02 : Gadis yang hilang

1.1K 244 56
                                    

5 tahun lalu.

.
.
.
.

"Mengapa wajahmu seperti itu?"

"Hm ...."

"Tidak senang ya karena harus tinggal di rumah paman?"

Soojae menggeleng. Wajahnya menunduk, menyembunyikan sepasang pipi yang memerah akibat suhu udara lembab.

"Tidak kok, aku suka. Aku hanya ...."

"Aku mengerti perasaanmu, Sayang."

Seokho meraih kepala keponakannya, memeluk dengan hangat. Soojae langsung menangis, akan tetapi tangisnya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Kedua tangannya saling terkepal erat, seakan gadis itu tengah berada di antara badai dan tengah berpegangan.

"Mungkin ini yang terbaik, aku tidak akan memaksa mama untuk terus bersama papa. Mereka hanya saling menyakiti jika bersama."

"Kau gadis yang kuat, tidak apa-apa. Paman selalu bersamamu."

Soojae pergi atau lebih tepatnya, diungsikan sementara dari rumah setelah menyaksikan ayah dan ibunya bertengkar. Selama beberapa bulan terakhir, hubungan ayah dan ibunya memang sedang tidak baik-baik saja. Sebelum puncak masalah itu terjadi.

Ibunya mendapati bukti kalau ayahnya telah berselingkuh. Pertengkaran yang terjadi lebih hebat dari yang Soojae duga, sebab selama Soojae mengenal kedua orang tuanya. Mereka tak pernah sekali pun kedapatan bertengkar secara langsung. Baru pertama melihat pahitnya kenyataan, Soojae merasa ingin muntah.

Setelah perang besar itu terjadi, terjadi perang dingin yang membekukan di rumah. Ibunya masih memasak untuk mereka, ayahnya pergi bekerja setiap hari, tapi semua kehidupan di dalam rumah seakan tiada.

Soojae tahu orang tuanya akan segera bercerai, jadi ketika mereka meminta Soojae untuk pergi ke rumah sang paman saat liburan musim panas datang, Soojae tidak menolak.

Setelah menempuh perjalanan panjang dengan kereta, Soojae berpisah dari sang ibu setelah mendapat ciuman bertubi-tubi di wajah.

Bukan sesuatu yang menyenangkan karena harus berpisah dengan sang ibu, tetapi Soojae ingin memberikan waktu pada kedua orang tuanya untuk berbicara sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab.

"Sudah merasa lebih baik?"

"Hm ...." Soojae tersenyum.

Umurnya masih 17 tahun, tapi Soojae berencana untuk mengambil alih seluruh kendali hidupnya. Soojae tidak akan bergantung pada ayah dan ibunya lagi, dia berencana untuk hidup mandiri setelah usianya cukup nanti. Jadi Soojae akan menggunakan liburan musim panas itu untuk bersenang-senang, membuat kenakalan dan juga mulai menyusun peraturan-peraturannya sendiri.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari stasiun, Soojae tahu-tahu sudah sampai di rumah pamannya yang sederhana. Keluarga paman Seokho menyambut Soojae dengan ramah, bibinya adalah cerminan dari pamannya, mereka pasangan yang saling mencintai apa adanya, sederhana dan tulus. Soojae menyukai suasana ketika tinggal di antara mereka.

Apalagi Soojae punya Yoona yang beberapa tahun lebih muda darinya, tetapi sudah cukup dewasa untuk dijadikan teman berbuat usil. Sepanjang sore Soojae dan Yoona bermain ayunan di halaman rumah, bermain lompat tali dengan anak-anak lain, berpetualang di antara ladang-ladang, memandikan sapi di sungai dan juga mencari sayuran di hutan.

Soojae menikmati semua kegiatan itu seperti halnya sedang menghirup udara ke dalam paru-paru.

Suatu siang, Soojae mendapat telepon dari sang mama yang menangis dan mengaku tidak kuat menjalani hidup lagi. Soojae patah hati, membenci ayahnya yang telah berani mengacaukan kedamaian di rumah, membenci kepahitan yang harus diterimanya dalam usia muda.

Sᴡᴇᴇᴛ Sᴛᴀʟᴋᴇʀ  Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz