e04 (istri pertama)

139 105 17
                                    

Ibuku hanya mengangguk pelan karena dia tau dia tidak bisa menghentikanku, tapi ada yang aneh dengan tatapannya. Tatapannya seperti orang yang ketakutan tapi memilih untuk diam, aku tidak mengerti apa yang ada dipikiran ibuku saat itu.

Tapi aku mengabaikannya, aku mengerjakan semua berkas yang bisa dikerjakan sebelum tanggalnya. Kadang aku juga heran dengan ibuku, kenapa dia memintaku menjadi direktur padahal dia masih aktif diperusahaan.

Aku melihat semua berkas dimejaku dan ternyata aku sudah memeriksa semuanya, aku langsung mengganti pakaianku yang sudah disiapkan oleh Naya.

Jas mahal kini berganti dengan setelan kekinian, rok span bewarna coklat tua dengan pita di samping kanannya. Di padu dengan atasan rajut bewarna cream ditambah dengan coat bulu sampai ke lutut.

Aku membiarkan rambutku tergerai dan segera pergi. Dengan langkah terburu-buru, aku keluar dari ruanganku.

"Aku pergi ya, ma." Lirihku sebelum menutup pintu.

***

Deril masih memikirkan tentangku, dia terus memikirkan diriku. Pikiran itu membuatnya prustasi dan marah, karena dia juga sudah berirstri, aku benar-benar sudah membuat dia kehilangan akal.

"Kalau kau temanku dari kecil, kau pasti tau seperti apa aku dan siapa orang yang berharga atau dekat denganku." Cicit Deril menatap tajam Dion.

Dion yang sedang memeriksa i-pad untuk melihat jadwal Deril langsung mematikan i-padnya, dia menoleh kearah Deril dengan tatapan yang sedikit kecewa.

"Apa yang terjadi sekarang benar?" Tanya Deril lagi.

Huft... bukannya langsung menjawab, Dion justru menghela nafas yang membuat Deril tertekan. "Yang bisa aku bilang sekarang, kau harus ingat sebelum terlambat.

Karena kalau aku mengatakan semuanya, itu juga sudah terlambat. Kenapa kau menikah dengan Fira padahal kau sangat muak dengannya?" Jawab Dion seraya menanyainya balik.

! Sontak, Deril langsung terkejut karena perkataan Dion sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan orang tuanya. Setau Deril, dia dan Fira adalah sepasang kekasih yang akan menikah sebelum dia kecelakaan.

Deril semakin mengkernyitkan alisnya, "Maksudmu? Bisa kau katakan dengan jujur? Aku benar-benar bingung, tolong jangan buat aku semakin bingung." Kata Deril seraya menahan rasa sakit yang ada dikepalanya.

Dion tau kalau dia memaksakan ingatan Deril, keadaannya akan semakin buruk. Dokter menyarankan untuk membantunya memulihkan ingatan itu perlahan, tapi Dion juga tidak bisa diam saja saat melihat temannya itu begitu menderita.

Dion menatap Deril dari kursi depan, "Yang bisa aku katakan, orang tuamu berbohong dan sekarang ingatanmulah yang paling penting. Kau harus ingat sedikit, sedikit saja sebelum terlambat. Dan yang bisa aku pastikan, orang tuamu bukan orang tua kandung. Kau anak yatim piatu dan perusahaan yang kau urus ini adalah perusahaan ayah kandungmu. Orang tua angkatmu hanya memanfaatkan hartamu, sebelum kau lupa ingatan, kau sangat muak dengan tingkah mereka." Jawabnya.

Sopir yang juga ada disana, mendengarkan omongan Dion dengan serius. Dion memberikan bukti foto yang membuat Deril langsung percaya perkataannya, tangan Deril gemetar dan dia langsung memegang kepalanya yang berdenyut.

Argh... Sakit, itu yang dirasakan Deril saat itu. Kenyataan itu benar-benar membuat Deril semakin marah, dia marah karena dia berhasil dibodohi dan menikah dengan wanita yang sangat dia benci.

CERAI.

Cerai, hanya perceraiannlah yang ada dipikiran Deril saat itu.

"Kenyataannya adalah kau sudah menikah dengan orang lain sebelum kau menikah dengan Fira, walaupun kau hanya menikah siri, tapi pernikahan itu belum berakhir. Bisa-bisanya kau melupakan istrimu sendiri dan menyebutnya sebagai wanita penghibur?" Batin Dion.

Dion tidak bisa mengatakan itu karena aku melarang dirinya, yang tau kami menikah sirri hanyalah Dion, Naya sebagai saksi, ayahku, orang tua angkat Deril, orang tua Fira dan Fira sendiri.

Deril membuka sedikit jendela mobil dan melihat kearah luar untuk menenangkan pikirannya yang sangat kacau itu. Saat itu juga mobilku berada di samping mobil Deril, pertemuan kami tenyata bukanlah sebuah kebetulan.

Mobil mahal dan mewah, pengemudinya juga bukan orang biasa, karena itu adalah aku. Aku memakai mobil dengan atap terbuka, yaitu mobil Rolls-Royce Boat Tail sampai Deril bisa melihatku dengan jelas.

Sudah dipastikan kalau aku mengendarai mobil dengan sangat kencang sampai-sampai bisa menyusul mobil Deril.

Kacamata hitam tidak bisa menutupi wajahku, rambutku yang tergerai berterbangan bersama dinginnya angin. Terlihat sangat memukau, terutama jemariku yang mengontrol stir mobil dengan lihainya.

Deril menatapku dari balik kaca mobil, dan air matanya terjatuh. ?! Dia tidak sadar kalau air mata menetes dan membasahi pipinya. Itu membuatnya terkejut.

Sakit, hancur, kecewa, menyesal, itu yang dirasakan Deril, dia sendiri tidak tau kenapa dia merasakan itu saat melihatku.

Tentu saja, karena aku istri pertamanya, bukannya disini yang lebih sakit adalah aku? Kami menikah sirri karena suatu hal dan Deril kecelakaan lalu melupakanku. Dia menikah dengan wanita lain dihadapanku dan menyebutku wanita penghibur. Sungguh takdir yang lumayan.

Sebenarnya aku juga tidak peduli karena cobaan seperti itu tidak membuat diriku gentar, aku tetap bisa menjalankan kehidupanku meskipun cobaan ku lumayan berat.

Tapi bukan berarti aku tidak merasakan sakit, hanya saja aku tidak tau bagaimana memperlihatkan rasa sakit itu.

Saat dia sadar, dia langsung menyeka air mata itu dan pikirannya kosong. Dia bertanya-tanya kenapa air mata membasahi pipinya, Dion memberikan sapu tangan untuk menyeka air matanya.

Aku yang tidak menyadari keberadaan Deril, menancapkan gas dan meninggalkan mobil mereka yang melaju seperti bebek, sangat lambat.

Dion sadar mengapa Deril menangis saat melihatku, tapi dia tidak bisa memberitahu Deril saat itu. Aku pergi kerumah sakit untuk menjenguk korban saat itu, korban dari kecelakaan lalu lintas yang disebabkan Deril.

Lucu bukan? Bahkan orang tua Deril sama sekali tidak mempedulikan korban itu. Lewat korban itu, aku mengenal Zerio.

Zerio adalah dokter rumah sakit. Aku sudah menganggap Zerio sebagai temanku sendiri, bahkan yang menjalankan rumah sakit khusus korban bencana yang aku buat adalah Zerio.

Aku menatap korban dari balik kaca pintu, dia tak kunjung membuka mata. Suara tapak sepatu kian mendekat, seorang lekaki yang sudah kusebutkan namanya tadi berdiri disampingku ikut menatap korban itu.

"Dia masih koma, kenapa kau kemari setiap hari padahal kau tidak tau kapan ayah dan anak itu bangun?" Tanya Zerio menatapku penasaran.

"Dia papa dan adikku." Jawabku santai tanpa aba-aba.

Jawabanku membuat Zerio terkejut dan tidak percaya, Zerio baru mengenalku selama sebulan, tentu saja dia tidak tau apa yang sudah terjadi padaku.

Sorot mata Zerio berubah, begitu juga ekspresinya. Aku sangat membenci sorot mata yang seperti itu, sorot mata yang menatapku dengan rasa kasihan, itu membuatku muak.

Forgotten love ( cinta yang terlupakan)Where stories live. Discover now