57. Bicara Soal Perpisahan

108 23 2
                                    

Happy Reading~~

*
*
*
*

Suasana tegang menyelimuti ruang keluarga yang biasanya dihiasi tawa. Setelah basa-basi berlangsung sedikit santai, tapi sesudah itu tak lagi menampakkan wajah bercanda.

Para orang tua menatap seorang pemuda yang sebetulnya malas berada di sini terlalu lama. Menurutnya, mencari gadisnya yang hilang jauh lebih penting dibandingkan berdiskusi serius dengan orang dewasa.

"Kamu sayang Abel?"

"Sangat."

"Sebagai adik atau sebagai apa?"

"Perlu anda mempertanyakan itu?" balas Jilan dengan sinis. Ketahuilah bahwa ia tak suka terlalu banyak basa-basi dengan pria itu sekarang.

"Abel anak saya. Saya perlu tahu bagaimana seorang laki-laki yang berani mencintai dia."

"Saya mencintai dia sebagai Abelva Maharaja. Saya akan siap menjaga dia jika anda tidak bisa lagi menjaganya," jawab Jilan dengan begitu yakin dan serius.

"Abel anak saya. Sebagai seorang ayah, tidak ada kata 'tidak siap' dalam menjaga anaknya." Aghis tak kalah serius dari Jilan. Ia sampai menatap Jilan dengan tajam.

"Oh, ya? Lalu bagaimana dengan anda yang menolak untuk mengurus Abel? Bagaimana dengan anda yang hanya memikirkan diri anda sendiri, tanpa peduli dengan anaknya?"

"Sejak kapan saya bilang saya menolak mengurus Abel?"

Jilan menarik ujung bibirnya. Ia berani menatap Aghis dengan remeh. "Jangan pura-pura lupa, Pak. Mulut sialan anda sendiri yang berbicara."

"Ck, kamu terlalu sok tahu."

"Lagipula memang percuma jika Abel diurus oleh anda. Abel tetap sama saja tidak bisa mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang lebih," ujar Jilan. Ia sudah yakin bahwa pria itu bukanlah pria yang ia kenal tiga tahun lalu.

Bukan lagi seorang pria yang mengajaknya pergi ke tempat gym bersama. Bukan pria yang mengajaknya untuk lomba lari. Bukan pria yang ia sering dengar dari mulut anaknya ketika sedang membanggakan orang tuanya.

Sekarang, di hadapannya, Jilan hanya merasa sedang berhadapan dengan pria brengsek yang berani menyakiti dua wanita yang sudah ada dihidupnya belasan tahun.

"Lalu di mana anak saya sekarang?"

"Hilang. Lihat seberapa tidak bergunanya anda dalam menjaga Abel. Anak hilang pun anda tidak tahu," jawab Jilan tanpa memikirkan sopan santun.

Jilan tidak gentar jika saat ini ia akan dihajar oleh pria itu. Menurutnya, apa yang ia katakan sekarang bukanlah sebuah kesalahan. Fakta harus diterima olehnya.

"Apa gunanya anda sebagai ayah yang seharusnya menjaga anaknya dengan baik?"

"Jaga mulut kamu, Jilan. Kalau saya tidak bisa menjaga Abel, kamu tidak akan pernah bertemu dengan dia."

Jilan mengangguk setuju akan hal itu. "Tapi lihat diri anda sekarang. Anda hanya bisa memikirkan diri sendiri, sampai anda melupakan ada seorang anak yang masih butuh raga ayahnya," balas Jilan dengan cepat.

MAS JI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang