05

268 38 7
                                    

Tristan bersimpuh. Ia memegang perutnya yang berlumuran darah, dan mendongak menatap samar orang yang menusuknya.

"Bang--sat.."

Tangan kiri Tristan bertopang pada jalanan agar tidak terjatuh. Kedua matanya masih menerka siapa orang yang berada di depannya.

Lelaki itu mendekat seraya membuang pisau yang telah dipakai ke sembarang tempat. Ia tersenyum remeh dengan gigi kelinci yang menghiasi senyumnya tersebut. Ia adalah salah satu anggota tertua dari Exile Knight Team, ya, dia adalah Shandy.

Tristan mencoba bertahan untuk tetap tersadar, dan menahan rasa sakit tusukan yang mengenai tepat organ dalamnya. Namun, berselang beberapa detik ia tersungkur dan tak sadarkan diri.

"Mampus, ini akibatnya kalo lu ganggu anggota gue. Emang komunitas lu doang yang bisa sok berkuasa, dan sok-sokan bilang, 'jangan ganggu anggota gue nanti gue lu habisin'? Gue juga bisa ya njing."

Setelah berucap, Shandy berputar balik dan berniat meninggalkan Tristan. Tetapi niatnya tersebut kandas karena Tristan yang tiba-tiba terbangun, dan kini pisau yang telah dibuang Shandy berada di genggamannya.

"Kok bisa lu bangun lagi, Tristan?"

"Gue bukan Tristan, nama gue Clay." Ujarnya dingin dengan menyeringai.

Belum sempat Shandy menghindar dan kabur, dengan cepat Tristan--lebih tepatnya Clay, menusuk balik Shandy. Tak sampai disana, setelah Shandy terjatuh ia menusuk Shandy lagi dengan dua tusukan.

Shandy yang terkena tiga tusukan tersebut tak mungkin untuk bertahan. Walaupun tusukan-tusukannya tidak mengenai organ dalam, tetapi ia kehilangan banyak darah, karena darah yang bercucuran hebat dari tubuhnya. Ia pun tak sadarkan diri.

Clay terkekeh dan terlihat puas melihat Shandy yang tidak sadarkan diri tersebut. Tetapi ia mendadak sakit kepala dan menggoyangkan kepalanya. Ia memegang kepalanya dengan kedua tangannya, hingga--

--seringaiannya menghilang tergantikan oleh paras manis. Aura yang kejam berganti menjadi aura yang menenangkan.

Tristan kembali.

Setelah tersadar, Tristan langsung disuguhkan oleh Shandy yang terkapar tak berdaya dan darah yang berhamburan. Ia panik tak kepalang. Ia sangat yakin yang melakukannya adalah kepribadiannya yang lain.

Tristan bersimpuh di hadapan Shandy, lalu menepuk pipi Shandy beberapa kali.

"Bangun woy jingan! Jangan mati." Tristan menggoyangkan tubuh Shandy pelan.

Tristan tahu dia bodoh karena masih berusaha membangunkan orang yang jelas-jelas tidak akan sadarkan diri, tetapi karena dirinya yang panik dan pikirannya sangat kacau sekarang, ia tetap melakukannya.

"Maaf.." Tristan meremas celananya. Ia tertunduk dan air matanya jatuh. Tubuhnya bergemetar, rasanya emosinya ingin membludak sekarang.

"GUE BUKAN PEMBUNUH, GUE GA MAU NGEBUNUH LAGI! Sialan!!" Emosinya membludak, dan napasnya tak beraturan, "maaf, gue minta maaf.."

Begitu trauma Tristan yang lagi-lagi melihat seseorang terkapar tak berdaya di kedua tangannya sendiri.

Tristan terjaga, tetapi tak lama energinya seakan habis. Matanya perlahan-lahan menutup, dan akhirnya ia terjatuh tak sadarkan diri, benar-benar tak sadarkan diri, di sebelah Shandy.

Di suasana yang gelap dan mengerikan akibat Tristan dan Shandy, ada seseorang di dalam mobil yang ternyata melihat mereka dari kejauhan. Ya, sebenarnya dari tadi ada yang memantau mereka berdua.

Ia mengendarai mobilnya hingga sampai di dekat Tristan dan Shandy. Lalu ia keluar dari mobilnya tersebut.

"Wih, lumayan nih ada cuan tanpa harus beraksi, haha." Ia menggendong Tristan dan Shandy, serta memasukkan mereka ke dalam mobil.

Communitates || Boys PlanetWhere stories live. Discover now