02 | Needed

9 2 0
                                    

Pikirannya masih tertuju pada mimpi yang sering ia dapat. Merasa janggal, karena semua itu tidak mungkin hanya sebuah kebetulan. Bukan hanya satu atau dua kali saja ia memimpikan hal yang sama, tetapi hampir setiap hari dalam beberapa minggu terakhir.

Yeri bahkan sempat berpikir bahwa ia telah terkena ilmu hitam dari seseorang. Itu bisa saja terjadi, ada seseorang yang tidak suka kepada Yeri dan membuatnya kehilangan akal akibat memikirkan sebuah mimpi buruk. Memang terlihat sepele, tetapi jika terus seperti itu, jiwa dan mental Yeri akan sulit untuk diselamatkan.

"Kenapa, Yer? Akhir-akhir ini muka kamu selalu terlihat kusut, apalagi sering tidur waktu jam pelajaran. Nggak bisa tidur nyenyak? Cerita aja kalau mau," tanya teman dekat Yeri yang bernama Samudera Malik.

Helaan napas terdengar panjang seolah beban dalam hidupnya teramat berat untuk diceritakan. Sebenarnya, Yeri tidak ingin menceritakan tentang mimpinya kepada siapa pun, termasuk kedua orang tuanya sendiri.

Bagaimana jika mereka tidak akan percaya dengan segala kemungkinan yang telah ia kumpulkan? Belum lagi ketakutan akan respon mereka yang mungkin saja tidak akan sesuai ekspektasi dan menganggap bahwa itu hanya sekadar mimpi buruk biasa, itu akan segera berakhir--semoga saja.

Akhirnya, ia tetap pada pendiriannya untuk tidak bercerita kepada Sam tentang itu. Yeri menggelengkan kepala dan berucap, "Thank you for worrying about me, Sam. Aku hanya ... sangat perlu tidur karena saat malam waktu tidurku terganggu karena mimpi buruk. Tidak perlu kuceritakan apa mimpi buruknya karena kau tahu 'kan ... jika memiliki mimpi buruk, sebaiknya jangan pernah menceritakannya kepada orang lain."

"Ya, aku tahu. Tapi, Yeri, kalau mimpi buruk itu terus datang sampai-sampai kesehatanmu menurun karena kurang tidur, lebih baik diceritakan aja, barangkali orang yang mendengar bisa memberikan jalan keluar. Kamu juga nggak bakalan stres akibat mikirin mimpi buruk itu. Menderita berdua lebih baik daripada sendirian," jelas Sam.

Wajahnya sangat menunjukkan bahwa ia khawatir. Ia tidak memaksa, hanya saja jika tidak meyakinkan Yeri untuk bercerita, Sam takut jika keseharian Yeri akan terganggu dengan bayangan mimpi buruknya dan berdampak pada kesehatan.

Hati Yeri tersentuh setelah mendengar kata-kata yang keluar dari lubuk hati Sam. Sangat tulus.

"Udahlah, nggak perlu terlalu khawatir. Ini bukan masalah yang serius, aku bisa menyimpannya sendiri. Aku juga akan menyibukkan diri supaya bisa melupakan mimpi buruk itu. Trust me, I'll be fine," balas Yeri dengan tersenyum tipis dan menepuk pundak laki-laki itu seolah menyiratkan ucapan terima kasih yang amat sangat dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

Sam terdiam sembari menatap lawan bicaranya yang sudah menjadi teman dekat kurang lebih selama dua tahun terakhir. Bahkan, ia sudah menganggap Yeri sebagai adiknya sendiri, Yeri lebih muda satu tahun darinya. Sam merupakan anak bungsu, jadi wajar saja jika ia menganggapnya seperti itu.

Baru kali ini ia melihat wajah Yeri tampak sangat lesu dalam jangka waktu lama. Padahal ia berharap kepada Tuhan untuk selalu memberikan kebahagiaan kepada Yeri. Bahkan jika sedang dalam masa terpuruk, Yeri akan tersenyum lebar dan bahagia, meskipun hanya sekali karena hal itu membuat Sam akan lebih tenang.

"Ya, udah. Kalau gitu, mau makan atau minum sesuatu? Aku traktir," tawar Sam. Ia menunjukkan dompet yang telah dikeluarkan dari saku celananya.

Melihat hal itu, Yeri tersenyum geli. "Sepuasnya, ya?" tanyanya.

Wajah Sam langsung berubah masam, lalu menggelengkan kepala seperti anak kecil. Ia memang ingin mentraktir Yeri, tetapi juga tidak ingin menghabiskan seluruh uangnya. Sam memiliki prinsip sendiri dan terbilang cukup unik, jika ia mentraktir seseorang, maka hanya dua puluh persen dari uang yang ia punya, tidak lebih.

***

Yeri merebahkan tubuh ke atas kasur empuk yang sudah menemaninya sejak kecil setelah menghabiskan energi tenaga dan pikiran untuk sekolah, kemudian dilanjut mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah. Kasur itu menjadi tempat ternyaman, hingga dapat menggugurkan rasa penat dan beban pikiran. Pandangannya menatap langit-langit kamar yang menampakkan keindahan langit biru buatan.

Akan terasa lebih menenangkan jika melihat langit yang asli, tetapi langit indah yang diidam-idamkan tampkanya tengah bersedih. Awan gelap menutupinya, suara petir mulai terdengar saling bersahutan seolah sedang mendebatkan sesuatu secara sarkasme.

Entah sudah berapa kali Yeri menghela napas panjang sekaligus kasar. Ia masih memikirkan tentang mimpi buruk, menciptakan teori dan beberapa kemungkinan dari sebab munculnya mimpi buruk itu. Ia selalu menghabiskan waktu selama setengah sampai satu jam hanya untuk memikirkannya.

"Hah, bukannya memikirkan tentang pendidikan dan indahnya percintaan di masa sekolah menengah atas, aku malah memikirkan sebuah mimpi buruk sialan ini. Semoga saja ini akan segera berakhir dan mimpi itu tidak akan pernah muncul lagi," gumam Yeri.

Tiba-tiba, kaki Yeri tergerak untuk melangkah ke arah meja belajar. Nalurinya terusik untuk membuka sebuah website yang bernama ask.fm, tempatnya mencurahkan isi hati tanpa harus menunjukkan identitas aslinya atau secara anonim. Pada dasarnya, Yeri merupakan satu dari ribuan orang di dunia yang memiliki sifat trust issues, tetapi sering kali over sharing tanpa sadar, kemudian over thinking karena menyesal telah menceritakan semua hal yang seharusnya ia pendam sendiri.

Jari jemarinya bersiap untuk menari dengan lincah di atas keyboard laptop. Mengetik semua hal yang terlintas di pikiran dan hati, otaknya sibuk merangkai kata tentang pertanyaan yang akan diajukan.

Jika seseorang memimpikan hal yang sama berulang kali dalam waktu yang cukup lama, mimpi itu buruk. Apakah itu wajar? Bagaimana menurut kalian?

Yeri mengentikan gerakan jarinya setelah tanda tanya terakhir, menatap layar redup di hadapannya dengan menimang-nimang keputusan yang akan dibuat terlebih dahulu hingga kesulitan menelan salivanya sendiri. Kemudian, ia menekan tombol enter dengan cepat. Pertanyaannya telah diunggah, hanya tinggal menunggu balasan dari orang lain yang berbaik hati untuk menjawab dan ingin mengerti keadaan Yeri.

"Kak?"

Suara terdengar dari luar kamar diikuti ketukan pintu. Refleks saja, Yeri langsung menutup laman ask.fm dengan cepat dan bergerak untuk membuka pintu.

"Iya, ada apa, Bu?" tanya Yeri.

"Makan malam dulu, yuk. Udah siap semua, kita makan bareng di bawah," ucap sang ibu.

Yeri tersenyum dan menganggukkan kepala setuju. Sejak pulang sekolah tadi perutnya memang sudah berdemo meminta makanan yang mengenyangkan.

"Ayah belum pulang?" tanya Yeri setelah turun dan mendapati satu kursi yang masih kosong, tanpa pemiliknya.

"Kayaknya sebentar lagi pulang."

Mendengar jawaban dari sang ibu, Yeri hanya mengangguk-anggukan kepala, tetapi hatinya merasa gelisah. Akhir-akhir ini ayahnya terlalu sering pulang larut malam, lebih dari jam kerja sebelumnya. Mungkin pengaruh naik jabatan, pekerjaan menjadi lebih banyak hingga mengorbankan waktu yang tersisa bersama keluarga per harinya.

Sang ayah memang sangat suka bekerja, tetapi tidak sampai pada level penggila kerja. Meskipun sudah mengetahui fakta yang satu itu, anak mana yang tidak khawatir jika orang tuanya bekerja sangat keras hingga sama sekali tidak memikirkan kesehatannya.

[]

I Was Never ThereWhere stories live. Discover now