59

944 30 0
                                    

"Assalamualaikum," salam Ziara ketika mereka sudah sampai di rumah.

Karena tak ada sahutan dari dalam rumah, Ziara langsung masuk saja, lalu duduk di sofa ruang tamu.

"Duduk di kamar, Sayang," perintah Fathan baru masuk rumah tanpa menghentikan langkahnya menuju lantai 2.

Ziara tak berniat menjawab namun langsung melaksanakan perintah. Mengikuti suami dari belakang, masuk ke dalam kamar dengan badan pegal-pegal. Mungkin efek hamil fisiknya sangat mudah lelah padahal hanya berpergian dekat dan disana pun ia hanya duduk-duduk saja tetapi terasa sangat melelahkan.

Fathan menarik meja rias, menariknya ke dekat ujung kasur yang kini ia duduki. "Sini, Sayang," suruhnya menepuk kursi tersebut.

Melihatnya Ziara sedikit kebingungan, tumben sekali suaminya menyuruhnya duduk berhadapan seperti ini.

Dia duduk di kursi tersebut, posisi mereka sekarang berhadapan.

"Kamu denger kan?" tanya Fathan menatap serius bola mata sang istri.

Ziara menyerengit. "Denger apa?"

"Omongan temen-temen kuliah, Mas."

Ekspresi Ziara seketika berubah drastis, dari bingung menjadi datar. "Oh itu."

"Iya. Kamu denger kan?"

Ziara mengangguk kecil.  "Iya."

Ck! Fathan dibuat lemas mendengarnya. Padahal ia sangat berharap istrinya tak mendengar, namun ternyata. "Jangan masukin ke hati ucapan mereka ya, Sayang."

"Iya."

"Mas juga minta maaf."

Ziara tak pernah menyesal bertemu dengan teman suaminya, ia sudah memaafkan semua perkataan buruk mereka terhadap dirinya. "Mas tenang aja. Aku juga gak papa kok."

"Maaf ya, Sayang. Mas bukan orang yang langsung menegur orang lain. Bukan gak berani, tapi Mas masih menghargai mereka sebagai temen. Juga, gak enak takut ngerusak acara Tama."

"Aku lebih suka pria seperti kamu, semarah-marahnya kamu tapi kamu bisa masih bisa menghargai orang lain. Menegur orang lain di depan orang banyak, itu sama aja mempermalukan diri sendiri, karena gak semua hal harus diributkan."

Sudut bibirnya sedikit terangkat membentuk senyuman manis. Fathan bangga sekali pada Ziara, sekarang istrinya lebih bijak menyikapi hal-hal begini. "Cukup diam dan buktikan."

Ziara tersenyum setuju. Kemudian suaminya mencium punggung tangan, kening dan kedua pipinya.

Tangan kiri Fathan merogoh kantong celana mengambil ponselnya. Setelah handphone di pegang, ia langsung membuka aplikasi Instagram. Enak sekali temannya mengatakan jika rasa cintanya pada Ziara hanya formalitas di depan mereka, beranggapan seperti itu hanya karena ia jarang memosting foto istrinya, padahal hanya ia tak mau foto istrinya menjadi tontonan pria lain.

Disukai oleh narizhenaka24 dan 238 lainnya.
fathanbarwynatharic_ Love u🤍🖤@ziarajemalaksana09

Lihat 44 komentar lainnya......
narizhenaka24 Udah pulang, Pak?
elisanaomi2 Ehem! @ziarajemalaksana09
rarensyahlex @narizhenaka Aku ke rumah ya?
Shasaeca08 Wiih kemana aja Pak baru update.
audreyqueenlorenatharix So bucin🤢

"Dasar Audrey," dumel Fathan saat membaca komentar sepupunya itu di postingannya.

"Kenapa, Mas?" tanya Ziara penasaran karena tidak tau apa yang terjadi, ia baru saja keluar dari kamar mandi untuk mencuci muka.

"Gak papa."

Ziara paham memilih ikut memainkan ponselnya. Ia sedikit menyerengit melihat notifikasi suaminya menandainya foto. Tidak pikir panjang ia pun segera membukanya dan melihat poto apa yang suaminya posting.

Ziara duduk di kursi tadi. "Tumben banget posting poto aku, Mas?" tanyanya sembari menscroll dan membaca komentar dalam hati .

"Lagi pengen."

"Aku boleh gak balas komenan Shasa? Aku kangen banget sama dia, udah lama gak ketemu."

"Boleh dong, silakan Sayang."

Bersemangat Ziara segera menekan kata balas pada komentar Shasa.

Shasaeca Wih kemana aja baru update?
ziarajemalaksana09 @shasaeca Main sini ke rumah, Sha.
Shasaeca  Aaaa mau banget, Zi. Kangen banget aku tuh sama kamu❤️😭 Tapi lagi gak ada waktu luang.
ziarajemalaksana09 Sama, kangen.🤍
Shasaeca Nanti ya aku kabarin lagi kalau ada waktu senggang.
Ziarajemalaksana09 Siap.

Fathan rebahan sambil membopong kepala menggunakan tangan, memperhatikan sang istri yang senyum-senyum sembari sibuk mengetik sesuatu di layar gadget. Baginya memandangi wajah sang istri lebih menarik dari pada ponselnya. Sesekali ia pun ikut tersenyum melihat Ziara sebahagia itu.

"Sekangen itu sama, Shasa?" tanyanya penasaran.

Ziara mengehentikan aktivitasnya lalu menatap suami. "Iya, Mas. Semenjak nikah aku udah jarang banget ketemu Shasa, coba aja kampus Shasa deket dari sini pasti kan bisa sering ketemu."

"Ajak Shasa main ke rumah."

"Lagi gak ada waktu katanya."

"Hm gitu."

"Mas punya sahabat deket gak? Setau aku kamu jarang banget kumpul bareng temen."

"Temen Mas kebanyakan di Malang, kalau di sini dikit. Kamu kan tau, Mas dari sd sampe sma sekolah di sana."

"Tapi kan Mas kuliah s1 disini, cukup lama dong."

"Temen Mas yang disini kebanyakan udah pada sibuk sama keluarga, ada yang kerja diluar kota juga. Yah paling komunikasi lewat hp. Tapi pas kita nikah mereka pada dateng loh."

"Oh gitu, pas kita nikah tamu undangannya kenapa bisa sebanyak itu ya?"

"Abi keluarga besarnya banyak, hampir enam ratus orang kalau di itung-itung."

"Hah! Kamu serius?"

"Iya, tapi pada jauh gitu tinggalnya."

"Abi beberapa saudara?"

"Tiga belas orang."

"HAH!" Kedua bola mata Ziara langsung melotot dengan sempurna. "Lebih dari satu lusin, Mas."

Fathan terkekeh geli mendengarnya. "Zaman dulu tuh punya anaknya emang pada banyak tau."

"Iya sih, abi anak ke berapa?"

"Abi ke dua belas. Kamu bayangin abi aja anak yang ke dua belas usianya udah empat puluhan."

"Adiknya abi usia berapa?"

"Ya paling beda dua tahunan sama abi."

"Pasti dizaman itu orang tuanya Abi orang punya."

"Orang punya, maksudnya punya apa?"

"Maksudnya orang kaya."

"Oh kalau orang punya itu orang kaya?"

"Ya gitu, kaya punya harta banyak."

"Oooh." Fathan mungut-mungut paham. "Eh, bang Bani tuh udah punya calon istri belum Sayang?" tanyanya tiba-tiba saja kalimat itu terlintas di benaknya.

DAMBAAN GURU TAMPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang