5. Tawar-Menawar

2.3K 138 10
                                    

"Jadi semua sudah selesai bukan?"

Makan malam baru saja selesai. Sendok dan garpu baru saja Andreas tutup di sisi piring. Namun, agaknya ucapan Vlora tidak merujuk pada tuntasnya makan malam itu.

Andreas mengangkat wajah ketika Vlora melegakan tenggorokan dengan beberapa teguk air putih. Setelahnya ia menarik sehelai tisu untuk mengelap jejak basah yang samar tertinggal di bibir merahnya.

"Kencan kita berakhir dan saya bisa langsung menilai kalau kita tidak sepatutnya menikah," lanjut Vlora tanpa tedeng aling-aling. Ia menatap Andreas dengan sorot tenang. "Saya tidak menerima tawaran pernikahan Bapak. Kita tidak cocok satu sama lain."

Menarik napas dalam-dalam, Andreas turut menandaskan air minumnya. Lantas menatap Vlora.

"Belum waktunya untuk mengambil kesimpulan, Vlora Sayang."

Panggilan itu membuat Vlora terdiam. Mungkin merasa gamang atau justru sedang memasang antisipasi untuk kemungkinan selanjutnya yang bisa terjadi. Bisa jadi karena keduanya.

Andreas menyamankan posisi duduk setelah terlebih dahulu menyisihkan piring kosong ke sisi meja. Senyum menggoda terbit di wajah seiring dengan sorot matanya yang tiba-tiba berkilat.

"Sekarang aku baru akan memulainya. Yang tadi itu ..."

Ada sekelumit ekspresi kesal di wajah Vlora yang akan dengan senang hati Andreas nikmati. Anggap saja sebagai cendera mata pengantar tidur untuknya nanti.

"... baru pendahuluan."

Vlora mengembuskan napas panjang. Ia turut menyamankan posisi duduk sembari mempertahankan ketenangannya. Alih-alih menunjukkan rasa kesalnya dengan nyata.

"Kalau begitu," balas Vlora tersenyum. "Silakan dimulai, Pak."

Waktu yang diberikan oleh Vlora menerbitkan seringai Andreas. Dalam benak, ia berpikir.

Mungkin hanya aku pria di dunia ini yang melamar calon pengantinnya seperti seorang diplomat negara yang melobi tawaran kerja sama seperti ini.

Walau demikian Andreas tidak keberatan sama sekali. Sebaliknya, sikap Vlora malah membuatnya semakin menggebu untuk benar-benar mendapatkan 'ya'.

"Sebagai permulaan, berapa usiamu saat ini?"

Kerutan samar muncul di dahi Vlora, tapi ia tetap menjawab. "Sebentar lagi usia saya dua puluh sembilan tahun. Ada masalah?"

"Tidak ada masalah sama sekali, justru sebaliknya. Apa di usiamu sekarang kau tidak memiliki niat untuk menikah?"

Tawa Vlora berderai dengan amat lepas. Andreas mengulum senyum—ia sudah menebak respon yang akan didapat.

"Sungguh? Di saat trik mencari simpatik Bapak tidak berhasil, sekarang Bapak justru menggunakan trik ketakutan?"

Andreas menggeleng dengan penuh irama. "Aku bukan bermaksud untuk menakut-nakutimu, Vlo. Lagi pula aku cukup tahu kalau kau tidak akan takut dengan hal seperti itu. Percayalah, Sayang. Aku tahu persis kau wanita seperti apa."

Tawa Vlora berhenti. Ia menukarnya dengan seuntai senyum menantang.

"Jelaskan pada saya, Pak. Saya wanita seperti apa?"

"Kau, Vlora, tipe wanita tangguh dan tidak ingin tunduk pada siapa pun."

Vlora diam. Andreas tersenyum penuh arti. Sepertinya permulaan itu berdampak lebih bagus dari yang sempat ia duga.

"Tidak ingin kalah, selalu ingin membalas, dan lebih mementingkan logika ketimbang perasaan," lanjut Andreas tersenyum. Binar-binar menyala di matanya. "Kau wanita yang benar-benar sempurna."

SEXY MARRIAGE 🔞🔞🔞 "Fin"Where stories live. Discover now