25 | Dua Puluh Lima

37 3 0
                                    

"Agi? Adek?"

"Ya, Ma?"

Agi menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka dan mendapati Imelda kini berdiri di ambang pintu. Dia lalu melepaskan headphones yang sedari tadi menutup telinganya dan meletakkan benda itu di meja. Jari telunjuknya menekan tombol spasi laptop untuk menghentikan sementara video yang sedang dia tonton. Anak bungsu dari tiga bersaudara itu sedang maraton nonton drama Korea.

"Kamu udah nanyain Dika lagi belum? Dia jadi mau pesen snack box nggak? Mama mau bikin list pesanan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu udah nanyain Dika lagi belum? Dia jadi mau pesen snack box nggak? Mama mau bikin list pesanan."

"Oh, iya. Bentar aku tanyain deh, Ma."

"Kabarin Mama ya kalo Dika udah jawab."

"Iya," jawab Agi diiringi anggukan kepala.

"Kamu udah makan belum? Mama belum lihat kamu turun ke bawah buat makan."

Agi nyengir. "Belum."

Imelda geleng-geleng kepala. "Kamu tuh, kebiasaan kalo udah duduk anteng nonton Korea-an, suka kebablasan waktu makan."

"Kan sambil ngemil, Maa." Agi mengangkat stoples keripik bawang yang isinya sudah tak lagi penuh. "Habis ini aku turun, kok. Ngabisin satu episode ini dulu."

Imelda tak berkata apa-apa lagi. Wanita itu lalu kembali turun ke lantai bawah, meninggalkan anak perempuan semata wayangnya melanjutkan maraton drama Korea.

Sementara itu, di rumah sebelah.

Dika langsung menutup laptop begitu online meeting-nya usai. Satu jam sudah dirinya duduk merelakan waktu liburnya tersita untuk urusan pekerjaan. Padahal seminggu kemarin sudah dia lalui dengan jam kerja ekstra. Alias lembur. Kadang Dika tak paham apa maunya manajemen sampai hal remeh dan tidak mendesak harus dipaksakan untuk segera dibahas. Mestinya hal itu masih bisa menunggu hingga Senin tiba.

Cowok itu baru saja merebahkan diri di kasur, saat muncul pop up message di ponselnya. Awalnya dia sempat mengira orang kantor yang mengirim pesan. Ternyata nama Agi yang muncul. Sudut-sudut bibirnya refleks saja tertarik membentuk senyum.

Agi
Mas Dika jadi mau pesen snack box?

Alih-alih membalas dengan ketikan teks, Dika justru balik menelepon Agi.

"Kebiasaan, deh. Harusnya Mas Dika bales chat-nya aja. Nggak usah telepon."

Belum apa-apa, Dika sudah mendapat serangan protes Agi. Anehnya, hal itu malah bikin Dika tertawa kecil.

"Emang kenapa sih kalo gue balik telepon? Bukannya lebih enak kalo kita ngobrol langsung gini, ya?"

"Pesan teks mestinya dibalas pesan teks juga. Kalo di chat kan biar ada bukti otentik, jejak digital-nya gitu, Mas."

"Iyaa, deh. Habis ini gue kirim chat juga, balesin pertanyaan lo tadi."

"Emang udah dibaca?"

2 3 4 + 1, Kami SaudaraWhere stories live. Discover now