Vlora sedikit mengangkat tubuh sesaat kemudian. Ia bertahan pada dada Andreas, lalu ditatapnya Andreas. Ia tak mengatakan apa-apa, melainkan mencium bibir Andreas dengan penuh kelembutan.
Mata mereka memejam dengan kompak. Keduanya meresapi momen dan ketika ciuman berakhir, Vlora tersenyum.
"Sebenarnya tadi aku sempat mempertanyakan kegunaan kursi malas di sini."
Andreas turut tersenyum dengan sudut bibir yang berkedut geli. Dibelainya pipi Vlora dan ia bertanya.
"Sekarang?"
"Sekarang aku tahu kalau ternyata kursi malas memiliki fungsi lain, selain untuk bermalas-malasan."
Senyum geli Andreas berubah jadi kekehan. Lalu dibawanya tubuh Vlora dalam gendongan ketika diputuskannya untuk beranjak dari sana.
Kedua kaki Vlora melingkari pinggang Andreas. Tangannya mengalung di leher Andreas. Bersama-sama, mereka menuju tempat tidur yang telah melambai-lambai.
*
Tiada hari tanpa merasa gelisah, demikianlah yang dirasakan oleh Jonas. Setiap ia bangun di pagi hari maka yang dilakukannya adalah segera meraih ponsel. Diperiksanya nilai saham dan berita terkini, apalagi bila itu menyangkut mengenai nama para pemegang saham mayoritas.
Birawa memang telah meyakinkan Jonas maka tak sewajarnya ia tak tenang. Lagi pula selama ini Birawa selalu bisa menenangkan gejolak yang terjadi di perusahaan.
Sayangnya perasaan tak tenang Jonas sepaket dengan insting yang tak bisa didamaikan. Alarm peringatannya seolah terus bersiaga untuk setiap kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Keadaan damai yang akhir-akhir ini tercipta pun seakan tak bisa berbuat apa-apa untuk meredam resahnya.
"Bukankah ini aneh? Mengapa semua justru baik-baik saja? Apakah para pemegang saham sialan itu tidak lagi mendesak pergantian direktur utama?"
Pertanyaan tersebut terus mengusik Jonas. Nahasnya, pun disuarakan secara tanpa sadar ketika Alan mendatanginya dengan sebuah proposal yang harus ditinjau.
Alan tertegun. Dilihatnya Jonas dan ia sadari bahwa pikiran sang bos sedang tidak berada di tempat. Namun, bukan berarti ia tak akan menanggapi pertanyaan tersebut.
"Saya berpikir mungkin ini karena akhirnya mereka mulai menyadari kinerja Bapak yang sebenarnya. Lagi pula kegagalan presentasi sekali bukan berarti bisa membuat mereka lupa akan prestasi Bapak selama ini."
Jonas tersentak, lalu fokus matanya kembali. Ia melihat Alan dengan kerutan di dahi, bertanya di dalam hati, dari kapan ada Alan di ruangannya?
Map di tangan Alan menarik perhatian Jonas. Tentulah benda tersebut yang menjadi alasan keberadaan Alan di ruangannya. Jadi ia mendeham seraya mengulurkan tangan. Alan menyerahkan proposal tersebut, lalu ia bertanya dengan eksrpesi tak yakin.
"Menurutmu begitu?"
Alan tersenyum sopan. "Tentu saja, Pak. Bukankah jelas sekali kalau Bapak lebih unggul ketimbang Pak Andreas?"
Kali ini Jonas tak mengatakan apa-apa. Ditatapnya Alan tanpa menjawab pertanyaan tersebut dengan keanehan yang terasa, mengapa pertanyaan bernada positif itu justru membuat keresahannya semakin menjadi-jadi?
*
Andreas menyesap teh hangat dengan nikmat. Gesturnya tampak santai seperti biasa, tetapi justru berbanding terbalik dengan sikap lawan bicaranya yang terlihat sama sekali tak tenang.
"Aku yakin, sebagai orang pintar maka kau pasti sudah mengambil keputusanmu."
Cangkir teh kembali ke atas tatakan. Andreas membuang napas panjang dan menyandarkan punggung di kursi, lalu menatap lawan bicaranya dengan ekspresi penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEXY MARRIAGE 🔞🔞🔞 "Fin"
RomanceWARNING!!! 21+!!! Judul: SEXY MARRIAGE Genre: Romantis Dewasa Erotis Suspense (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "SEXY" ********************************* "BLURB" Andreas Cakrawinata nekat pulang ke Indonesia demi kabur dari pesta pertunangan...