04 - Manis

26 6 9
                                    

Bian Side

Bian memarkirkan motornya di depan lapangan. Di sana, teman-temannya sudah bermain basket. Ia mengunci setang motornya dan bergegas melangkah ke dalam lapangan. Bian berjalan ke tepian lapangan dan mengencangkan tali sepatunya. Matanya mengamati permainan teman-temannya.

Dio, yang sedang berada di lapangan, membuat sebuah gerakan tangan sebagai isyarat untuk berhenti sejenak. Ia berlari ke arah Bian yang sedang duduk mengamati lapangan. "Gantiin gue" kata Dio kemudian meneguk botol minumnya.

Tanpa basa-basi, Bian segera mengantikan posisi Dio dalam lapangan. Sebaliknya, kini Dio yang menjadi pengamat. Suara pantulan bola basket dan decitan sepatu kembali mengema di lapangan.

Chairil, yang sedang membawa bola, memberikan isyarat kepada Satya untuk menerima bolanya. Satya telah bersiap akan hal itu. Bian yang mengetahui hal itu, mencoba untuk mengambil kesempatan. Bola tersebut memantul tepat di depan Satya namun tangan Bian menjangkau bola itu lebih cepat. Posisinya kini berbalik arah, Bian mengiring bola itu ke arah tim lawan. Shaka, tim lawan, sudah siap untuk menghalangi Bian. Tanpa pikir panjang, Bian melemparkan bola itu ke dalam ring dengan menggunakan teknik jump shot. Dan...

"Yes!" Teriak kemenangan Bian. Ia berhasil menambahkan dua poin untuk timnya. Cakra dan Bisma juga bersorak kemenangan. Walaupun secara skor, mereka masih berada jauh di bawah tim Chairil.

"Halo, semua. Lagi asik banget nih." Suara itu berasal dari pintu masuk lapangan. Semuanya menoleh. Syabil. Kakak kandung Dio yang terpaut tiga tahun darinya.

"Mas Syabil habis dari kampus?" Dio menatapnya.

"Iya" jawab Syabil dengan pakaian dinas lapangan mahasiswa teknik mesin dan tangannya membawa bungkusan plastik.

"Bawa apa, Mas?" Tanya Satya.

"Gorengan nih. Mau?" Tentu saja. Semua pasti mau. Mereka mengangguk. Syabil meletakkan bungkusan plastik di atas kursi. Bungkusan itu segera dikerumuni oleh tujuh anak manusia yang kelaparan.

Mereka menyantap gorengan itu dengan nikmatnya. Syabil menatap mereka dengan bangganya, selayaknya ayah menatap anak-anaknya.

"Gak ada niatan buat tanding sama anak sekolah lain?" Tanya Syabil.

"Ada Mas. Minggu depan. Sama BTS. Anak sekolah dari Kelapa Gading." Jawab Shaka sambil mengunyah tempe gorengnya.

"Boleh juga tuh lawannya. Denger-denger mereka macannya Kelapa Gading sih." Timpal Syabil.

"Iya. Mas ada waktu buat nontonin kita gak? Sekalian kita butuh transport nih. Mas bisa anterin kita kan?" Kini Dio yang bertanya.

"Hm... Mas liat jadwal, ya. Takutnya malah ada praktek lapangan lagi, ntar." Jawab Syabil. "Emang nanti kalo mas gak ada. Kalian transportnya gimana?" Tambahnya.

"Bokap Chairil bakal nganterin sih. Tapi kan, satu mobil buat bertujuh gak bakal muat mas." Ucap Bisma kini menimpali.

Syabil mengangguk paham. "Mas, kabari kalo bisa."

Setelah bercemil-cemil ria, mereka lanjut bermain kembali. Kini Syabil menjadi wasit dalam permainan mereka. Pertandingan sore itu akhirnya dimenangi oleh tim Chairil, Shaka, dan Satya. Tim yang kalah harus membelikan kopi kepada tim yang menang. Bian, dari tim yang kalah, pergi bersama Syabil untuk membeli kopi dan titipan lainnya.

🌸🌸🌸

Syabil memarkirkan motornya. Bian meletakkan helmnya di atas jok motor Syabil. Bian menatap bangunan cafe di depannya. Asmara Jingga Cafe, nama yang unik.

Drawing Our Moments [On Edit]Where stories live. Discover now