EPILOG

56 7 7
                                    

Aku, kamu dan birunya laut kala itu.

Pada saat itu, matahari tengah menyinari jembatan cedok. Sekelompok burung sibuk berkelena di atas langit yang bersih, dengan harapan akan bertemu dengan kelompok lainnya.

Angin terasa sangat lembut, begitupun dengan kehadiran nya yang nyaris tak terasa hidup. Dengan tenang, ia berkata "lama tidak bertemu." pandangan ku kini teralih pada matanya yang terlihat seperti warna laut kala itu.

Tangan kita berdua serasa menyatu di atas tembok jembatan itu dan tenang nya laut, tergambar seperti perasaan ku saat bersama mu. Berharap bisa selamanya seperti ini tetapi ketenangan di dalam dunia, hanyalah sebatas fana yang di cari oleh banyak orang.

Aku menarik nafas sebelum mengatakan sesuatu padanya.

"apa kabarmu?" Kita berdua saling mengangkat bicara. Setelahnya kita berdua terdiam sebelum akhirnya mengeluarkan tawa kecil.

"aku baik, bagaimana dengan mu?" dia berinisiatif untuk kembali berbicara.

"bagaiman ya? Sebenarnya aku cukup kesulitan. Tetapi itu sudah berlalu, lagipula.. kehidupan juga begitu kan? Ada enak dan tidak enaknya."

Dia hanya terkekeh kecil dan mengangguk setuju. Sesekali aku memberanikan diri untuk melihat wajahnya tetapi hatiku masih tidak bisa mengatur tempo nya.

"a-aku.." segera aku mengambil nafas dan menguatkan tekad untuk menatap wajahnya juga mengatakan sesuatu padanya.

Tetapi, "aku; ingin mengembalikan buku ini padamu." sesuatu menyeka tekad ku dan aku hanya bisa memberikan buku itu kembali padanya.

Johan berbalik menatapku dengan matanya yang sedikit melebar, terkejut dengan apa yang aku lakukan. Tetapi dia kembali tersenyum dan mengangkat kedua tangan nya sambil menunjukan bahwa dia menolak buku itu.

"aku sudah tidak membutuhkan buku itu lagi. kalau kau mau, kau boleh mengambil nya."

Aku menurunkan buku itu 'kenapa? Apa yang terjadi?' berpikir tentang apa yang dia maksud.

Dia menyadari nya dan dengan cepat, dia berkata "bisa dibilang, aku menyelamatkan buku itu untuk mu." dia menatapku sebentar dan kemudian raut wajahnya berubah ketika aku tetap terdiam sebagai respon nya.

dia mungkin masih tetap tersenyum tetapi senyum nya itu semakin memudar.

"kau seharusnya sudah tau." yakin nya.

Aku terdiam, hal yang selama ini ingin aku lupakan kini kembali teringat. Iya, aku mengingat sesuatu yang seharusnya aku tidak tahu. Tetapi itu terjadi begitu saja seiring berjalannya waktu. Dan aku meyakinkan diriku sendiri bahwa itu tidak nyata. tetapi kini, orangnya berada di hadapan ku dan berkata seolah semuanya benar-benar telah terjadi karena-nya.

"aku yakin kau sudah mengetahui nya Svenja." dia mengatakan nya lagi. Tetapi sekarang, suaranya semakin melembut saat dia mengatakan hal ini.

Aku menatap ke kaki ku, berusaha untuk melupakan fakta nya bahwa dia itu monster, monster yang sangat kejam dan tidak berperasaan. Dan.. dia mulai pergi dari hadapan ku. Tak tinggal diam, aku kembali berbicara setelah membulat kan tekad ku.

"Iya. Aku mengetahui nya, Johan Liebert." dia berbalik dan di saat itu, aku ingin menunjukkan bahwa aku telah mengetahui semuanya dengan berbicara seperti

"Oh? Atau mungkin.. Tuan tanpa nama?"

Tetapi aku, aku juga ingin menunjukkan padanya bahwa aku tidak peduli dengan itu semua

"mau faktanya seperti apa, aku akan tetap mengingat mu. Tuan tanpa nama; bukankah itu juga sebuah sebutan yang menunjukkan kehadiran mu?"

"Sven..-"

✶ 𝐓he 𝐅aith - Nameless Monster Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang