𖠿. Bantuan

51 4 4
                                    

THE FAITH CHAPTER 6

"Terima kasih..." seorang pria datang berbicara padaku, air matanya mulai membasahi wajahnya sedikit demi sedikit tetapi dia.. masih tetap tersenyum.

*Tinut.. Tinut. Tinut.. Tinut

Lagi dan lagi, aku terbangun dari tidur yang nyaman karena alarm. Untung saja jam itu tepat berada di samping ranjang ku jadi tak perlu bersusah payah untuk mematikan suara yang berisik itu.

'sebentar saja, aku mau tidur sebentar saja..' dengkur ku.

mata kembali terpejam, tak tahan dengan kantuk yang berat. Tetapi pikiran merasa janggal seperti ada sesuatu yang harus di lakukan. Aku baru teringat, hari ini ingin menjenguk seseorang, sejujurnya aku hanya ingin meyakinkan kalau itu benar-benar dia. karena nya aku langsung terduduk sebentar untuk menghilangkan kantuk berat tetapi wajahku terasa di penuhi oleh air mata. 'Aneh, kenapa aku menangis?' Yah- itu tidak terlalu penting. lagipula, aku harus bersiap-siap sekarang.

Semua sudah beres, aku langsung mencari kunci motor yang berada di laci meja belajar, kunci itu memiliki gantungan berbentuk kepala kucing, jadinya sangat mudah untuk ditemukan. Tak lupa dengan shorty helmet yang berada di atas laci pakaian, aku mengambil nya sambil berjinjit.

*Hachouuu! "haduh- berdebu sekali.."

Sarapan kali ini terlewatkan, aku buru-buru keluar dari apartemen dan mengunci pintu nya. Motor kecil itu sudah jarang di pakai olehku, biasanya teman dekat ku yang sering memakai nya, Untung aja dia mengembalikan motor itu hari ini.

*Brumm Brumm
Mesin motor masih bagus, bensin nya masih ada dan penampilan nya bersih. Sekarang tinggal berangkat menuju rumah sakit bodenheim.

Setengah perjalanan sudah di tempuh hingga akhir nya berada di halaman depan rumah sakit, aku baru tersadar bahwa aku tidak membawa apapun untuk menjenguk Johan yang sedang sakit. 'aishh s*al, aku melupakan suatu hal yang penting.'

Saat menaruh helm pada spion, dugaan ku benar. aku melihat Johan yang sedang berjalan keluar dari rumah sakit itu. dia melihat ke arah ku, akupun melambaikan tangan padanya. Seperti biasa, senyum manis itu selalu terpampang di wajahnya, dia berjalan pelan ke arah ku, begitupun dengan diriku yang segera menghampiri nya.

"halo, Johan" saut ku.

"Halo, Svenja." dia tersenyum ramah "ada urusan apa kau kesini?"

"urusan? Hmmm sebenarnya aku ingin menjenguk mu, tapi aku lupa membawakan sesuatu untukmu.. jadi, kau ingin apa sebagai ganti nya?"

"hahaha kau pelupa atau ceroboh?"

"jujur, keduanya, mungkin?"

*Krucuk .. krucuk
Suara itu datang dari perut ku, rasa malu tak bisa di tahan, aku hanya bisa membuang muka padanya. rasanya dia menatap ku dengan terkejut dan juga, aku mendengar ringaian kecil darinya

"y-yahh aku lupa sarapan tadi" sambil membuang muka, aku dengan antusias menjelaskan apa yang terjadi pada perut ku.

"kau belum sarapan?"

Aku hanya mengangguk kecil sambil memegangi perut yang sedari tadi merintih ingin asupan gizi.

"kalau begitu, sebagai ganti kau tidak membawakan ku apapun, bagaimana kalau kau membuat kan ku sarapan? Aku juga belum sarapan saat keluar dari rumah sakit tadi"

"hah? Kenapa tidak mencari makan di luar saja? "

"kenapa ya.. mungkin karena aku tidak membawa uang?"

"itu hanya masalah sepele, Johan. Biar aku saja yang mentraktir mu"

Dia mengangkat alisnya dan menurunkan sedikit mulut nya "kenapa? Kau tak percaya? Baiklah, aku juga memiliki uang yang banyak lohh??" aku segera memeriksa kantong sweater untuk mengecek apakah di dalamnya ada uang apa tidak. Setelah di raba-raba, tidak ada apapun didalamnya selain kunci motor. Memalukan.

✶ 𝐓he 𝐅aith - Nameless Monster Where stories live. Discover now