e06 (teman teman)

131 103 14
                                    

Aku sangat bingung dan tidak tau langkah apa yang akan aku ambil setelah ini, apa yang harus aku lakukan dan apa yang harus aku pikirkan.

Kalau ibuku tau nasibku sama seperti dirinya, dia pasti akan sangat sedih dan menangis dipangkuanku seperti dulu. Aku kembali menyimpan semua foto penuh kenangan itu dan menyembunyikannya dibalik tempat tidurku.

Seperti biasa, seseorang mengetuk pintu kamarku, tok... tok... "Ada seorang pria menunggumu di bawah, nona." Kata pelayan yang mengetuk pintu kamarku.

Dengan malas aku beranjak dari ranjangku dan keluar dari kamar untuk melihat siapa yang datang malam-malam begini saat seseorang sedang beristirahat.

Dari lantai atas aku menoleh seraya menuruni tangga rumahku. Ternyata yang datang adalah Zerio, dengan membawa seekor kucing yang sangat imut nan gemoy bewarna abu.

"Ini kucing yang aku bilang kemarin, imut, kan?" Tanya Zerio seraya memberikan kucing itu kepelukanku.

Tangannya yang kekar menggendong kucing gemuk didadanya, pakaian santai terlihat cocok di tubuh Zerio yang bagus.

Hari ini dia membiarkan rambutnya berantakan, mungkin karena dia hanya bertemu denganku. Kucium pipi kucing gemoy itu dan mengelus bulunya yang sangat lembut.

"Siapa namanya? Dia memiliki nama?" Tanya ku.

"sudah dong, namanya Geira." Jawab Zerio dengan senyum riang menghiasi wajahnya.

Saat itu, wajah Zerio sangat bersinar seperti mentari dimalam hari. Senyum itu membuatku merasa senang dan aku sedikit menaikkan ujung bibirku agar terlihat seperti sedang terseyum.

"Kenapa nama kami sama? Kau pikir aku binatang, ya?" Tanyaku ngasal.

Pft... Aku tidak menduga Zerio akan tertawa mendengar pertanyaanku dan mengelus pelan rambutku yang sedikit berantakan. Aku senang mendapatkan teman seperti Zerio, aku juga senang memiliki asisten perhatian seperti Naya.

"Bukan, aku memberinya nama Geira karena kalian memang mirip. Sikap kucing ini dingin, sedikit kasar dan matanya tajam. Mirip, kan?" Tutur Zerio. Dia bahkan membuat kalung dengan namaku di leher kucing gembul itu.

Ibuku yang sedang beristirahat dikamarnya mendengar pelan suara tertawa seorang pria, dia penasaran dan beranjak dari kamarnya. Ibu melihat Zerio yang tertawa riang saat berbincang denganku dari lantai atas.

Melihat seorang pemuda dengan latar belakang yang bagus dekat denganku membuat ibuku tersenyum, kami tidak menyadari kalau ibuku memperhatikan kami dari atas sana. Bermain bersama gembul membuatku sedikit terhibur.

***

Saat aku sedang bergurai dengan pria lain, Deril justru tersiksa dengan perilaku istrinya itu. "Sekarang aku tau kenapa aku muak dengan tingkahnya." Gumam Deril yang tau kalau kamar mereka sudah hacur karena ulah Fira.

Deril pun memutuskan untuk tidur, tak pernah dia mengira akan memimpikan diriku dalam tidurnya. Sosok wanita dengan rambut blonde tergerai sepinggang, kedua sudut bibirnya naik membentuk senyuman yang amat sangat indah.

Jemarinya yang cantik menyentuh leher Deril dan mengecup bibirnya dengan sangat lembut, tak terduga pria bertubuh kekar ini membalas kecupan itu dan mencium gadis berambut blonde dengan lembut dan perlahan.

Sontak Deril terbangun dan istigfar, dia merasa aku adalah pengganggu di dalam pikirannya.

"Mimpi apa ini?" Cicit Deril menyangkal.

Saat itu, Deril teringat dengan arlojiku yang dia simpan di laci meja kamarnya.

Dia takut kalau Fira membuang arlojiku, tapi dia juga enggan keluar dari kamarnya saat ini. Deril membuka ponselnya dan mencari tentang latar belakangku di website, dia menelusuri semua tentangku dari layar ponselnya itu.

"Kenapa orang hebat seperti dia menciumku dan kenapa dia ada dirumah sakit? Dan kenapa aku tidak menolak?" Batin Deril.

Semakin diingat dia semakin malu, warna merah padam terlihat dipipinya saat itu. Pria itu malu saat mengingat kejadian pagi tadi, dia tersenyum saat memikirkan aku seperti orang mesum.

***

Siang hari, aku langsung pergi kekantor polisi tempat ayah angkatku bekerja, biasa aku memanggilnya uncle.

Orang-orang di sana sudah biasa dengan kedatanganku, terkadang mereka juga meminta bantuanku untuk menangani kasus. "Kalau kau menjadi polisi pasti cepat naik pangkat nih." Kata salah satu polisi di sana.

Aku hanya diam dan duduk di tempat ku biasa duduk dengan secangkir susu yang selalu aku minum saat berada di kantor polisi.

Uncle yang melihatku bersantai, menjewer telingaku lumayan kencang sampai aku tidak bisa melepaskannya.

Ahh!

"Uncle, ada apa?" Tanyaku dengan dingin.

"Urus saja berlianmu itu, kami tidak butuh tenagamu! Seharusnya kau bantu ibumu mengurus perusahaan yang sangat besar itu!" Tegasnya. Dia terus mencibir dan mengomeliku tanpa henti sampai membuatku muak, aku tidak menanggapinya dan hanya diam.

Kulipatkan kedua tanganku kedepan dan kututup mataku, taklupa aku menaikkan kedua kakiku dimeja dan bersandar dikursi premium milikku.

"Lihat itu, gayanya sudah seperti raja saja." Cibir uncle tak terima.

Pria berusia 40 lebih ini sangat berjasa bagiku, sosok yang melenihi sosok ayah. Rambut yang sedikit memutih, kulit yang perlahan kendur dan otot yang tak sekuat dulu. Dia hanya terlihat seperti orang tua biasa.

Pft... Para polisi tertawa dan tersenyum, mereka sudah terbiasa dengan sikap dinginku dan pertengkaran kami.

Aku bukan jarang tertawa atau tersenyum, hanya saja aku tidak bisa mengekspresikan perasaanku. Yang aku tau, menaikkan kedua bibir adalah tersenyum, mengerutkan alis tandanya marah, dan menurunkan pandangan mata berarti sedih.

Tertawa? Aku tidak pernah tertawa bahkan saat aku bersama Deril, yang mengajariku tersenyum juga Deril, dia sampai melukis nya di buku agar aku tidak lupa cara tersenyum.

Sejauh ini, aku rasa perasaan yang sedang aku rasakan adalah hampa, sedih, kecewa.

Tapi aku tidak menangis sedikitpun, aku merasa cobaan ini tidak boleh menghancurkan hidup yang sudah kutata dengan rapi meskipun aku menyukai Deril.

Dulu yang pertama mendekatiku juga Deril, dia selalu mengikutiku kemana-mana aku pergi sampai membuatku risih.

Tapi lama kelamaan aku mulai terbiasa dan menjalin hubungan dengannya. Sampai aku memutuskan untuk menikah dengannya karena marah pada orang tuanya yang tidak merestui hubungan kami.

Tapi siapa sangka, orang yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi bagaikan ekorku, kini membalikkan tubuhnya dan tidak mengingatku sama sekali.

"Hei nona, mau sama bocah ini, tidak? Dia jomblo, loh." Ejek Haga seraya menyodorkan kepala pria yang disebutnya bocah itu. Aku membuka mataku dan melirik ke arah pria yang di sebut bocah oleh Haga.

"Hai," sapaku kepadanya dengan wajah tanpa senyuman.

Mata kami bertemu, pria itu tampak malu dan menepuk kepala Haga. Plak! "bocah-bocah, aku lebih tua darimu, ya!" Tegasnya malu.

Ayah angkatku pun tersenyum melihat tingkah lucu mereka, polisi disini sedang menikmati sebungkus mie sebagai sarapan mereka.

Mereka makan saat ada kesempatan, aku bisa memastikan semua polisi yang ada di sekitarku ini tidak pernah korupsi sama sekali. Karena mereka sudah kaya sebelum masuk kepolisian, ada juga yang keadaannya melarat sampai membuatku iba.

Forgotten love ( cinta yang terlupakan)Where stories live. Discover now