Babak Belur

30 30 1
                                    

Aku tidak tahu keadaan yang sebenarnya, intinya saat pagi tiba aku terbangun di sisi ranjang Nabil. Sepertinya aku tertidur disana.

Aku juga baru sadar kalau aku masih memakai seragam sekolahku sampai pagi hari saat aku terbangun. Lalu aku beralih pada Nabil yang masih berbaring dengan mata yang tertutup sempurna, tampak seperti bocah usia empat tahun yang tengah terlelap sehabis bermain di taman.

Saat aku ingin bagkit dari posisi dudukku, aku baru menyadari kalau tangan Nabil berada di atas punggungku, seperti tidak ingin ada satu pun sosok yang menyakitiku, sampai-sampai dalam keadaan seperti ini saja ia sempat-sempatnya masih ingin merangkulku.

Ku turunkan tangan itu dari punggungku dengan perlahan, berusaha agar cowok yang tengah terlelap itu tidak terbangun dari tidurnya, tapi sayangnya harapanku sirna disaat Nabil menggeliat dan membuka matanya dengan perlahan.

Dengan sigap cowok itu langsung meremas tanganku yang tengah berusaha menjauhkan tangannya dariku, dalam beberapa hitungan detik tatapan mata itu seakan menusuk sadis pupil mataku.

"Lo mau kemana?" Tanya Nabil padaku tanpa melepaskan genggaman tangannya.

"Mau pulanglah, tar mama nyariin gue" Jawabku sembari berusaha melepaskan genggaman Nabil.

"Gak apa-apa Nabila, bunda sudah cerita sama mama kamu tadi malam. Mama kamu juga udah ngizinin kamu buat nginep di sini" Bunda datang dengan sebuah nampan di tangannya.

Lalu wanita paruh baya itu meletakkan nampan yang ia bawa di atas nakas dan duduk di samping ranjang Nabil.

"Gimana keadaan kamu?, sudah baikan?" Tanya bunda lembut sembari mengusap puncak kepala anak sulungnya itu.

"Dah sehat nih bun, udah bisa sekolah" Nabil mengangkat kedua tangannya seakan-akan tengah menunjukkan otot lengannya pada bunda.

"Husss, kamu itu selalu saja gitu kalau lagi sakit" Bunda menepuk lengan Nabil merasa geram dengan tingkah bocah tengil itu.

"Iya bener banget tuh bun, aku jadi gedek liat tingkahnya" Aku ikut-ikutan bunda sehingga Nabil terpojokkan.

"Lah, malah ngepojokin yang lagi sakit nih ceritanya" Ucap Nabil dengan senyum miringnya.

"Bunda minta duit, Bintang mau beli kelereng" Suara Bintang akhirnya memecah perdebatan diantara kami bertiga. Anak itu kini sudah mengangkat tangannya bersiap untuk menerima pemberian uang dari bunda.

"Gak ada, bunda gak bakal kasih uang kalau kamu beli kelereng terus" Bunda melipat kedua tangannya di depan dada seperti tengah marah besar kepada Bintang.

"Lima ribu aja bunda" Bintang merengek dan bergelayut di lengan bunda berusaha meluluhkan hati wanita itu.

"Gak, gak ada" Ucap bunda tetap pada pendiriannya. Lalu wanita itu bangkit dari posisi duduknya dan berjalan berniat untuk meninggalkan kamar Nabil.

"Itu sarapannya jangan lupa dihabisin ya sayang" Ucap bunda mengingatkan Nabil sebelum ia benar-benar meninggalkan kamar Nabil.

"Bundaaa!!" Ku dengar suara Bintang di luar sana yang masih berusaha keras membujuk bunda agar ia dapat membeli kelereng kebanggaannya itu.

Setelah bunda dan Bintang sudah benar-benar hilang dari pandanganku, aku akhirnya berdiri dan mengambil semangkuk bubur yang dibawakan bunda sebelumnya.

"Duduk lo, habisin nih makanan" Perintahku pada Nabil tanpa perlakuan khusus sedikit pun seperti tengah merawat orang yang tengah sakit.

Mendengar perintahku, untuk kali ini Nabil menurutinya dan bangkit dari posisi rebahannya dengan sendiri lalu duduk bersandar di sandaran ranjang.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang