prelude: tentang rena, ayah, dan mama

80 9 0
                                    

Hari masih subuh, tetapi Rena sudah harus terbangun karena sesuatu yang lembut menyapu wajahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari masih subuh, tetapi Rena sudah harus terbangun karena sesuatu yang lembut menyapu wajahnya. Gadis itu menggeram rendah, langsung tahu bahwa itu ulah kucingnya yang tidak tahu diri.

Namanya Lila, kucing yang baru 1 tahun itu memang kadang suka tidak tahu diri. Sedang nyaman dalam lelap, Rena bisa tiba-tiba merasa sesak sebab kucing gembrot itu bisa semena-mena tidur di atas perutnya. Seperti pagi ini.

"Lilaa, ya ampun! Kamu tuh udah gede, udah berat, jangan tidur di atas perut lagi dong."

Gerutuannya ditanggapi Reno yang sedang membuka jendela. "Apa salah Lila? Bagus niatnya tahu, dia ngebangunin kamu. Ini udah pagi, buruan mandi. Jangan mentang-mentang udah libur UTS kamu jadi biasa mandi agak siangan ya, sekarang udah masuk sekolah lagi, jadi mandi pagi lagi."

Rena menghela napas mendengar omelan sang ayah. Hadeeeh, masih pagi udah kena omel hampir semenit, batinnya. Namun yang keluar dari bibir jelas hal lain. "Iyaa ayah sayang." Begitu katanya, lantas bangkit dan sempat mencium pipi pria itu sebelum akhirnya berlari ke kamar mandi.

"Iuh bau jigong!!!" Teriakannya memenuhi seisi kamar.

Tak disangka, dari dalam kamar mandi gadis itu balas berteriak. "Biarin, wlee!! Ayah juga sama!"

"Ayah sudah mandi asal kamu tahu!!"

"LAHH AYAH UDAH MANDI?! HEHE MAAF KALAU GITU."

•••

Menu sarapan kali ini hanya telur orak arik. Sederhana, namun mampu membuat Rena tersenyum puas saat menyantapnya. Serius, semua masakan buatan ayah selalu enak di lidahnya. Pagi ini saja ia sudah hampir menghabiskan porsinya dalam waktu kurang dari 10 menit.

"Tiga bulan sekolah, semuanya baik-baik aja, kan?"

Gadis dengan seragam abu-abu itu baru memasukkan suapan terakhirnya saat Reno datang dari arah dapur bersama segelas susu hangat. Kemudian, pria itu duduk di sampingnya.

"Aman, Bos! Teman-teman kelas pada baik," balasnya setelah menelan kunyahan. "Oiya, Yah, aku mau ikut OSIS, boleh gak?"

Sambil minum kopi, alis pria itu terangkat. "Kamu bisa membagi waktu? Kalau iya, ya boleh. Bagus ikut OSIS, nambah pengalaman."

"..., sebenernya udah daftar dari kemarenan sih, tapi baru sempat bilang."

Kontan, Reno menggeleng tak habis pikir. "Dasar. Udah pelupa, cerewet pula. Haduh, kamu tuh anak siapa sih sebenernya?"

Kata-katanya membuat Rena nyaris tersedak saat menenggak susu. Sepasang matanya melotot lucu. "Ayah kok gitu sih!"

"Lho, itu faktanya."

"Tapi wajahku mirip Mama!"

"Iya iyaa, anak mama."

Rena mendecak. "Udahlah, aku mau berangkat aja."

Glacier | Renjun ✓Where stories live. Discover now