Cokelat

712 55 16
                                    

BoBoiBoy milik Animonsta Studios

.

.

.

Cokelat

oleh deecarmine

.

.

.

Di Desa Rintis, mayoritas penduduk bekerja sebagai petani kedelai dan padi. Tak aneh sebab desa itu adalah salah satu produsen tempe terbesar di wilayahnya, di sana ada sebuah industri rumah yang memproduksi tempe dengan membeli kedelai dari petani lokal.

Alih-alih kedelai seperti kebanyakan warga, Tok Aba justru memiliki kebun cokelat. Alasannya ialah pohon cokelat cocok ditanam di area itu dan sudah ada pembeli tetap dari kota. Selain cokelat, Tok Aba juga memiliki sawah yang lumayan hingga mencukupi persediaan beras sepanjang tahun.

Tok Aba mengelola kebun, sawah, dan hewan ternaknya bersama ketujuh cucunya. Mengingat ini bulan puasa, tentu kebanyakan orang merasa berat mengerjakan tugas seperti biasanya. Contohnya saja kasus ketiga cucu Tok Aba berikut ini.

Menjelang siang itu, Duri, Ice, dan Blaze sedang berbaring di balai-balai dekat kebun cokelat. Ice dan Blaze tampak nyenyak, sedang Duri sibuk menganyam ketupat. Ada banyak daun kelapa yang sudah dikupas berserakan di sekitarnya dan beberapa kantong ketupat yang siap diisi beras.

"Masuk sini, terus ke sini, tarik, terus ke sini lagi ..." gumamnya, asyik. Duri sampai tak menyadari sosok yang datang mendekat ke arahnya hingga ia tiba di sisinya.

"Duri," panggil Taufan, nadanya heran. Duri terlonjak kaget, ia menoleh cepat dan melihat sang kakak tengah berdiri sambil menjinjing keranjang kosong. "Mana buahnya?" tagih Taufan, matanya berkelit ke segala arah, mencari.

Duri refleks tersenyum tak enak.

"Ehehe, kelupaan, Kak ...."

Taufan langsung menampar dahinya sendiri.

"Aku ke sini disuruh Tok Aba sama Gem ambil buah. Kalo mereka tau buahnya belom dipetik ...."

Kalimat Taufan menggantung di udara, namun sudah cukup membuat wajah Duri memucat. Ia segera melempar anyaman ketupatnya dan mengguncang badan Ice serta Blaze.

"Kak Ice! Kak Blaze! Bangun! Banguuuuuunnnn!" jeritnya panik. Ice dan Blaze terjaga, namun mereka sama sekali tidak merasakan kepanikan Duri.

"Lima menit lagi," keluh Ice, ia merenggangkan punggung bak kucing.

"Yaap," timpal Blaze sambil ganti posisi tidur. Taufan ganti mengguncang kedua adiknya lebih keras.

"Bangun, Blaze, Ice, bangun! Tok Aba sama Gemgem udah nagih buahnya, tuh!" serunya, cemas. "Kalian mau dapet kombo Tok Aba dan Gemgem? Hah?"

Sekonyong-konyongnya hilanglah kantuk Ice dan Blaze, mereka langsung terduduk dengan wajah kian memutih seiring memori yang perlahan kembali. Benar juga, mereka ditugaskan memetik buah-buah cokelat yang sudah ranum. Kini, hari sudah menjelang Zuhur dan tak satu pun buah mengisi keranjang mereka. Entah bagaimana ekspresi Tok Aba dan Gempa nanti.

Mereka memang tidak memukul atau berkata kasar, hanya mengomel dan berwajah kecewa saja yang rasanya tak sedap dilalui. Entah mengapa, ini justru membuat mereka merasa lebih bersalah.

Ramadhan ElementalWhere stories live. Discover now