Secangkir Teh Susu Novela - Part 3 - End

0 0 0
                                    

Ia terdiam. Ia menatapku, tetapi masih diam. Diam seribu cerita. Diam satu cinta.

"Novela.....
Kau mungkin harus membaca ini!"
Ia lalu maju ke arahku sampai membuatku tertahan oleh jendela. Ia terus maju sampai aku bisa menghirup nafasnya. Sampai aku bisa merasakan dia dalam diriku. Kututup mataku, mencoba membaca apa yang sedang sampaikan. Perasaan ini.... Dengan beribu detak jantung yang memburu. Dengan perasaan yang teraduk-aduk. Dengan hangat dirinya menekanku. Aku bisa membacanya! Bertahun-tahun ia kesepian, sendirian, di tengah perempuan yang menyukainya. Perempuan yang satu per satu ia tolak, demi kepercayaan dalam hatinya. Demi sesuatu yang tak pasti..... Yaitu aku. Aku tidak pasti.
Air mataku mengalir.....

Kudorong dia kuat-kuat. Aku berteriak,"APA-APAAN KAU! APA MAUMU?!"

"Nov, aku..."

Tanpa ia menyelesaikan kata-katanya aku mendorongnya lebih keras lagi. Sampai ia terjatuh. "TEGANYA KAU PERMAINKAN AKU! RASAKAN INI!" Aku mengambil teh susu panasku dan menyiramnya ke wajahnya.

"Aaaaargh!!!" Ia melenguh seperti singa dibakar ekornya.

"BACA INI!" Aku melemparkan novel tebal yang tadi ku baca. Pas! Kena kepalanya. Kena dahinya yang telah berlumuran darah oleh pecahan cangkir tadi. Tanpa sadar ia telah ada dua orang petugas keamanan yang telah bersiap. Mereka pun menggiring paksa Bram keluar dari cafe. Bram membawa pergi novelku. Entahlah mengapa...

Seketika aku merasa tenang. Aku merasa damai. Aku tersenyum. Namun perasaan itu semakin menggelora. Aku pun tak sanggup menahannya. Aku tak peduli apa-apa lagi! Aku tertawa sangat keras,"Hahahahahahahaha....!"

Aku menutup mataku.

***

Aku membukanya lagi setelah 2 detik saja. Kini di depanku yang ada hanyalah sebuah tembok. "Haah, ternyata tentang pria itu lagi. Sekarang di cafe toh? Hmm...," gumamku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Aku pun kembali ke ranjangku. Mengambil novel yang sedang terbuka dan melanjutkan kembali membaca. Air mataku sekarang sudah mengering, tetapi aku tetap tersenyum. Tak lupa aku melihat kamera yang berada di ujung ruangan kamar ini. Kuberikan jempolku ke arahnya, memberikan tanda bahwa aku sedang baik-baik saja.

"Cuma novel kok!" seruku kepada seseorang di seberang kamera sana. "Antarkan lagi teh susu hangat kepadaku dong! Boleh kan?" tanyaku lalu tersenyum ramah.

Lagu-Lagu LusianaWhere stories live. Discover now