Mencari Ide

21 8 3
                                    

"Aaa ... gue gak mau! Ih, Ayah kenapa tadi bilang gitu? Kan, gue jadi gak karuan gini!" erang Fitri sesaat setelah masuk kamar. Percakapan dengan ayahnya membuat Fitri merasa kesal, meski tujuan Ayah memang baik. Namun, hati Fitri masih tak bisa menerima jika harus menikah dan hidup bersama Hasan.

Akan seperti apa rumah tangga mereka kelak?

Hari-hari setelah ikatan suci itu terucap kelak akan bagaimana? Akankah seperti warna pelangi yang beragam atau akan  seperti malam yang hanya memiliki satu warna yang monoton? Ah, membayangkan hari-hari nanti saja Fitri tak sanggup, apalagi jika menjalaninya?

Bagaimana pun caranya, Fitri akan berusaha agar pernikahan yang jauh dari impiannya itu tak akan pernah terjadi. Jika Ayah tak mau membantu membatalkan perjodohan, maka kemungkinan besar Bunda pun sama. Apalagi jika meminta bantuan kakek yang sejak dulu sering menggoda dirinya untuk selalu bersama Hasan. Lantas, jika begini, apa yang harus dilakukan? Pasrah dan menuruti permintaan orang tua? Oh, tidak!

Daripada harus menikah dengan Hasan—si Monster Menyebalkan itu, lebih baik Fitri menyandang status jomblo lebih lama lagi. Eh, lebih lama lagi? Ah, tidak-tidak! Lebih baik Fitri menikah dengan Oppa yang selalu  ia lihat selama ini. Mereka tampan, selalu membuatnya senang, dan ... sayangnya mustahil untuk dijadikan pasangan hidup terkecuali dalam dunia khayal.

Sepasang kaki yang beralas sandal jepit berwarna kuning itu terayun menuju pintu balkon kamar. Menghirup udara di jam sepuluh pagi sepertinya menyegarkan untuk menetralisir beban pikiran yang tak tahu diri mengendap di otaknya.

Bayangan akan sejuknya angin pagi hari seketika berubah menjadi hawa panas setelah beberapa saat Fitri berdiri di balkon kamar. Suara menyebalkan milik sang Monster membuat suasana menjadi panas.

"Gak usah terlalu mikirin apa yang bunda lo bilang tadi,  santai aja kali."

Fitri memutar badan hingga setengah menghadap Hasan yang juga sedang berada di balkon kamar laki-laki itu dengan kedua tangan tenggelam pada saku celana yang dikenakan.

"Santai kata lo? Heh, gue gak bisa santai, ya, kalo ternyata cowoknya itu elo! Kalo Mingyu, Teahyung, atau Lee Min Hoo, sih, gue bakal santai dan bahkan dengan senang hati juga hati yang lapang bakal gue terima. Lha, calon gue modelan kayak elo? Idih, ogah!" cerocos Fitri dengan begitu menggebu. Bagaimana bisa ia menanggapi hal ini dengan santai?

"Cewek ribet banget, sih?" Hasan bersandar pada dinding dengan wajah yang mengadah, menatap langit cerah kota Bandung.

Fitri bergerak cepat mendekati pembatas balkon dekat dengan pembatas balkon rumah Hasan dengan sapu di tangannya. "Apa lo bilang?" Aura yang mulai panas di antara tubuh Fitri terpancar.

"Cewek ribet."

Sapu dalam genggaman Fitri terangkat dan akan terarah pada Hasan di seberang sana. Jarak yang  lumayan jauh mengharuskan Fitri untuk maju beberapa langkah hingga tubuhnya menempel pada pembatas balkon. Hampir saja perempuan itu jatuh jika tangan satunya tak berpegangan erat pada sisi balkon.

"Mau ngapain coba? Kalo lo jatuh gimana? Ntar gue gak jadi ganti status," celetuk Hasan saat melihat tubuh Fitri hampir jatuh.

"Emang lo setuju nikah sama gue?" Mata perempuan yang memakai kaus lengan panjang itu memicing. "Atau emang elo naksir gue, iya?"

"Ternyata selain galak elo juga tingkat PD-nya hampir sebanding sama galaknya," pungkas Hasan dengan satu sudut bibir tertarik menatap Fitri yang semakin geram padanya.

Different Ways ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora