Pulang

33 30 2
                                    

Semburat matahari pagi menelusup menembus kaca transparan dan langsung menerpa wajahku yang masih tidur dengan nyenyaknya, sontak aku menutup wajah menggunakan telapak tangan berusaha agar cahaya itu dapat terhalau.

Karena merasa risih dan tidak nyaman, akhirnya dengan sangat amat terpaksa aku membuka sebelah mataku untuk mengintip situasi. Pandangan pertama kali yang aku lihat adalah sebuah jendela dengan kaca transparan yang tinggi nan lebar berada tepat di ujung ranjang tempat aku tengah rebahan.

"Duhhh, siapa sih yang naroh nih jendela dimari" Umpatku kesal dalam hati.

"Udah bangun non?" Tanya sosok wanita dengan suara yang tidak asing lagi di telingaku.

Aku memutar wajah supaya dapat mengenali siapa sosok yang menegur ku barusan. Dan disana berdirilah sosok wanita paruh baya yang selalu aku panggil dengan sebutan bik Ina, tangannya tengah sibuk merapikan mainan Bintang yang tampak berserakan dimana-mana.

Dan detik itu aku baru sadar kalau aku masih ada di rumah Nabil, dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, aku langsung duduk dan penglihatan ku seketika menjadi gelap akibat darah rendah.

"Bik, bunda mana?" Tanyaku cepat pada wanita itu.

"Bunda sudah ke kantor non, kayak biasa" Jawab bik Ina yang masih sibuk membereskan mainan Bintang.

"Lah, kok bibik gak bangunin Nabila sih?" Protesku.

"Bibik udah mau bangunin non Nabila, tapi bunda yang ngelarang bibik. Katanya biarin non Nabilanya tidur dulu, gak usah dibangunin, gitu non" Dengan polosnya bik Ina menjawab panjang lebar pertanyaanku.

"Tapi saya mau sekolah loh bikkk.....Terus Nabil dimana?" Tanyaku lagi.

"Udah pergi sekolah non, ini sudah jam sembilan lewat non" Ucap bik Ina sembari menunjuk ke arah jam dinding berbentuk kotak di kamar bunda.

Aku sontak melongo saat melihat arah jarum jam yang tengah menunjukan pukul sembilan, bahkan sembilan lebih.

"Lo ngapain sih Nab?, mati suri?" Umpatku dalam hati, merasa kesal dengan diri sendiri.

"Bik, Nabila mau mandi dulu" Ucapku kemudian pada bik Ina dan langsung berlari kecil menuju kamar mandi.

***

Ku tatap lamat-lamat pantulan diriku di cermin, disana terpampang sosok gadis berumur tujuh belas tahun dengan mata yang sembab dan rambut acak-acakan.

"Huhhh" Aku menghelah nafas dengan raut wajah datar.

Tinggg....

Ponselku bersuara menandakan adanya pesan masuk, mungkin Karin atau Ica yang sekedar menanyakan kenapa aku tidak masuk sekolah hari ini pikirku.

Namun rentetan suara itu tidak berhenti dan menjadi spam, seakan-akan ada suatu hal yang sangat amat penting.

Karena merasa kesal akhirnya ku raih benda itu dan terpampanglah jejeran chat dari Yudha, chat yang tidak terlalu penting seperti udah makan belum?, kenapa hari ini gak masuk sekolah?, kata Nabil kamu sakit, emang iya?, dan masih banyak lainnya.

Karena menurut ku itu sangatlah tidak penting, akhirnya aku abaikan dan lebih memilih untuk melihat postingan-postingan di instagram. Namun saat jariku tengah menscrol halaman salah satu medsos itu, tiba-tiba sebuah notifikasi telepon masuk.

Yudha, ia menelepon ku. Mungkin karena kesal diabaikan chatnya atau apa aku tidak peduli. Ku tatap layar ponselku tanpa suara, nada dering terus saja berdering seperti tengah tidak sabar agar aku menjawab panggilan tersebut.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang