Saling Terbuka Satu Sama Lain

4 2 0
                                    

Sesampainya di rumah, gue langsung masuk kamar dan menangis sejadi-jadinya. Rasanya sangat kesal, gue engga suka. Gue melihat semuanya dengan mata kepala gue sendiri, semuanya jelas! Gue jadi benci sama Rena dan Rian. Mereka jahat. Bisa-bisanya mereka secara engga langsung kerjasama buat menghancurkan gue dengan Hendi. Apalagi Rena. Selama ini gue percaya banget sama dia. Tetapi, dia ngebongkar semuanya dengan alasan karena butuh uang. Ya ampun, ternyata, persahabatan gue secetek ini. Saat sedang kalut, tiba-tiba Hendi telepon gue. Gue tau, dia pasti khawatir banget sama gue, gue tadi engga mau diantar pulang olehnya.

"ya Hendi" gue angkat telepon dengan lemas kecampur kalut

"Vi, kamu udah sampai rumah? Kamu kenapa? Coba kamu cerita sama aku Vi. Aku tuh khawatir sama kamu" ujar Hendi

"Hendi. Aku itu lagi pusing banget. Aku engga nyangka, aku tuh kecewa sama Rena dan Rian" ujar gue sambil menangis

"Vi, kamu yang tenang ya...udah Vi jangan menangis ya"

"Gimana bisa tenang Hen? orang yang selama ini aku percaya, sahabat aku sendiri, Rena. Dia telah berkhianat." ujar gue

"ya Ampun. Berkhianat gimana? coba kamu cerita ya pelan-pelan" pinta Hendi dengan menenangkan gue

"iya, Rena cerita semua tentang hubungan kita ke Rian. Gimana aku engga stres? aku kan khawatir juga sama kamu"

"cerita tentang hubungan kita?"

"iya. Dia cerita semuanya sama Rian, kan, aku stress juga Hen. Kamu paham engga sih?" Tanya gue dengan nada yang kalut dan engga tau deh harus apalagi

"aku paham kamu sedang kalut, Vi, apapun itu kondisinya, kamu harus tenang"

"apaan sih Hendi. kamu itu engga paham!" gue langsung bentar Hendi

"Vi, aku paham kok, coba ya kamu tenang dulu biar bisa cerita sama aku"

"kamu paham sih Hendi? kamu engga akan paham sama posisi aku yang lagi kayak begini. Aku tuh pusing, kalut banget, berantakan semuanya" ujar gue yang masih menangis

"Vi, aku justru khawatir banget sama kamu yang menangis sampai sebegininya. Apalagi sekarang kamu lagi engga didekatku. aku malah yang khawatir"

"Engga Hendi. Aku justru engga mau kamu kenapa-kenapa. Aku itu ongin sekali melindungi kamu dari Rian." ujar gue sambil menangis di telepon. Gue menangis sejadi-jadinya.

"Vi .... ya Ampun. Apa mau ketemu? atau aku harus apa biar kamu tenang?" tanya Hendi dengan pelan.

"Jangan Hendi. Kamu jangan kesini."

"oke oke. Aku harus apa agar kamu tenang dan tidak menangis seperti ini?" tanya Hendi dengan lembut

"aku minta kamu jaga diri ya"

"aku? kenapa?"

"pokoknya kamu mulai sekarang hati-hati ya sama Rian. Aku takut dia mulai nekat sama kamu" gue langsung memperingatkan Hendi untuk lebih hati-hati dengan Rian.

"aku engga takut Vi sama apapun, sekalipun Rian mengancam aku. Aku rela apapun demi kamu. Aku yakin banget kita akan baik-baik aja. Kamu jangan khawatir ya, terlebih terhadapku"

"aku serius Hendi. Justru, aku yang engga mau kamu kenapa-kenapa. Aku mohon, kamu harus hati-hati"

"iya Vi. Aku akan hati-hati kok. Apa aku boleh bertanya?" Tanya Rian dengan pelan

"apa?" gue langsung hening sejenak

"Memangnya Rian akan berbuat jahat ke aku Vi? Kok kamu sampai segitunya memperingatkan aku untuk lebih hati-hati ke Rian" Tanya Rian dengan hati-hati

My CrushOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz