Chapter 28

708 41 0
                                    

"Eh, mm, Pak." Ulfah sedikit menoleh ke belakang, Nilam hilang entah ke mana. Duh bocah itu. "Maaf saya ganggu Bapak ya? Kebetulan tadi saya cuma lewat."

"Oh, enggak kok. Kamu sendirian saja?" tanya Dean, tersenyum.

"Tadi ... ada Nilam, tapi entah ke mana dia lagi." Ulfah menatap sekitaran.

"Hm begitu." Dean mengangguk mengerti. "Kamu mau ke kelas?"

"Iya, Pak. Mau ke kelas."

"Kalau gitu, ayo jalan bareng."

Ulfah menatap sekitaran, mencari Nilam, tu cewek kelelep di mana. "Sudah, gak usah cari dia, paling-paling di balik tembok itu."

Nilam yang memang sembunyi di balik tembok segera kabur dari tempatnya, meski demikian dia bahagia karena sedari tadi berhasil mengintip kedekatan keduanya.

Kini mereka pun berjalan bersamaan, dan karena ungkapan Nilam sedari tadi, Ulfah jadi terbayang-bayang dengan perasaan aneh. Dia menatap Dean sedemikian rupa, apa benar perasaannya? Apa benar soal Dean? Kenapa dia baru mempertanyakan semua ini sekarang?

Gara-gara Nilam, duh.

Dia terlalu percaya diri, huh!

"Ulfah, menurut kamu apa orang kek aku bisa memulai bisnis di bidang kuliner, maksudku yah kamu tau kan aku payah memasak." Dean tiba-tiba berkata.

Ulfah yang mendapat pertanyaan itu agak terkesiap, dia dari tadi tak fokus, untung mendengar saja. "Uh, keknya bisa, Pak. Bapak punya kegigihan soal itu kan? Bapak rajin dan giat."

"Jadi, yah, aku berencana membuka restoran, tapi tentu perlu banyak hal yang disiapkan, bukan cuman soal skill aku pribadi."

"Selingan menjadi dosen, ya, Pak?" tanya Ulfah.

Dean tertawa. "Benar, biar bisa jadi kaya raya dan bisa bikin kerajaan kucing." Pria itu bercanda, Ulfah tertawa karenanya.

Namun tiba-tiba, hening, Ulfah memperhatikan Dean ... karena Nilam, lagi-lagi karena cewek itu, Ulfah jadi lebih mendalami perasaannya yang sulit dideskripsikan ini. Dia dekat dengan Dean, bukan sekadar kayak dia dan Mbak Rachita sekeluarga, ada yang lain ... apakah itu?

Dan Dean yang heran tawa Ulfah berhenti dengan jeda membingungkan, menoleh ke arah sang gadis, dia agak kaget diperhatikan begitu intensnya. Kedua pipi Dean memerah.

"Uh, dasar Nilam." Pria itu bergumam seraya membuang wajah dari hadapan Ulfah.

"Mm Fah, ke-kenapa kamu liatin aku begitu?" tanya Dean akhirnya, agak berdeham.

Ulfah tersadar dari hal tersebut. "Eh, ma-maafin saya, Pak. Saya enggak bermaksud."

"Apa ada sesuatu di wajahku? Belek ya?" Dean mengucek matanya, dia tak mau terlalu PD.

"Eng-enggak, kok, Pak. Bapak ganteng aja." Waduh, Ulfah salah ngomong, dia menutup mulutnya segera. "Maksud saya Bapak enggak ganteng, eh bukan maksud saya."

Dean tertawa geli. "Kamu kenapa, deh?" Dean menertawakan cewek itu yang salah tingkah.

Salah tingkah ini ....

"Pak, Bapak suka sama Ulfah kan? Jujur aja Pak muka Bapak beda kalau natap dia. Gak bisa nyembunyiin. Kedekatan Bapak selama ini sama dia pasti ada timbul rasa!"

"Sayang, Pak, jangan ditunda. Bapak udah tiga puluh, masa gak mau lepas masa lajang, kenapa sih Pak?"

"Ck, kamu enggak ngerti, saya dan Ulfah itu beda kasta. Dia dari keluarga konglomerat, saya bukan, lagi juga ... dia tak mungkin suka sama saya."

"Nah, hehe, bener kan Bapak suka Ulfah?" Dean tak akan mengelak perasaan ini, yang tumbuh semakin jelas saja, meski ... yah masalah itu.

"Dari wajah Ulfah aja keliatan kok dia juga suka Bapak." Nilam tampak sangat yakin. "Percaya deh sama saya, saya ini expert sama yang namanya cinta-cintaan."

"Ya katakanlah jika benar Ulfah mencintai saya, oke, tapi sekali lagi saya bilang ... saya tidak pantas dengan Ulfah. Saya hanya dosen biasa, dia wanita ... dari keluarga luar biasa."

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Dosen Kucing ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang