[60] TERROR LAGI

1K 43 0
                                    


SEMANGAT PUASANYAAAA~



"HAHAHAHAHA!" Baru juga mau masuk ke dalam rumah. Kedua insan itu sudah disambut oleh gelak tawa Galen yang menggelegar. Cowok itu masih di sana rupanya, belum pulang.

"Lo? Kenapa masih di sini?" tanya Eras.

"Kan! Gue bilang juga apa! Batu sih lo berdua, gue bilang jangan keluar, bonyok gini kan jadinya!" ucap Galen sambil menertawakan kondisi mereka yang memang sedikit terdapat luka di beberapa bagian tubuh.

"Tadi gue udah nyuruh lo pulang, kenapa masih di rumah gue?"

"Yaelah, gue mau main gak boleh apa?" balas Galen.

Arderas menghela napas kasar, "Terserah lo deh," hembusnya. Ia lalu menarik Dara masuk ke dalam meninggalkan Galen sendirian di luar.

"Yeu, si kunyuk! Ditinggalin gue!"

ㅡㅡㅡ

"Duduk di situ," titah Eras, menyuruh Dara duduk di sofa. "Gue mau ambil obat," lanjutnya.

Sementara Eras lagi ngambil kotak P3K, Galen datang dan langsung nyerobot duduk di sebelah Dara, "Kenapa bisa gini, Ra?" tanya Galen. "Lo kalo mau nanya ntar aja deh, gue lagi males." Jawab Dara ketus.

"Kalian diserang, ya?" ujar Galen tiba-tiba, Dara menoleh dengan gesit, "Kok lo tau?" tanya gadis itu.

"Nebak aja sih," balas Galen.

"Ekhem!" Dehaman seseorang menarik perhatian keduanya, tepat di samping Galen, Eras berdiri dengan membawa segelas air minum dan kotak P3K.

"Weh, bro! Aduh, gausah repot-repot, makasih udah bawain gue minum-"

Arderas menjauhkan gelasnya dari jangkauan tangan Galen yang hendak meraihnya, "Bukan buat lo!" tegasnya.

"Oasu." Galen nyengir lebar.

"Minggir lo," suruh Eras yang langsung dituruti Galen. "Minum dulu," suruh Eras menyodorkan air minum yang ia bawa.

Dara gemetar begitu cowok itu duduk di dekatnya, ia masih terbayang-bayang bagaimana manik mata Eras menatapnya. Ia bergeser sedikit, menjauh darinya.

"Liat sini," lirih Eras. Ia sudah memegang salep antibiotik di tangannya. Dara menggeleng tanpa menolehkan wajahnya. "Itu lukanya di salepin dulu," ucap Eras.

Dara mengulurkan tangannya, "Mana? Sini gue pake sendiri," ujarnya. Merasa gemas, Arderas justru menarik tangan Dara sampai gadis itu melihat ke arahnya. Tak perlu menunggu lama, Eras mengoleskan salep antibiotik pada luka yang terdapat di sudut bibir Dara.

"HUEKKKK!" Galen diujung sofa mendadak merasa mual melihat momen itu. "WOY GAK SOPAN LO BERDUA!" Percuma saja, teriakannya itu tak digubris.

"Udah gue bilang gak usah ikut-ikutan, ngapain lo berantem juga sama mereka?"

"Ya, pengen aja sih," jawab Dara santai. Tidak, sebenernya gugup yang ia rasakan sekarang. Jantungnya berdebar-debar tak karuan. "Coba tadi kalo lo gak ikut-ikutan, gak bakal kayak gini," desis Eras.

"Cuma luka sedikit, udah biasa kali gue," timpal Dara. Arderas berdecit, "Tetep aja luka, Dara!"

"Yaudah, terus kenapa sih? Kayak lo gak pernah luka aja, gausah lebay deh!" Dara menyingkirkan tangan Eras yang masih mengoleskan salep di sudut bibirnya, "udah cukup," katanya.

"Kalau misalnya tadi lo kenapa-napa gimana?! Kalo luka parah gimana?! Kalo mereka nekat celakain lo gimana?!" Muka Eras sampai memerah sangking khawatirnya.

ARDERAS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang