk mengiyakan. Kana tersenyum lebar saat melihat Naren mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Mengangkat ponsel tersebut dan mencari posisi pas untuk membidik gambar.

Kana berpose sesuai keinginan hatinya, setelah beberapa kali bidikan. Kana bersorak girang, "Bagus, Na! Lo emang ada niatan jadi fotografer?"

"Nggak ada, mungkin termasuk hobi."

Kana mengangguk, hingga kedua tatapan itu bertemu, Kana menelengkan kepalanya, menatap Naren heran.

"What happen?"

"Lo cantik."

Kana bungkam, pipinya kembali merona. Sebuah chat mengalihkan atensinya, Naren menghela saat melihat Kana tersenyum sembari membalas pesan-pesan yang masuk kedalam ponselnya. Dan dengan mudah Naren menebak, jika kemungkinan besar pesan-pesan itu berasal dari Chandra.

"Boleh gue tanya sesuatu?"

"Tentu saja boleh. Ada apa?"

"Apa hubungan lo sama Chandra?" Naren tidak dapat menahannya lagi, rasa penasarannya begitu mendominasi hingga ia bertekad bertanya langsung kepada Kana.

"Umm.. i-itu.."

Kana terlihat gugup, Naren tahu itu. "Jawab aja, gue cuma nanya."

Kana memejamkan matanya kemudian menjawab, "Lo tau rasanya jatuh cinta?"

"Gue nanya kenapa lo malah balik nanya?"

"Jawab dulu, Na.."

"Ya, gue tau."

NARENKANA | Na Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang