💚Prolog💚

106 12 5
                                    

"Ly, lo bukannya udah punya pacar, si Agus kalau nggak salah," ujar Eva.

"Agus mah mantannya Ovie," balas Lily.

"Bukan si meong, kalau dia mah gue udah khatam," Eva tetap ngotot.

"Apa sih nih bocah, kaga jelas," omel Ovie.

"Itu loh, Vie. Kalau teleponan di kos, Lily sering manggil Gas Gus, ngono loh," ucap Eva dengan gaya medoknya yang khas.

"Hahaha," tawa Lily dan Ovie spontan meledak.

"Loh, malah ngakak,"

"Kak Eva, Gus itu panggilan untuk anak kyai, bukan namanya Agus," jelas Lily.

Eva dan Ovie saling tatap seolah sedang berbicara lewat tatapan mata. Tak lama keduanya tertawa.

"Cie Gus Dani," seru keduanya.

Lily melempar kedua sahabatnya dengan bantal.

"Jadi, si Dani anak kyai?" tanya Eva sambil mengscroll instagram timeline.

"Mana saya tahu," jawab Lily sinis.

"Loh, terus sopo si Gus gus iku," Eva lagi-lagi mengangkat tema 'Gus'.

"KEPO!" ketus Lily.
Ovie tertawa puas di sebelah Eva.

Hening sesaat setelah itu, ketiganya sibuk dengan ponsel mereka. Hingga ketukan pintu kos mengejutkan mereka.

"Assalamualaikum," sapa seorang wanita dari luar, dari suaranya mereka bisa pastikan bahwa dia adalah Bu Erna, pemilik kosan putri.

"Waalaikumsalam," balas ketiganya.
Lily yang kebetulan berada di dekat pintu segera berdiri membukakan pintu untuk Bu Erna.

"Alhamdulillah kalian semua di rumah," ucap Bu Erna,"ini ada titipan dari cah bagus, katanya takut kalau tengah malam kalian nanti kesiangan sahurnya. Ibu juga dibelikan, dia nggak mampir karena ada urusan katanya. Padahal Ibu nggak masalah kalau yang berkunjung cah bagus," ujar Bu Erna sambil menyerahkan sebungkus roti tawar dan susu putih. Matanya berbinar-binar setiap menceritakan 'cah bagus', tamu kehormatan kosan putri Bu Erna.

"Terimakasih banyak, Bu. Kenapa nggak kirim pesan saja, biar salah satu dari kami ke depan ambil titipan," ucap Lily basa-basi. Padahal dia paham kenapa Bu Erna datang ke kamar mereka. Apalagi kalau bukan mengecek apakah ketiganya berada di kamar karena peraturan kos melarang mereka keluar setelah jam 9 ataupun pulang lebih dari jam 9 malam kecuali kerja. Parahnya Bu Erna meminta kontak orang yang sekantor dengan anak kosnya, syarat untuk tetap tinggal di kosan.

"Ovie sama Eva nggak lembur, tumben," tanpa permisi Bu Erna melongok ke dalam. Ovie dan Eva gelagapan karena keduanya sedang tiduran di spring bed.

"Malam, Bu. Kebetulan juga kantor saya selalu memulangkan karyawannya lebih awal untuk menyambut bulan suci ramadhan. Saya tidak melihat Bu Erna di mushola pas Sholat taraweh,"

Eva menyenggol lengan Ovie. Gadis lampung satu ini terkenal ceplas-ceplos.

"Saya lagi halangan, jangan sampai telat sahur ya. Saya permisi," balasnya. Wajah Bu Erna terlihat kesal saat Ovie menyindirnya.

"Heh. Sekali aja di rem apa kaga bisa tuh bibir, lagian suka-suka dia lah mau taraweh apa kaga," omel Lily.

Eva segera mengambil roti tawar dan susu dari tangan Lily.

"Si Koko baik banget sih, perhatian gitu ke kita," ucap Eva, dia mengambil selembar roti tawar dan di makan begitu saja tanpa olesan mentega ataupun selai.

"Bukan ke kita, koreksi ya, ke gue!" tegasnya, "ini buat sahur ya Allah, Kak Eva!" Lily merebut kembali roti tawar dari Eva.

"Ribut mulu, yok tidur biar nggak telat sahutnya," Ovie mengusir kedua sahabatnya untuk merapikan seprai yang tidak berbentuk.

"Atau kita tidur setelah sahur aja, gimana?" saran Lily.

Eva yang sudah selesai mengunyah segera ke dapur tanpa mengindahkan saran Lily. Tenggorokannya lebih berharga dibandingkan menanggapi Lily.
Ovie juga sibuk dengan seprainya.

Ting!

Sebuah pesan pop-up di layar ponsel Lily.

Dari : 😊

Rotinya udah mendarat belum, Ay?

Lily hanya melirik sekilas, dia meninggalkan chat tak berbalas. Dia justru melempar dirinya ke sebelah Ovie yang sudah siap untuk bertamasya ke alam mimpi.

"Siapa?" tanya Ovie.

"Udah tidur. Va, lo tidur di kasur sebelah ya, malam ini gue mau bobok sama Ovie," teriak Lily. Eva yang sedang di kamar mandi menjawab dengan bunyi gayung yang diketukkan ke pintu.

***

Mentari sudah di atas kepala saat gadis manis dengan hijab biru segiempat bermotif bunga lily masuk ke sebuah cafe. Seorang pemuda melambaikan tangan ke padanya saat manik mata mereka saling menyapa.

"Hai, udah lama nunggunya?" sapa gadis itu.

"Nggak usah basa-basi. Kita janjian jam 10, sekarang sudah jam 12 siang," balas pemuda itu sewot.

"Maklumlah, libur itu waktuny memanjakan diri. Apalagi bulan ramadhan gini," ujarnya.

"Sesuka hati Ning Lily aja,"

"Gue gak suka ya kalau udah manggil Ning gini," ucap Lily sinis.

"Iya-iya, Maaf. Entah kenapa gue lebih suka manggil Ning Lily, kesannya lebih lembut,"

"Jadi, ini alasan mereka menjuluki seorang Dani sebagai playboy fisabilillah," sindirnya.

"Ganteng, pinter, sholeh, terus nggak suka bersentuhan sama lawan jenis," Dani membusungkan Dadanya.

"Pacarnya banyak, misal tinggal bareng udah mirip asrama putri," Lily tidak mau kalah.

Dani menggaruk tengkuknya dan tersenyum. Dia selalu kalah setiap berdebat dengan Lily, lebih tepatnya mengalah. Sahabatnya sejak SMU, cinta pertamanya, dan juga gadis yang mematahkan hatinya pertama kali. Semesta sudah memberi sinyal untuk menjauhkan mereka tapi Dani lebih percaya pada kekuatan doa. Ditolak bukan berarti tidak berjodoh. Bukankah yang dinamakan jodoh adalah dia yang akan duduk di pelaminan dengan kita, bukan seseorang yang ditolak cintanya. Bisa saja dia ditolak cintanya saat SMU, tapi Allah maha pembolak-balik hati. Penolakan saat itu adalah semangat untuk meminta secara langsung lewat jalur langit. Kalaupun tidak berjodoh, pasti Allah menyiapkan seseorang yang lebih baik.

"Dan, Dani!"

Suara Lily membuat Dani tersadar dari lamunannya.

"Apa, Ay? Gue nggak budek,"

"Jadi belanja nggak? Mau di kafe sampai jam berapa? Bisa-bisa gagal bagiin takjil pertama kita,"

Dani menepuk jidatnya secara reflek. Dia hampir lupa rencana mereka membuat takjil untuk dibagikan ke panti asuhan di daerah sleman.

"Astaghfirullah, hampir lupa. Ya udah gue pamit sama Kak Ika,"

"Ok.Oh ya, tim kita jangan lupa suruh siap-siap juga, kita ngontennya pas nanti belanja di pasar aja. Kalau pembagian takjilnya, kita bagi moment lewat postingan di instagram. Nanti vlog kita beri judul 'Vlog pertama di bulan ramadhan(takjil Day-1)'gimana?" Lily terlihat antusias menjelaskan tentang idenya.

"Ok. Siap 86, Ay, " Dani mengangkat kedua ibu jarinya.

"Ya udah, gue nunggu di depan ya. Buruan loh ya jangan lelet,"

"Iya bawel,"

Lily akhirnya melangkah keluar kafe. Dani tersenyum memandang Lily hingga pintu kafe kembali tertutup.










Assalamualaikum Gus DaniWhere stories live. Discover now