e02 (marah)

153 107 16
                                    

Pukul 07.00, aku sudah siap dengan setelan jas hitam mahal menutupi tubuhku untuk bergegas pergi ke kantor.

Rambut coklat tergerai panjang sepinggang. Wajah datar tanpa ekspresi, aku segera turun dari kamarku melewati tangga yang diselimuti karpet merah.

Ibuku pun heran karena sikapku sangat tidak seperti biasanya. "Tumben sekali kau mau mengurus perusahaan setelah menjadi direktur selama 2 bulan ini. Biasanya kau asik ikut dengan ayah angkatmu." Sindirnya sambil bergurau didepan meja makan seraya memakan sarapan salad sayur nya.

Yah, aku memang suka ikut bersama ayah angkatku. Ayah angkatku adalah seorang detektif polisi, aku suka saat kami berdua menangani kasus yang sulit ditangani. Aku cukup dekat dengan kepolisian pusat, karena aku memang sering membantu pekerjaan mereka.

Aku tersenyum simpul saat menoleh ke arah ibuku. "Hanya untuk hari ini saja, untuk tanda tangan kontrak kerjasama, kalau ada rapat aku juga pasti datang." Jawabku yang di balas anggukan oleh ibuku.

Dengan segara ibuku meninggalkan meja makan, dia menyusulku dan kami pergi bersama ke kantor, saat itu masih sedikit yang datang karena masih terlalu pagi.

Perusahaan kami menjalani penambangan berlian selama bertahun - tahun. Bahkan tahun ini kami mendapatkan penghargaan sebagai perusahaan dengan berlian terbaik.

Aku hanya menjadi direktur sementara diperusahaan ibuku karena ibuku adalah seorang pasien yang mentalnya tidak stabil, tidak terasa 2 tahun lagi akulah yang akan menjalankan perusahaan itu sendiri dan dibantu oleh ibuku.

***

Deril yang baru saja pulang dari rumah sakit, langsung bersiap untuk berangkat kekantor setelah mendapat sebuah telepon dari asistennya.

Istrinya pun memasangkan dasi di lehernya seperti suami istri pada umumnya. "Semangat kerjanya sayang." Bisik Fira.

Tangan kecil mungilnya mulai melingkar di bahu kekar milik Deril, memasangkan dasi dengan rapi meskipun tangannya meraba kemana-mana.

Deril tidak memberikan komentar apapun dan hanya diam, entah mengapa dia masih memikirkan aku bahkan saat dia sedang berdua bersama istrinya.

Rambut hitam legam yang sangat menawan, tubuh kekar yang terbalut oleh jas mahal dan rapi. Mata hitamnya fokus mengarah ke satu arah. Urat kecil terlihat dari jemari tangannya dan ototnya menepak meski sudah tertutup oleh tipisnya kemeja dan jas.

Kulit pucatnya yang terlihat seperti susu, Deril adalah fisual tiada tanding dengan ketampanan di atas rata-rata dengan bentuk wajahnya yang sempurna.

Saat itu orang tua Deril dan Fira bersiap untuk pergi ke luar negri karena mereka sudah berencana untuk berlibur.

Fira yang berhadapan dengan Deril, mengeluarkan senyum centilnya dan berbisik dengan lembut. "Anehkan sayang, bukan kita yang honeymoon tapi orang tua kita." Bisiknya lembut.

! Deril menatap bingung, "Honeymoon?" Tanya Deril dengan polosnya.

Deril lupa kalau mereka sudah menikah dan hubungan suami istri sudah diperbolehkan, tapi Deril merasa jijik saat Fira membicarakan itu.

Kedua tangan Deril meraih tangan Fira yang masih berada di bahunya, dia menurunkan tangan kecil itu dan berpaling meninggalkan Fira dikamar itu dengan dinginnya.

Fira yang melihat Deril pergi meninggalkannya sangat marah dan membanting vas bunga yang tertata rapi di atas meja rias mereka.

Suara gemericuh vas yang pecah sampai ke telinga Deril, namun dia mengabaikannya.

Fira seperti anak muda yang masih labil, anak muda yang belum bisa mengendalikan emosinya. "Sialan!" Umpat Fira saat itu.

Deril berjalan menyusuri tangga mewah dengan karpet mahal bewarna merah, rumah mewah dengan desain elegant terlihat familier di matanya.

Sampai di lantai bawah, dia meihat Dion sudah menunggunya di sana, "Kau asistenku yang menelponku tadi?" Tanya Deril yang masih belum mengingat Dion.

"Ya, saya asistenmu sekaligus teman masa kecil mu. Hari ini sesuai jadwal anda bulan lalu, anda akan menandatangani kontrak dengan perusahaan Eline. Tanda tangan kontrak diundur sampai saat ini karena anda mengalami kecelakaan." Balasnya.

Deril menatap tajam Dion dan mengambil berkas dari tangan Dion untuk membaca latar belakang perusahaan yang akan bekerjasama dengan perusahaannya.

Sambil berjalan pelan mereka menuju mobil yang sudah Dion siapkan dan membaca berkas itu dengan seksama. Di perjalananpun Deril masih membacanya.

Tiba di satu halaman, Deril mulai mengkernyitkan dahinya. "Bagaimana aku setuju berkerjasama dengan perusahaan lawan?" Tanya Deril.

"Anda sendiri yang menyiapkannya, anda bilang perusahaan kalian bisa bekerja sama untuk membuat satu perhiasan dengan berlian terbagus tahun ini. Memang perusahaan kita sama-sama bekerja di bidang perhiasan berlian. Tapi, kita juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang bisa di manfaatkan. Mereka di puji karena berlian kualitas terbaik tetapi tidak dengan design perhiasannya. Sedangkan kita di puji karena design perhiasan yang menarik tetapi tidak dengan berliannya. Bukankah jika kita membuat satu perhiasan akan membuat kekurangan itu menjadi sebuah keuntungan?. Itu yang anda katakan saat itu." Jawab Dion menjelaskan.

"Perusahaan perhiasan berlian No.1 dan perusahaan perhiasan berlian No.2 bekerjasama untuk membuat satu perhiasan baru, bukankah semua orang akan sangat penasaran." Lanjut Dion.

Karena Deril tidak mengingat apapun, dia tidak bisa membenarkan apa yang Dion katakan.

Tapi Deril tau kalau ide itu adalah ide darinya, karena dia mengingat sedikit tentang itu. Huft... helahan nafasnya terdengar ketelinga Dion. Dia menatap keluar jendela mobil untuk melihat menenangkan pikiran.

Wajah ling lung terlihat setelah dia melihat keluar jendela mobil. "Aku tidak merasa jalan ini benar." Kata Deril sedikit melirik. Dion langsung menolehkan wajahnya ke arah Deril dan menghela nafas pelan.

"Kita sedang menuju kantor pusat Eline untuk menandatangani kontak, bisakah aku memberi saran untukmu sebagai asisten dan masa kecilmu?" Ujar Dion.

"Apa?"

"Sebagai asistenmu aku memberi saran, jangan karena anda kehilangan ingatan, anda merusak semua yang sudah anda bangun sebelum kecelakaan." Deril masih menatap Dion dengan sunggung-sungguh, menunggu perkataan selanjutnya yang tak kunjung dikatakan.

"Lalu sebagai teman?" Tanya Deril yang semakin penasaran karena raut wajah Dion menjadi suram dan lesu seperti malas membicarakan hal itu.

"Sebagai teman aku memberi saran, jangan karena kau kehilangan ingatan, kau melupakan apa yang seharusnya kau ingat sampai mati." Lanjut Dion.

Perkataan Dion membuat Deril terkejut dan heran, dia semakin tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Dion. Saat Deril ingin bertanya lagi, mobil sudah berhenti dan dia sudah sampai di perusahaan Eline.

Terdengar suara sepatu para staf perusahaan Eline yang keluar untuk menyambut kedatangan mereka.

"Direktur sudah menunggu anda, mari ikut kami." Sapa mereka. Staf di sana langsung mengantarkan Deril dan Dion keruangan yang sudah disiapkan perusahaan. Merekapun duduk seraya menunggu direktur perusahaan Eline keluar dan bertemu dengan mereka.

Asitenku, Naya pun menyusulku setelah dia melihat kalau Deril sudah berada di sini. Ibuku sedang membaca berkas-berkas yang belum selesai dia kerjakan.

Sedangkan aku sudah mengurus semua berkas yang aku tinggalkan selama 1 bulan penuh. "Anak pemalas ini memang sangat pintar." Gumam Reha, ibuku.

Forgotten love ( cinta yang terlupakan)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin