46 - Payung Pelangi

1.5K 158 17
                                    


"Mas?!" rengek Ziara kesal dan malu.

"Iya, maaf Sayang. Yuk, pindah kursi." Menurut, Fathan pun mengajak istrinya untuk duduk di belakang saja.

Ah! Lega rasanya, setelah duduk di kursi paling belakang menghadap tembok sebab Ziara merasa aman dan bebas saat makan.

"Misi, ini baksonya Kak." Pelayanan menaruh bakso di hadapan Ziara dan Fathan.

"Makasih," ucap Ziara tanpa menoleh.

"Sama-sama."

Ziara segera mengambil sendok sembari mengigit bibir bawah, tak sabar mencicipi bakso yang tengah diracik olehnya.

Tiga tetes kecap telah dituangkan di atas bakso miliknya, kini 2 tetes saus. Kemudian, saat hendak mengambil sambal suaminya langsung menjauhkan wadah sambal tersebut darinya.

"Mas, aku pengen coba pakai sambal," decit Ziara kesal karena Fathan tak mengizinkannya untuk memakan sambal.

"Harus nurut sama suami, Mas gini karena sayang sama kamu." Lebih baik Ziara marah padanya, dari pada harus membiarkan istrinya sakit perut karena belum memakan nasi dan malah coba-coba makan-makanan pedas.

Ziara sedikit kecewa, namun ia pun menuruti larangan suaminya. Ia mulai memakan bakso dengan kunyahan kecil.

Seenak-enaknya bakso tanpa rasa pedas, hambar rasanya.

Alis Fathan menyentak ke atas bersamaan karena melihat istrinya bisa memakan bakso tersebut sampai 3 kali suapan. Rasanya lega sekali, walaupun bukan nasi yang masuk ke dalam perut sang istri namun ia bersyukur perut Ziara bisa terisi.

Ia mengelus belakang kepala Ziara. "Habisin ya."

Ziara mengangguk. "Iya, soalnya baksonya enak."

"Bagus." Tentu Fathan sangat senang mendengarnya, semoga saja istrinya mampu menghabiskan makanannya.

Beberapa waktu bakso yang tadinya terasa sangat nikmat kini berubah membuat Ziara pusing dan mual. Dengan cepat, ia menutup hidung sembari mendorong mangkuk bakso menjauhkan darinya.

Fathan yang sedang meneguk air mineral langsung mengerutkan keningnya. "Kenapa, Sayang?" tanyanya panik sembari memutar tutup botol.

"Aku mau minum."

"Ini." Fathan kembali membuka tutup botol lalu mengambil sedotan di yang tersedia di tengah meja.

Ziara hanya meminum sedikit air putih tersebut. "Pengen air hangat," pintanya sebab air dingin membuat perutnya tak nyaman.

"Yaudah bentar, Mas minta ke abang baksonya dulu." Dengan cepat Fathan berjalan ke depan, lebih tepatnya ke penjual bakso untuk meminta 1 gelas air putih hangat.

Baru 1 menit saja Fathan pergi, Ziara sudah tak tahan menahan diri yang ingin muntah.

Dug!

Ziara merintih kesakitan karena tiba-tiba lutut kanannya menabrak kaki meja sebab ia terlalu buru-buru melangkah yang hendak ke toilet. Juga bola matanya mulai berlinangan air mata tanpa sadar. Ia kembali duduk, mengelus lututnya yang terbalut gamis hitam.

"Aduh sakit banget," ringis Ziara gemetar, dadanya terasa sesak. Bukan lemah, siapapun yang pernah merasakan bagian lutut kaki atau tangan terbentur benda pasti tau betapa sakitnya sampai ke tulang dan hati.

Ia menarik nafas dalam-dalam, mengatur dirinya yang mulai tak karuan. Kedua telapak tangannya pun menghapus kasar beberapa tetes air mata yang membasahi pipinya. Intinya, suaminya tidak boleh tau soal ini karena takut malah mengira bahwa ia wanita yang cengeng dan lemah, yah walaupun ini memang sangat sakit.

DAMBAAN GURU TAMPANWhere stories live. Discover now