TSOTML : 02

55.1K 4.4K 36
                                    

Menopang dagu dengan pandangan mengarah pada jendela, Nadine atau kini Stela memandang kosong kedepan, namun pikiran nya tengah ribut. Apa alasannya ia bisa masuk kedalam sini? Seingatnya semasa menjadi Nadine kepalanya hanya tertimpa bola dan itu tidak mungkin membuatnya mati.

Dan lagi kenapa harus novel ini? Kenapa tidak novel yang bergenre komedi atau action saja? Stela tidak suka dengan novel yang berbau romantis apalagi harem seperti ini. Tapi jika ditanya Stela menyukai harem atau tidak, jelas Stela suka, ia juga perempuan normal yang menyukai hal semacam itu.

Sudah satu pekan Stela disini, dan jika diberi pilihan antara pulang kembali ke dunianya atau menetap disini, Stela akan dengan lantang menjawab bahkan dia ingin pulang.

"Pak Hendy sedang apa ya?"

Tiba-tiba pria jangkung berambut cokelat itu melintas. Stela mengerucutkan bibirnya, rasanya rindu melihat pria itu mengajarkan teman sekelasnya. Bajunya yang basah karna keringat menjadi candu Stela saat melihatnya, apalagi dadanya yang bidang tercetak sempurna dibaliknya.

"Mau lihat roti sobek lagi...."

"Roti sobek? Apakah Sixpack?"

Stela mengejat. Suara sahutan dari arah belakangnya membuat lamunan tentang pria berambut coklat itu hilang. Stela mendengus, mendelik kecil karna sebal.

"Bisa tidak beri salam dulu? Kau membuatku terkejut saja."

Steve terkekeh kecil, beralih mengambil duduk disamping kembarannya itu. "Tadi kau ingin melihat roti sobek lagi kan?"

Stela mengangguk, tapi memilih merebahkan tubuhnya diatas ranjang, mengabaikan kehadiran Steve yang masih duduk ditempatnya.

"Oh ya," Stela menatap langit-langit kamarnya. "Usia kita berapa sekarang?"

"23 tahun, kenapa? Kau melupakan usia kita?"

Dengan pelan Stela mengangguk. "Aku sedikit melupakan beberapa hal akibat terbentur anak tangga. Orang tua, teman dan diriku sendiri saja aku lupa. Bahkan kejadian yang kau sebut saat dirumah sakit aku tidak ingat." Stela memang tidak berbohong, tapi tidak juga berkata jujur.

Steve menghela nafasnya. Setelah Stela sadar dua hari lalu, tiba-tiba gadis itu bertingkah aneh dan menanyakan hal yang jelas ingat diluar kepala. Tapi kala itu berbeda, Stela seakan-akan memang tidak mengingat apapun, bahkan dirinya yang menjadi saudara kembar gadis itu sendiri tidak Stela ketahui.

"Kau mengalami amnesia ringan. Tidak perlu diingat terlalu keras, itu akan membuat kepalamu sakit." Sebagai dokter yang menangani Stela, jelas Steve mengetahui semuanya. Dari cedera dikepala hingga kaki.

"Dulu sifatku seperti apa?"

Steve merangkak mendekati Stela, bahkan tanpa sungkan memeluk tubuh perempuan itu. "Kau dulu cerewet dan manja padaku. Sering sekali menjahiliku kapanpun dan di manapun itu. Jujur saja, saat manja dan cerewet mu keluar, aku merasa malas dan muak."

Entah kenapa dada Stela berdenyut sakit saat mendengarnya. Mungkinkah ini perasaan asli dari si pemilik tubuh?

"Tapi saat kau mengabaikan ku dan bersikap dingin padaku, itu lebih menyiksa. Memang aku menyukainya dulu, tapi semakin kesini aku merasa kehilangan dan perasaan bersalah memenuhi hatiku." Steve membasahi bibir bawahnya. "Aku minta maaf, i am really, really sorry."

Stela hanya bergumam, tidak menanggapi lebih ucapan Steve. Rasanya teramat canggung. Ini adalah pertama kalinya Stela berdekatan dengan seorang pria, bahkan sampai berpelukan seperti ini. Sebelumnya saat menjadi Nadine, ia tidak pernah dekat dengan seorang pria. Hanya berteman yang berinteraksi pun jarang.

The Sister Of The Male Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang