𖠿. Rasa

109 10 4
                                    

THE FAITH CHAPTER 3

Siluet ku mengatakan bahwa sosok itu adalah Johan Liebert, seorang pemuda yang aku kagumi. Barusan dia keluar dari bangunan tua itu, lampu yang berada di dekatnya jg sudah ingin padam seperti kehadiran nya akan menghilang di telan dalam kegelapan.

Kita saling melihat satu sama lain, tetapi dia mengabaikan ku. Sebelum jarak kita semakin jauh, aku harus membuat keputusan secepat mungkin "Hai, Johan." Dia tampak tidak peduli dengan kehadiran ku dan tetap melanjutkan langkahnya "Aku- Tidak keberatan jika kau ingin menumpang."

Dia menghentikan langkah dan menegak kan kepalanya "boleh?" Kali ini dia menoleh. "Tentu, Kau duduk saja di belakang, biar aku yang mengantar mu" aku tidak tahu ekspresi ku saat ini, yang aku tahu hanya kepercayaan diri yang menjijikan, senyum ku jg terasa sangat kaku.

Tanpa pikir panjang, Dia langsung duduk di belakang sepeda ku, aku berharap sepeda tua ini masih mampu menampung beban orang dewasa.

"Apa tidak masalah?" Suaranya begitu tenang memasuki telinga ku, rasa ingin teriak selalu menghantuiku sepanjang jalan. ekspresi pun sudah tidak karuan, untung aku sedang membelakangi nya.

"Hei?"

"Ohhh ya, tidak, tidak masalah."

"Tidak masalah ya.. itu karena kamu pernah menaiki sepeda ini bersama orang lain?"

"Hmm, seperti nya pernah." Wajar dia berpikir seperti itu, karena sepeda ini sudah sangat tua, seperti tidak layak di tunggangi dua orang.

"Siapa?"

Pertanyaan nya membuat ku teringat akan masa lalu, karena sampai sekarang, hanya dia, satu-satunya teman yang selalu menemaniku.

"Sahabat dekat.. tetapi sudah sangat lama. Akhir-akhir ini tidak ada lagi yang duduk di jok belakang itu. Selain, kamu. Oh ya, kemana saya harus mengantar mu pulang?" Aku terlupa kalau saat ini sedang mengantar dia, habisnya berduaan seperti ini sangat menyenangkan.

"Pantai. Aku ingin ke pantai untuk saat ini, tidak apa-apa?"

"malam begini, mengapa ingin ke pantai? Bukannya lebih baik langsung pulang saja?"

"Tidak, kesampingkan dulu hal itu, Svenja. Aku hanya butuh sedikit hiburan, apa kau tidak ingin menemani ku sebentar saja?" Suaranya sangat lesuh, aku bisa merasakan ekspresi wajah nya yang lelah dan kepala nya yang menyender ke punggung ku.

"Kalau begitu, mana bisa aku menolaknya bukan?" Segara mungkin aku berdiri dari tempat duduk, lalu menggowes nya dengan sekuat tenaga "Tolong berpeganglah pada sesuatu yang kuat!"

- 🚴🏻‍♀️ ୭̥ ⋆*. ›

Setengah jalan telah di lewati. Aku kembali duduk ke jok sepeda, karena sepertinya tenaga ku hampir habis, untungnya sepeda ini semakin ringan.

"Kau lelah?" Dia memiringkan kepalanya ke hadapan ku "jelas tidak! Hahahha. Aku hanya mempercepat perjalanan saja." keadaan menjadi sangat sunyi.

dengan penerangan yang minim, aku bisa merasakan suara ombak besar yang menepi. Tak lama kemudian, roda sepeda terasa berat, dan pasir putih sudah memenuhi semua ban.

"Sudah sampai. Sekarang turun lah" aku terdiam di atas jok sepeda sambil menunggu berat tunggangan terasa ringan

"Jadi, kau mengusirku?" Dia mulai menuruni sepeda, tetapi berat tunggangan hampir tidak ada bedanya.

"Bukan seperti itu, tuan johan. Ini tujuan mu bukan?"

"memang benar ini tujuan ku, tetapi hanya saat bersamamu." Aku tak sempat melihat ke arahnya karena sepertinya roda sepeda ku terjebak di dalam pasir putih.

"Lagi pula, Kau pergi keluar dengan sepeda itu karena ingin mencari angin, bukan?" Stang sepeda dan kepala ku, beralih menghadap nya Secara bersamaan.

"Waah hahahah, kali ini kau membaca pikiran ku" Aku menurunkan standar lalu turun dari sepeda.

Secara perlahan aku berjalan ke arahnya, Dia pun menyamakan langkah nya dengan langkah ku

"Bulan yang indah bukan?"

"kau benar, han. tetapi ada yang lebih indah dari itu"

"apa itu?"

Aku berlari menuju hadapan-nya lalu menunduk kan badan untuk bisa mengambil air laut yang sedalam mata kaki. Dia hanya melihat ku dari sana, sementara aku menyipratkan air padanya "air laut ini!" seru ku.

Dia menghindari cipratan air itu dengan kedua tangan nya lalu Kita berdua saling tertawa dan melihat satu sama lain. aku buru-buru menghampiri nya lalu menoelkan jari ke pipi dia yang terkena air.

"Biar ku coba rasanya" sambil berbalik badan menghadap langit, aku kembali berdiri di sampingnya.

dia melihat ke arah ku dengan ekspresi yang tidak biasa, ekspresi nya seperti kaget tetapi alisnya naik.

"Bagaimana rasanya?" Tanya-nya dengan mata yang terbuka lebar

"Hmm rasanya ya.. Rasanya manis"

Aku kembali menatap wajahnya, kini telinga dia memerah dan ekspresi wajahnya berubah menjadi rasa penasaran yang serius.

"YAH HAHAHAH, TENTU SAJA RASANYA ASIN, SUDAH TAU BEGITU MENGAPA KAU MASIH BERTANYA? lagi pula.. apa-apaan telinga mu itu, mudah sekali memerah ya? Pfft-" Aku tak kuasa menahan rasa lucu terhadap reaksinya, sampai-sampai tangan ku seperti tak bisa lepas dari perut.

"Ya sudah kalau begitu" dia mendekat kan wajahnya ke telinga ku dan menundukan badan nya "ku coba rasamu kapan-kapan ya?"

Tanpa menoleh, dia kembali ke tempat sepeda terparkir dan membiarkan seorang gadis yang di lakukan seperti ini tertinggal di belakang nya "Sudah terlalu malam sekarang, bukan kah lebih baik kita pulang?" Dia melambaikan tangan nya seolah-olah menyuruh ku untuk menghampiri dirinya.

"HEY, BUKAN SEPERTI ITU!"

Lalu aku berjalan ke arah nya, untuk segera menyiapkan sepeda tua itu. Tetapi dia sudah menaikinya terlebih dahulu "apa yang kau lakukan?" Dia mengangkat kedua alis nya "apa salahnya?"

*Kring kring

"Biar aku saja yang membonceng mu, tidak enak dilihat jika seorang wanita membonceng pria di malam hari."

"kau yakin? Tidak aku saja?"

"Iya, yakin."

"Yasudah" aku duduk di jok belakang, kali ini dia yang menggowes sepeda.

Wangi nya sangat harum seperti tidak ada satupun keringat di dalam tubuhnya 'aku heran, dia ini manusia apa bukan.' menyetir nya jg lambat dan tidak terlalu cepat seperti aku tadi, tetapi terasa sangat nyaman.

Sepanjang jalan, terdapat bangunan-bangun tinggi dan tentunya lampu-lampu yang selalu menerangi jalanan. Daripada bosan, aku mulai bersenandung kecil untuk menghilangkan rasa canggung.

Saat memasuki suatu gang, sepeda mulai terhenti 'Eh, Sudah sampai kah?' aku melihat - lihat ke arah sekitar

"Arah pulang mu ke sini?" Dia sudah mulai menuruni sepeda tetapi Aku masih terduduk di belakang dan menahan sepeda dengan kedua kaki

"Bukan, ini hanya tempat singgah sementara"

"Lalu, kemana arah pulang mu yang sebenarnya?"

"Sudahlah tidak usah di pikirkan. Yang harus kau pikirkan sekarang adalah, yakin ingin pulang malam begini? Tak ingin menginap sebentar saja?"

Aku melihat ke arah yang mendapat kan sedikit penerangan, aku cukup takut untuk pulang tetapi lebih takut lagi dengan wajahnya dia yang terlihat tenang dan tetap tersenyum ramah.

"Ohh kau meragukan ku? aku ini pemberani loh" tanpa basa-basi, aku segera berpindah jok kedepan lalu memutar balikkan arah sepeda untuk pulang ke apartemen ku. "Lagi pula, apartemen ku tak jauh dari sini." kaki ku sudah berada di pijakan sepeda

"Sampai jumpa, han." Aku berdiri lalu menggowes nya dengan sangat cepat.

*Kring kring

──────────────────✦ ✦ ✦

✶ 𝐓he 𝐅aith - Nameless Monster Where stories live. Discover now